Enam: Undangan Berukir

2.7K 293 39
                                    


Uring-uringan Alaric sekembalinya dari Manhattan, tidak seperti biasanya. Soalnya semua tahu kalau Manhattan itu mood booster Alaric selalu.

Perjalanan bisnis kemarin itu memang melukai Alaric sejak awal. Penerbangan komersial, menumpang, mengikuti agenda Aymard: sungguh mimpi buruk! Sudah tiga hari dia merasa pening dan apapun yang dilakukannya tidak terasa benar. Berulangkali dia berteriak frustasi mencoba melepas dongkol di hatinya, kala terbayang senyum Aisha yang mengatainya Rubah.

Berani-beraninya dia, yang sekedar Personal Assistant dari seorang tidak jelas yang bernasib mujur, memberikan penilaian. Lebih lagi, sangat percaya diri menyama ratakan dirinya dengan orang lain. Tidak memberi perhatian khusus atas gertakannya. Bagaimana bisa dia tidak berminat menempatkan nama Dirdja di daftar utama undangan pestanya? Sungguhan Aisha besar kepala. Sudah ia dengar keributan di luar RSPV, mengenai gulungan sutra yang dikirim kurir bersarung tangan putih. Datang dalam kotak tembaga berukiran rumit. Undangan makan malam formal dari pewaris Durlach, di kediamannya yang juga masih misterius.

Alaric tidak suka mendapati beberapa temannya mengaku telah menerima undangan prestisius itu. Selama ini dirinya selalu menjadi yang terutama, tak pernah dilangkahi siapapun yang dikenalnya. Perlakuan Pemain Baru ini terhadapnya sungguh mengusik. Berani sekali mengabaikan Dirdja.

Atau, mungkinkah, AR sebagai majikan sangat mendengarkan Aisha Roestam?

Seketika dada Alaric mampat, mengingat sore di St. Regis minggu lalu. Membuat Dono jadi ikut berani menyindir, sampai penghujung malam berulang mendesah menyayangkan sikapnya. Namun Alaric hanya terkekeh tak ambil pusing waktu itu. Dia tidak menganggap ulahnya itu bisa memberikan dampak tidak menyenangkan di kemudian hari. Mengecilkan orang-orang sudahlah jadi kebiasaan Alaric yang tahu pasti sebesar apa nama Dirdja. Sayang dia lupa, Dirdja tidak sendirian bernama besar. Para pesaing sendiri juga berkuasa sebesar Dirdja. Atau bahkan beberapa teman yang keluarganya terlalu berkuasa sampai-sampai tidak mau dikenali awam. Seperti misal si Kembar Sumanagara yang mulai dipuja society, dan kakak tirinya.

Alaric merasakan gelenyar dingin merambatinya, membuat ia menggigil sebentar tanpa alasan. Perutnya terasa mulas. Sebuah pikiran yang selama ini pantang terlintas malah hadir, langsung bercokol di benaknya. Bertanya-tanya pada diri sendiri apakah ia sudah membuat sebuah kesalahan? Kalau sampai tidak ada undangan untuk kedua orangtuanya, apa yang akan terjadi? Dia memang tidak suka pusing, tapi selorohan Ibunda tentang mencari partner bermodal untuk kelanjutan proyek bisnis mereka yang baru setengah jalan, memberinya prasangka. Jangan-jangan keluarganya juga sedang menanti kemungkinan tersebut terhadap AR.

Ia menghela nafas, memaki diri sendiri. Keluarganya terlalu besar untuk bertingkah rendahan menjilat AR. Alaric yakin pasti keluarganya tidak akan bersikap demikian. Sambil bersenandung ringan ia keluar, menuruni tangga lebar berpilin menuju ruang makan luas. Dilihatnya kedua orang tuanya sedang berbicara serius. Hidangan sarapan di depan mereka masih utuh. Dari guratan kening ibunya yang rupawan meski mata mencorongnya menandakan kegusaran, Alaric paham ada yang tidak beres. Sayangnya ia kurang gesit untuk menjalankan rencana menghindar yang sekilas muncul.

"Oh, sejak kapan kamu di situ?"

Magdeléne, ibunda Alaric keburu menyapa seraya menoleh memandangnya. Alaric melempar senyum sopan. Ia melangkah mendekat, mengecup kedua pipi Magdeléne dan menarik kursi di sebelahnya. Tak butuh waktu lama untuk segera saja sarapannya tersaji. Dharma Dirdja, ayahnya, memandang Alaric seksama.

"Aymard bilang, sewaktu di New York kau sempat menjamu Asisten AR Durlach. Bagaimana dia?"

Alaric mengangkat alis. Sungguh jarang situasi ini, kedua orang tua mereka masih di rumah. Lebih jarang lagi Dharma mengajaknya bicara. Juga heran Alaric kalau ternyata Aymard bercerita pada Dharma perihal Aisha. Soalnya, sepanjang perjalanan pulang Aymard mendiamkannya begitu mendengar cerita Dono. Memang, kakaknya itu sungguh perasa, tidak suka Alaric mengerjai Aisha meski ketertarikan Aymard belum sempurna pada PA itu.

Into You [F I N]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang