Tujuhpuluh Satu: Memandangmu

1.8K 129 42
                                    



Ruangan itu harum. Tidak heran, beribu bunga segar tengah diatur memenuhi dinding oleh tangan-tangan terampil. Putih dan emas sangat dominan, perpaduan warna wajib untuk sebuah pesta pernikahan. Warna yang tidak akan pernah salah dalam budaya dan gaya hidup manapun. Tua dan muda menyukainya. Dan, untuk mereka, kaum yang konon ada di puncak kedua warna itu adalah tanda mata. Warna-warna lain pun hadir sebagai aksen yang tidak kalah klasik dan anggun. Seperti misal semburat keunguan dari Magnolia yang baru saja datang. Rencananya, jenis bunga tersebut akan menghias ruang khusus Pengantin Wanita yang didominasi ungu kerajaan, dan lagi-lagi emas. Ini adalah persiapan untuk sebuah resepsi megah yang digelar di kediaman keluarga Dirdja. Rumah besar itu memiliki ruang tengah yang luas memang untuk acara-acara pesta besar. Pun taman-taman lapang yang sempurna yang mengelinginya. Seribu undangan cukup untuk ditampung secara bersamaan di properti mereka ini. Dan, tidak akan jadi masalah apapun cuaca yang nanti mendatangi mereka di hari besar tersebut. Ruangan di dalam jug ataman-taman telah dipersiapkan.

Akad nikah sudah dilakukan minggu lalu di kediaman orangtua Aisha, dengan cara yang disyaratkan keluarga Aisha. Katarina dan Maximillian Proust menghadiri prosesi yang bukanlah pertama mereka hadiri tersebut dari kursi roda mereka. Banyak juga kenalan mereka yang berasal dari Timur Tengah dan Afrika menikah dengan prosesi singkat ini. Magdeléne dan Dharma tidak bisa tidak memasang ekspresi selain bahagia bercampur cemas. Sama halnya dengan kedua orangtua Aisha yang mengkhawatirkan putri dewasa mereka. Tetapi, orangtua tetaplah orangtua, selalu mengalah pada niat kuat putra putrinya yang keluar sangkar.

Banyak kejadian lucu dan jamak minggu lalau, karena anggota keluarga Aisha lebih cenderung terheran-heran dan kebingungan ketimbang ikut berbahagia. Bagaimana tidak, datang di hari Kamis dengan iring-iringan mobil-mobil berkilap mengular sampai ke ujung kampung mereka, tak ketinggalan pula truk-truk box penuh benda-benda dekorasi yang sudah langsung disiapkan Myanna dan Andjani langsung dari ibukota. Kedua perumpuan itu membuat Magdeléne merasa nihil karena, terus terang saja kemampuan merancang dan mengatur mereka ada di level professional. Myanna menenangkan Magdeléne dengan berkata kalau ini hadiah darinya pribadi, sebagai bagian keluarga mempelai wanita. Semua serba mendadak untuk Magdeléne, berjalan dalam hitungan hari. Dirinya yang terbiasa sistematis, kewalahan untuk menemukan jalan keluar untuk acara sakral Aymard. Maka, hadiah dari Myanna Sumananagara tidak bisa ia tolak. Lebih baik memakan harga dirinya ketimbang keteteran saat menjalankan acara pernikahan putra pertamanya. Ia tidak mau sampai kacau balau segala hal untuk hari penting Aymard. Lagipula, dirinya sendiri tengah berada dalam masalah yang datang bertubi-tubi, tidak bisa berkonsentrasi atas hal apapun. Akad nikah memang selalu menjadi hak keluarga mempelai perempuan, biarkan Myanna bernostalgia dengan kelihaiannya merancang segala seuatu. Nanti, saat menggelar resepsi utama, adalah waktunya Magdeléne unjuk kemampuan.

Jadi, melihat sebanyak itu iring-iringan yang turut serta dalam perkenalan keluarga sekaligus prosesi lamaran Aymard terhadap Aisha, membuat keluarga besar Aisha juga para tetangga sekampung heran cenderung gegar. Kehebohan terbesar yang pernah mereka lihat dengan mata kepala selama ini, adalah pembangunan panggung konser musik rock 'n roll yang disponsori perusahaan rokok tiga tahun lalu. Kini, untuk sebuah akad nikah Aisha yang kedua, kehebohan yang ada bahkan lebih dari itu. Lalu lalang orang-orang berseragam safari hitam dengan sosok bak personel militer makin membuat mereka bingung. Kebanyakan dari mereka tidak pernah membayangkan sampai sejauh mana artinya bagi Aisha menyandang nama Durlach. Saat Rahman menyengaja sombong dengan berkata keras –dan berulangkali, kalau ayah tirinya adalah seseorang yang bisa menguasai Negara ini di masa depan, sepupu-sepupu serta para Paman Tante yang senang berkata buruk tentang Aisha bungkam dengan muka tertekuk.

Rahman. Bocah itu tidak setujui keputusan Aisha, tapi ia sadar bisa apa dia kala menyaksikan raut bahagia di wajah ibunda? Seorang anak tetaplah seorang anak, kebahagiaan ibu adalah hal yang terutama. Maka ia memilih mengalah meski memilih menghilang kala ibunya mengucap janjinya untuk Aymard. Minggu lalu itu ia bersembunyi di sudut tersepi rumah Kakek. Ada pohon jati meranggas di halaman yang ramai, dan ia mendapati Alaric bersandar di sana dengan ekspresi wajah yang tak bisa Rahman tafsirkan. Bocah itu menghampiri, menyikut pinggang Alaric lalu berdesis,

Into You [F I N]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora