Enampuluh Empat: Andai Runtuh, Akan Bersamaan

789 112 4
                                    




Katarina yang bangun di pagi hari tanpa mendapati kehadiran asistennya, berpikir kalau Mr. Gilbert tengah berkonsentrasi membantu Magdeléne. Dirinya sudah bersiap di meja makan sejak tadi. Namun, sekarang, saat dirasanya sudah terlalu lama menunggu tanpa ada seorangpun yang bergabung dengannya, ia mulai bertanya-tanya. Katarina menyadari terlau sunyi area utama rumah tempat ruang makan berada, sementara sudut matanya menangkap kesibukan di sayap kanan lantai dua, ruang kerja Dharma. Senyum tipisnya mengulas sesaat, menganggap dirinya yang menekan Magdeléne kemarin memang benar. Bisikan di benaknya, seperti biasa, mengatakan betapa putri dan menantunya tidak akan sigap kalau dia tidak ikut campur mendorong mereka. Katarina tidak tahu kalau kesibukan Dharma dan yang lainnya bukanlah perkara yang sama dengan yang Katarina pikirkan. Ia memutuskan untuk memulai sarapan seorang diri untuk kemudian bergabung dengan mereka. Untuk membantu mereka.

Dengan bantuan seorang asisten muda, Katarina menaiki tangga menuju lantai dua hanya untuk terheran-heran kemudian. Katarina berdiri membeku sambil meremas puncak tongkatnya. Baik ruangan Dharma dan Magdeléne terbuka dengan orang-orang bergantian keluar masuk.

"Nah, sudah kuduga. Pasti sedang ada sesuatu yang penting kalau sampai ada pangeran ikut campur." gerutunya pelan.

Asisten muda yang membimbingnya menunduk santun, "Ada apa, Nyonya Katarina?"

Katarina menggeleng sambil tersenyum masam, "Aku cuma bilang, kalau tidak aku yang suruh kemarin, mereka pasti duduk-duduk santai."

Asisten muda itu tersenyum sopan menanggapinya.

"Siapa kamu?"

Dia menegakan tubuhnya dan membungkuk, "Maaf saya tidak sudah tidak sopan, Nyonya. Perkenalkan, saya Sardono. Asisten Tuan Muda Alaric."

Katarina memandangnya dengan mata yang melebar, meneliti Dono seksama. Tak lama ia tersenyum ramah pada Dono,

"Oh, jadi kau rupanya? Gilbert benar, Gilbert benar. Kau memang pantas menjadi asisten cucuku. Kau seorang Pemuda yang tahu sopan santun. Aku menyukaimu."

Dono tersenyum, "Terimakasih, Nyonya."

Katarina sebetulnya bukan baru kali ini bertemu Dono. Tapi, memang baru sekaranglah ia memperhatikan. Terbiasa memiliki standar penampilan yang ketat, Katarina terkesan dengan sikap formal Dono. Mana Katarina tahu kalau Dono bisa tiba-tiba meneriaki Alaric kalau sudah kesal dengan perintah-perintah aneh cucu kesayangan Katarina tersebut. Istilah jangan nilai buku dari sampulnya tidak pernah berlaku bagi Katarina. Buatnya pilih dulu buku-buku bersampul bagus. Kalau saat dibuka ternyata isinya buruk, buang saja. Hanya buku yang bersampul bagus dan berisi menakjubkan yang akan tetap ia genggam. Demikianpun dengan semua hal dalam hidupnya. Termasuk saat memilih orang. Katarina bilang itu namanya selektif, sementara orang-orang yang menjadi korban menilainya judgemental.

"Nyonya bermaksud menemui Nyonya Magdeléne?"

Katarina mengangguk.

"Mari saya temani."

"Terimakasih, Anak Muda. Alaric tidak salah memilihmu." puji Katarina.

Dono tetap tersenyum santun meski dalam hati meralatnya. Bukan Alaric yang menempatkan dirinya pada posisi ini. Dharmalah yang memaksa akibat terlalu mengkhawatirkan Alaric yang berganti asisten sesering ia berganti celana dalam. Dono cukup tertekan sebetulnya, sempat menganggap Dharma sudah tidak menghargainya. Untung saja seiring waktu Dono menyadari maksud Dharma. Kalau dia tidak berkualifikasi di atas rata-rata, mana mungkin Dharma mengunci posisinya sebagai seorang Asisten Profesional bagi Alaric –yang berarti juga akan punya kuasa di kemudian hari sebagai tangan tangan Alaric di setiap perusahaan Dirdja. Sebuah kedudukan yang mapan dan patut disyukuri baginya yang berasal dari keluarga menengah, meski –sayangnya, merangkap juga sebagai Asisten Serba Bisa Tuan Muda Alaric nan Terhormat.

Into You [F I N]Where stories live. Discover now