Dua Puluh: Light Dessert

2.4K 190 40
                                    

status: filler


Namanya Sophie-Margueritte Margaux, si Princessa yang tempo hari mengundang perhatian di pesta semi resmi itu. Dia duduk di seberang Jaya Emyr, di sisi kanan Aisha, saat menjamu Jatmiko Dirdja dalam makan malam sederhana yang tiba-tiba. Alasannya, karena waktu yang dimiliki Jatmiko sangat sempit. Aisha yang sempat kelabakan akhirnya menyetujui pilihan ibu Jaya Emyr yang tak pernah mengecewakan.

Meski tidak seterkenal Kembang Gula, menu Peranakan otentik milik Serodja Setaman, plus interior Betawi aslinya, memberi kesan yang mendalam. Jatmiko Dirdja tampak sangat puas dengan menu lokal yang mulai jarang ditemui di kedai-kedai jalanan. Sophie-Margueritte tetap mengulas senyum ramah meski semua orang mempertanyakan apakah ia sungguh menikmati menu-menu yang berbumbu khas tersebut. Martin Ingmar tidak hadir, menyerahkan segalanya pada Aisha yang malam ini tampak penuh kendali. Bahkan Sophie-Margueritte jadi mirip seorang bocah magang. Sejatinya memang demikian. Sebab, si Princessa yang baru meraih gelar masih dinilai jauh dari mumpuni, belum didapuk untuk mengampu apapun meskipun dirinya benar-benar bergelar Puteri.

Jatmiko Dirdja menyungging senyum puas saat sajian penutup dihidangkan: Kembang Tahu yang terlihat menggiurkan dengan aroma jahe dari kuahnya. Sungguh pilihan yang sesuai. Kebetulan cuaca di luar sedang dingin di awal musim panas ini.

"Kau orang muda yang punya visi, Aisha. Aku paham mengapa Martin percaya penuh padamu. Status Asisten di Durlach memang tak sesepele pikiran awam bukan?"

Aisha tertawa santun, "Terimakasih, Pak Jat. Senang sekali mendapati kesempatan ini, bisa berbagi visi dengan orang sebijak Anda. Aku beruntung."

Jatmiko tertawa pelan sambil mengangguk-angguk, "Aku yang beruntung." ujarnya. Lalu,
"Alaric, kerjamu juga bagus. Kata pengantarmu kali ini bukan bualan."

Alaric mengulas senyum kaku, "Aku berusaha supaya visi misi Aisha tersampaikan, Om Jat."

Aymard diam dengan rahang mengatup rapat di sisi Jatmiko, memperhatikan Alaric yang duduk di samping Aisha. Pengaturan tempat duduk ini tidak ia suka. Bersisian dengan Jatmiko, ia duduk berhadapan Alaric.

"Alaric mulai berpikir dewasa sekarang, Om Jat. Gara-gara apa, aku masih belum tahu." seloroh Jaya Emyr.

Jatmiko kembali melepas tawanya. Memandang bangga pada Alaric lalu beralih pada Dharma. Tersenyum tulus memandang Alaric, Dharma saling melempar pandang penuh makna dengan Jatmiko.

"Melegakan sekali." ujar Dharma.

Jatmiko mengangguk, "Ya. Ah, ini makan malam yang menyenangkan meski sangat singkat. Aku setuju dengan ini semua. Visi yang kuat begini selalu membuatku sangat bersemangat. Luar biasanya, keluargaku terlibat."

Dharma mengangguk, memandang Alaric masih dengan perasaan yang sangat hangat. Bangga dan lega karena Alaric bisa menunjukkan dirinya punya harapan dan peduli dengan pekerjaannya. Memenuhi ekspetasi Dharma sebagai seorang ayah. Tapi rasa hangat itu langsung menguap begitu Dharma menyadari Aymard sangat pendiam. Ini sungguh aneh, pertanyaan-pertanyaan yang tidak terformulasi menjadi wujud kalimat bersliweran di benak Dharma. Biasanya, meski sedang tidak bersuasana hati baik, Aymard tetap akan terlibat dengan pembicaraan yang berlangsung. Tak hanya Dharma saja sebetulnya, Jaya Emyr juga menganggap Aymard sangat aneh malam ini.

"Pamanku akan sangat berterimakasih, Monsieur Jat."

Suara Sophie-Margueritte menyadarkan Dharma. Menariknya kembali dari awang-awang praduga yang masih samar. Tapi seketika mata Dharma memicing mendapati Alaric menunduk menatap mangkuk porselennya. Seperti menekuri isi mangkuk.

Into You [F I N]Место, где живут истории. Откройте их для себя