Enampuluh Tiga: Bagaimana Bisa

657 119 36
                                    



Rahadi yakin sebentar lagi dirinya bisa terkena serangan jantung akibat Alaric. Bocah itu tiba-tiba mendatanginya, menuduhnya sebagai ayah kandungnya, berlanjut berkeluh pedih sambil berurai air mata. Rahadi tak habis pikir, bagaimana bisa putra Dharma itu punya kepribadian macam begini. Plus sambungan neuron super tipis. Rahadi jadi penasaran bagaimana muasal kesimpulan Alaric tersebut. Apa mungkin bocah itu mempercayai semua gosip yang bersliweran di sekitar mereka. Rahadi mendengus kesal, sungguh pendek nalar. Lebih tolol dari pada Nicole yang menerornya melalui telepon mempertanyakan kemungkinan dirinya putra Rahadi. Rahadi pusing menghadapi bocah-bocah ini. Meski Nicole bodoh dan keterlaluan dengan berkata senang-senang saja kalau ternyata Rahadi ayah biologisnya, setidaknya bocah perempuan itu masih pakai akal tidak menampakan batang hidungnya. Lain dengan Alaric yang punya kewajiban besar menjaga nama baik, tapi justru terlalu emosional mendatangi Rahadi secara langsung. Di saat pesta sedang ramai-ramainya. Rahadi terkejut benar-benar. Apa Dharma tidak mendidiknya sampai Alaric lembek begini?

"Jadi selama ini aku hidup dalam kebohongan? Semua yang aku banggakan ternyata semu. Kenapa orang-orang tega merahasiakan semuanya dari aku?" gerungnya.

Rahadi memutar bola matanya, "Mulai lagi." desisnya pada Jamal yang duduk di sebelah Rahadi.

Alaric meneguk teh yang tadi Jamal buatkan, lalu kembali bersandar lemas pada sandaran sofa. Rahadi mulai gemas dan sebal sendiri. Ia tak suka basa basi dan berniat menjelaskan yang sesungguhnya pada Alaric. Masalahnya, Alaric yang terus-terusan menangis sejak tadi membuat Rahadi hanya bisa tersenyum kecut. Ia memang kejam, tapi kalau sudah berhadapan dengan urusan kelurga, ia cenderung bersikap bijak. Kecuali untuk isunya dengan Katarina, itu pengecualian yang istimewa dan spesifik. Sayangnya, pengecualian itu sekarang yang ada di depannya. Merepotkan Rahadi yang bingung sendiri harus mengambil sikap seperti apa.

"Pak Bos." panggil Jamal pelan.

Rahadi menoleh.

"Kasihan. Kok Bapak tega sih? Peluk atau apa gitu. Kan anak sendiri."

Rahadi berdecak sebal dan menempeleng kepala Jamal, "Kamu orang diam saja kalau tak tahu masalahnya!"

Jamal ingin protes, tapi begitu mendapati Rahadi sudah melotot dan siap menempelengnya ulang, ia urung. Sekarang dia hanya bersungut-sungut merutuki Rahadi. Namun kala mendapati sosok Alaric yang meliriknya, Jamal menghela napas.

"Aku keluar aja deh, Pak. Mungkin Den Alaric perlu bicara empat mata aja sama Bapak. Ada yang diperlukan tidak?"

Rahadi mengangguk-angguk, "Iya. Sana kamu orang pergi ke bawah. Urusin yang pada pingsan di bawah. Nanti subuh baru kamu naik lagi buat anterin si Alaric pulang."

Jamal mendengus saja seraya menuruti apa yang Rahadi perintahkan. Ia tak habis pikir, seminggu lalu Rahadi sangat bersemangat, selalu berceloteh kalau putra kandungnya akan segera datang untuk tinggal bersamanya. Tapi sekarang, justru raut wajah masam yang dipunya Rahadi untuk Alaric. Bingung sendiri, Jamal mengeluh dalam hati mengenai betapa absurdnya pola pikir dan tingkah Rahadi beserta teman-temannya.

Jamal memandang Rahadi sejenak lalu menggeleng-geleng masygul, "Baik, Pak."

Alaric dan Rahadi kini berdua saja, saling diam di tengah ruang yang cahaya lampunya temaram. Jendela-jendela besar menuju balkon terbuka lebar, membuat angin laut yang dingin menggigit menerpa keduanya. Alaric sudah menenang. Sekarang ia mendekat pada Rahadi.

"Om Rahadi, ayah aku'kan?"

Rahadi mendengus saja. Bocah ini semenjak datang terus-terusan bertanya begitu. Meski Rahadi beberapa kali menyangkalnya dengan emosi, Alaric tetap saja tak percaya. Bocah itu malah balik mencerocos tanpa henti padanya, memaparkan hal-hal bias yang menjadi alasannya. Salah satunya tentang kemiripan sifat mereka, yang kedua tentang Dharma yang menurut Bocah Alaric ini lebih menyayangi Aymard. Pilih kasih intinya. Rahadi sudah lelah membantah. Ia bingung bagaimana bisa Alaric melupakan fakta kalau dialah yang akan mewarisi segala milik Dharma.

Into You [F I N]Where stories live. Discover now