Tigapuluh Tiga: Pembukaan

852 128 14
                                    


Delapan malam, dan kediaman Dirdja begitu riuhnya. Tak kunjung henti kendaraan-kendaraan dengan cat mengkilap tanpa cela masuk menurunkan penumpangnya tepat di depan pintu utama, untuk kemudian meluncur keluar ikut berhenti di sisi bahu jalan lingkungan. Mobil-mobil itu berjejer anggun sama-sama tak mau kalah jumawa dengan para pemilik. Supir-supir berseragam membentuk kelompok guna berbasa basi mengatasi bosan, sementara para majikan menikmati Makan Malam Kekeluargaan ala Magdeléne di dalam. Beberapa dari mereka ada yang hanya saling menyapa kemudian berdiam diri tak jauh dari tiap kendaraan mereka. Lalu, saat sebuah Grand Cherokee legendaris yang tampilannya seperti baru saja turun gunung, mata semua orang mau tak mau terpaku padanya. Seperti Sumbadra, –yang konon tidak secantik Drupadi dan para putri lainnya, ia justru menjadi pencuri hati karena mata menangkap keganjilan yang memikat ketika para istri Pandawa yang tersohor terlampau jelita dijejerkan dalam satu baris. Tidak menonjol kala seorang diri, namun justru menjadi paling mencuri perhatian saat berada di antara barisan perempuan-perempuan tercantik dari tanah Dewa Dewi masa silam. Kontradiksi yang mempecundangi generalisasi nilai kecantikan ragawi.

Begitupun kendaraan berlumur lumpur tersebut. Mengusik mata saat menyaingi kesempurnaan kilauan sedan-sedan mewah super nyaman. Terlebih, beberapa tahu siapa yang pasti ada di dalam Jeep Grand Cherokee dengan cat layaknya kendaraan taktis militer. Bukan seorang Jenderal, tapi punya relasi dengan setiap Jenderal berpengaruh dari berbagai rezim. Dari yang hanya karena garis marga sampai mereka yang berpengalaman di garis depan peperangan era Kemerdekaan. Dari militer otoritas politik pun dari mereka yang ditakuti secara personal akibat menguasai pertempuran jalanan yang didominasi praktisi dunia hitam. Dengan sendirinya orang-orang menyingkir memberi jalan pada seorang kerabat yang jarang sekali mau mereka akui. Tapi tak dipungkiri, mereka lebih terlihat takut ketimbang segan menghormati. Walau, sebenarnya, Rahadi Busro wajar saja membuat tidak nyaman. Jangan menyinggungnya kalau tidak ingin pulang dengan amis darah.

Percaya diri sekali, Rahadi menapak turun didahului beberapa penjaganya yang bak kriminal profesional dalam film-film aksi. Alih-alih berkacamata hitam, mereka mengenakan kacamata berlensa bening-teduh yang berpadu perangkat komunikasi. Stelan kasual berwarna gelap mereka kenakan, sementara Rahadi hanyalah berkemeja santai. Pelayan perempuan yang sedang jadi kesukaannya, bergelayut manja pada lengan kanan. Saat seorang dari Penjaganya yang berpostur layaknya personil Angkatan Laut mengangguk, barulah Rahadi melangkah tanpa pedulikan apapun. Bahkan menerobos begitu saja protokol pemeriksaan undangan yang sangat Magdeléne prioritaskan. Sedikit senyum culas darinya pasti menggetarkan, kalau tak sampai membuat jantung menggigil.

"Alaric mengundangku, teman bisnisnya."

Begitu sahut Rahadi sewaktu seorang Asisten Magdeléne bertanya. Asisten itu sempat mematung pucat sebelum mengangguk canggung mempersilakan Rahadi dan rombongannya masuk. Matanya terus mengikuti sampai punggung Rahadi tak lagi terlihat. Baru saat itu, tergesalah Asisten Magdeléne tersebut mencari Nyonya Rumah guna melaporkan hal kecil yang tiada terduga. Semua tahu, Rahadi Busro tidak pernah diterima lapang dada oleh keluarganya sendiri. Paling-paling hanya Jatmiko Dirdja yang terkadang terlihat berbincang dengannya sore-sore di kedai Paul. Yang mereka pilih karena mengundang memori masa kecil. Keduanya menggemari kue wortel. Dan rasa kue wortel Paul paling mendekati rasa kenangan dari camilan yang dulu dibuat nenek Dirdja.

Tiba-tiba terdengar denting bersahutan yang nyaris serempak. Tak terelakan, mereka saling mengedarkan pandang pun saling menghindar untuk bersirobok mata. Helaan nafas dan kehati-hatian yang kikuk muncul pada mereka yang meraih gawai canggih masing-masing. Telah berminggu RSVP tak berikan kabar, sampai muncul spekulasi telah diberangus pihak tertentu. Kini, malah hadir mengejutkan siapapun yang berdiri di sudut-sudut rumah utama keluarga Dirdja. Sekaligus menguak sedikit jati diri para Pelanggan aplikasi tersebut. Seperti terduga sebelumnya, RSVP memang awam bagi kalangan mereka. Tentu saja bukan undangan berpesta di Rumah Minum atau Klab Malam yang menjadi perhatian kelompok orang-orang ini.

Into You [F I N]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang