Delapan Belas: Tak Harus Terjadi

2.2K 196 51
                                    


Alaric tidak menikmati musiknya. Faithless seakan membuatnya benar-benar hilang keyakinan. Ia jarang menyambangi CUE karena memang bukan gayanya berbagi kegemaran serempak orang-orang seperti ini. Alaric lebih suka duduk-duduk di sofa, bengcengkrama bersama kenalan sambil mempersilakan semua memilih minuman kesukaan. Musik yang dimainkan DJ atau bands hanyalah latar belakang bunyi bagi aktifitasnya. Jika ia tak suka, akan ia panggil Manajer Operasional dan menyumpahinya sejenak sebelum meminta musisi –baik DJ ataupun bands, memainkan lagu yang ia atau gadisnya inginkan. Sesederhana itu saja.

Jadi, CUE yang punya nama besar di kalangan para penggemar musik bukanlah ekosistem yang menyenangkan baginya. Beberapa kenalan yang tahu benar siapa dia mengerutkan kening sebelum menyapa. Ada satu kata yang selalu keluar dari mereka semua malam ini; tumben.

Tentu saja tumben, CUE dipenuhi para kolega dan teman yang kerap melirik sinis Alaric. Beberapa terang-terangan adalah orang-orang yang tidak menyukainya. Darah Alaric mulai menggelegak saat kenalan masa kuliah tertawa nyinyir menyindirnya, bertanya sedang apa dirinya nyaris depan panggung CUE yang menampilkan seorang legenda kelas dunia. Ia pasti terpancing ribut andaikata tidak melihat sosok Aisha melintas tergesa.

Muncul dari buram asap, ia yang gaunnya di atas lutut langsung membius Alaric. Kaki jenjang itu tidak bisa luput darinya. Darah yang menggelegak berganti desir hangat yang mendebarkan. Tanpa kata Alaric meninggalkan calon seterunya, batal berkonfrontasi. Malahan ia tergesa mengejar Aisha. Lantai yang dipenuhi gadis-gadis rupawan yang awalnya wangi menyulitkan langkah Alaric. Untung saja Alaric ingat, hanya Aisha yang memakai gaun dengan tassel kristal bergelantungan menghiasi punggung terbukanya. Gaun putih patah dengan aksen mata Horus safir dan keemasan itu sempurna membalut tubuh seorang perempuan cantik semampai. Alaric tahu Aisha sedang sedikit emosi, jika ia tidak salah tafsir mengenai pembicaraan Aisha dengan Jaya Emyr tadi. Maka sekarang Alaric terkejut sendiri, menjadi Penguntit Si Kaki Jenjang dengan stiletto royal green yang menggetarkan itu. Ia melihat Aisha menyelisip lihai di antara tubuh-tubuh yang nyaris berhimpitan, menuju arah muka panggung. Langkah Alaric melaun saat mendapati Aisha meraih lengan seorang lelaki. Detik selanjutnya ia mengalungkan lengannya pada leher lelaki itu.

Alaric berhenti di tempat, terkejut.

Pun lelaki itu awalnya terkejut. Namun begitu matanya mendapati wajah Aisha, ia malah tersenyum. Tangannya melingkar ke pinggang Aisha, merapatkan tubuh mereka tanpa ada kecanggungan. Membuat Alaric tidak menyadari sudah mengeraskan rahangnya terlalu keras. Pikirannya berkecamuk. Tersadar, ia tak mengenal Aisha sama sekali. Tersadar, Aisha selalu mengejutkannya, tidak pernah seperti yang ia duga.

Apakah lelaki ini Aisha kenal? Harusnya begitu karena jika Aisha hanya ingin sembarang menggoda, ada banyak yang lebih memikat sudah ia lalui begitu saja tadi.

Alaric menggerakkan punggungnya yang kaku, jengah sekaligus senang mengetahui Aisha punya sisi liar. Ia mendekat karena gusar lelaki itu mengecup sudut bibir Aisha. Yang dibalas Aisha dengan senyum menggoda,  meraih botol minum lelaki itu dan menegaknya. Lama. Membuat lelaki itu membeliak dan tertawa senang. Lalu mereka kembali merapat. Alaric berang kali ini, tanpa alasan.

Tidak, ia cukup punya alasan. Aymard.

Musik tiba-tiba berhenti dimainkan, berganti gemuruh tepuk tangan. Lelaki yang memeluk Aisha tersenyum sangat lembut. Ia memainkan anak rambut Aisha seakan seorang kekasih yang merindu. Sebuah kalimat sampai ke telinga Alaric yang sudah tiba di belakang Aisha.

I miss you, Wife. Really miss you.”

Aisha tersenyum, mungkin. Sedangkan Alaric betul-betul merasa kakinya ditanam ke lantai. Wife?

“I am sorry…” desisnya memiringkan wajah.

Tapi ciuman tidak mendarat di bibir Aisha. Seorang perempuan dengan potongan rambut miring keburu menghambur ke arahnya, langsung menjambak rambut Aisha. Ia berseru seperti sedang kesetanan.

Into You [F I N]Where stories live. Discover now