Empatpuluh Delapan: The Zeros, Rahadi dan Mama

785 124 37
                                    



Sudah berapa lama sejak panggilan terakhirnya pada Aymard? Jaya Emyr menggerutu kesal mengetahui sama sekali tidak ada respon dari sahabatnya. Setengah malas ia membuka lagi RSVP, langsung pada perbincangan yang masih belum juga terhenti semenjak dua jam lalu. Tentu saja membicarakan perihal ibu dari anak tidak sah Rahadi Busro. Ada dua nama yang mendominasi, keduanya ia kenal. Yang satu begitu lembut sebagai seorang ibu, selalu manis terhadap dirinya laksana kerabat dekat. Yang satu pernah bermasalah dengan keluarganya, lebih sering bersikap tak bersahabat tanpa ia tahu alasan lain yang bukan hal itu . Tapi kepedulian Jaya Emyr justru lebih besar terhadap Magdeléne. Mungkin karena ia tahu faktanya, dan karena jelas Magdeléne ibu dari sahabatnya.

Mata Jaya Emyr menelusur cepat. Sesekali ia memicing kesal dan berdecak memaki kala komentar-komentar menyebalkan terbaca. Atau saat nama dan isu skandal lainnya sejenak tercetus. Harapannya, salah satu jadi pengalihan, tapi tidak ternyata. Jaya Emyr menghela nafas gusar. Tentu saja. Orang-orang pada dasarnya memang senang bicarakan keburukan orang lain, mungkin membuat mereka merasa bernilai lebih baik. Dalam kasus ini, Jaya Emyr yakin orang-orang sangat antusias karena ini adalah Magdeléne Dirdja. Siapa tak kenal wanita satu itu? Sering sekali sosoknya menghiasi laman-laman gaya hidup sampai skala regional. Tak jarang pula terberitakan sebagai salah satu perempuan pengusaha yang telah mencapai kesuksesannya. Kanal gosip para socialites menempatkannya pada posisi sangat berkelas.

Dia perempuan yang mentereng sejak awal, berasal dari keluarga terhormat, punya darah Perancis dan berkerabat dengan nama-nama besar Perancis. Dengan orangtua aristokrat dan bisnis keluarga perkebunan anggur serta luxurious goods, bisa apa Magdeléne menolak perhatian publik? Terlebih parasnya memang jelita. Di masa muda, ibunda Aymard itu berada di jajaran "it girls". Dipuja, bukan ssekedar digemari.

Jaya Emyr meringis karena ingat hal itu ia dengar dari ibunya tetapi ayahnya malah mencemooh. Daud Sumanagara bersikukuh kalau posisi gadis paling dipuja itu justru dimiliki oleh ibunda Jaya Emyr. Ia tertawa geli namun berubah sinis saat mendapati ada yang menuliskan nama ibunya. Mengungkit peristiwa masa lalu, mempertanyakan keabsahan dirinya sebagai anak ayah. Isu basi, tapi selalu saja ada yang kembali mengorek karena penasaran dan ingin tahu. Biasanya, mereka-mereka yang awam. Atau para new moneys yang baru-baru saja menceburkan diri pada lingkup sosial kaumnya yang so called socialites.

"Socialites! What a shitty shit! Kalo social whores yang always need bright light sih iya! Lo pade!" gerutunya gemas sambil menunjuk layar ponselnya.

Ia mendengus dan mengomel berulang membaca percakapan yang melaju kencang tersebut. Salah seorang user dengan nomor lebih kecil darinya membuat sejenak percakapan terhenti walau hanya mengetik satu kata.

Karma.

Jaya Emyr diam dan berdecak. Membenarkan dengan masygul serta menahan diri untuk tidak mengetik makian panjang merespon perbincangan ini. Sebab terakhir kali ia terlibat percakapan, ia begitu emosional dan tak habis pikir. Siapapun yang telah membuat spekulasi mengenai ibu dari anak Rahadi Busro sudah pasti adalah orang-orang yang berasal dari lingkungannya yang tertutup. Sebagaimana fakta dirinya yang tak berdarah Sumanagara dulu hanya diketahui keluarga, sahabat keluarga, dan beberapa rekan bisnis terpercaya, sebelum Magdeléne memulai spekulasi, mempertanyakan keabsahan dirinya. Memicu bola liar perihal dirinya anak haram Myanna Winatarya dengan Daud Sumanagara menyelamatkannya dari aib.

Jaya Emyr dulu tak paham, hanya bisa menangis saja. Saat paham, memang ia marah besar dan mengutuk pemikiran absurd orang-orang. Butuh waktu lama untuk berdamai, menjadikan hal tersebut sekedar masa lalu. Masa lalu yang akhirnya membuat Jaya Emyr tidak mudah mempercayai orang-orang.

Into You [F I N]Waar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu