Duapuluh Empat: Sejoli Nan Masuk Akal

1.6K 166 7
                                    


Kesialan Alaric belum berakhir hari ini. Sebuah panggilan dari Magdeléne memperburuk perasaannya. Tanpa basa basi Magdeléne memberi tahu kalau ia harus makan malam dengan Andjani. Tidak memberi kesempatan bicara pada Alaric, menutup begitu saja panggilannya setelah berkata akan mengabari selanjutnya lewat pesan.

Maka di sinilah ia sekarang, duduk menghadap Andjani yang memandangnya malas-malas. Alaric balik mencebik padanya.

"Gue engga ngerti, selama ini gue selektif. Kenapa malah lo yang dipilih bokap gue?"

Alaric mendengus, "Salah sendiri ga cepet-cepet kawinin salah satu dari mereka!"

Andjani berjengit, "Kayaknya Tante Magdeléne salah besar kali ini. Katanya lo lebih baik dari Aymard. Ya mana mungkin!" seloroh Andjani memutar dramatis bola matanya.

"Bawel! Kalau tau Aymard emang lebih baik, kenapa lo ga maksa Om Ghiffar milih dia?"

Andjani diam, tiba-tiba menatap serius Alaric, "Jangan samain gue sama lo yang bodo, ya. Jelas udah. Tapi urusan pernikahan gue dengan keluarga lo itu bisnis! Heran gue, kok bukan Aymard yang ahli waris Dirdja! Tau gini gue ga setuju sama bokap buat penjajakan bullshit gini!" tukasnya menunjuk Alaric dengan pisau.

Alaric hanya kembali mencibir. Andjani dan mulutnya, seperti jarum rajam yang telah dipanaskan. Mereka sudah saling mengenal dari lama. Sedikit banyak ia dan Andjani sering terlibat adu mulut tidak penting tapi seringkali dia sempurna menjadi partner-in-crime. Seperti misalnya melunakkan ketegasan polisi yang menilang di Malibu karena Alaric menembus batas kecepatan, berkata pada petugas karena ia yang memaksa Alaric dengan gaya imut. Atau mengeluarkan teman kencan Alaric dari asrama. Dulu dia berkencan dengan salah satu teman Alaric. Pemuda harapan keluarga calon pewaris industri baja asal China Daratan. Pemuda yang selalu menuruti mau Andjani. Kasihan.

"Aymard masih bebas kan?" desis Andjani.

Alaric tertawa meremehkan, "You wish! Mana pernah dia bebas!"

"Oh ya? Kok kemarin gue ketemu Isabel dia bilang masih belum sama Aymard?"

Alaric memandang Andjani yang sifat tidak peduliannya kerap menyakitkan hati, "Bukan cuma Isabel yang bisa bikin Aymard jatuh cinta."

Andjani mengibaskan lengannya, "Alaaah, yang begituan paling mampir dan pergi. Dia cepet bosen kan?"

Alaric berdecak, "Lo ngomong kayak apa aja. Semisal lo sama Aymard, emang bisa lo bikin dia ga bosen?"

Andjani menghadiahkan Alaric seringai menyebalkan, "Siapa tau aja."

Alaric tertawa sedikit keras, "Sejak kapan lo ada minat sama Mardi?"

"Aymard! Siapa Mardi? Engga sopan banget sama kakak sendiri. Ih, ga perlu minat sama Aymard sih. Ya gue akui sih, Aymard emang di luar jangkauan gue. Berikut gue juga agak ngeri sama dia yang galak dan tegas gitu. Tapi daripada menghabiskan hidup bareng lo? Punya anak dari lo...iyuuuhhh! Bekasan Shafina!"

"Mulut lo tuh ya, awas aja! Mimpi lo mau deketin Aymard sekarang. Telat. Dia udah jatuh cinta sampe jadi engga waras."

"Masa? Siapa?"

"Rahasia."

Andjani menelengkan kepalanya, "Tante Magda tahu?"

Alaric mengangkat bahu, "Kenapa lo sibuk mengeluh? Lebih baik kita cari solusi supaya perjodohan kita gagal."

Andjani menatap lama Alaric sebelum menarik sudut bibirnya ke atas. Tak lama ia nyinyir berkata,

"Bodo lo ga ilang! Tak tertolong! Ini gue lagi bicarakan solusi."

Into You [F I N]Where stories live. Discover now