Dua Puluh Tujuh

Mulai dari awal
                                    

"Bagaimana para saksi? Sah?"

"Sah."

"Alhamdulillah."

Arvin melepaskan jabatan tangannya dengan Dhamin, kemudian meletakkan di atas pahanya. Ia bisa merasakan tangannya yang semakin dingin meskipun tidak dibasahi keringat. Jantungnya terus berdebar kencang bahkan ketika baru menginjakkan kaki di Semarang kemarin siang.

Setelah shalat isya' berjamaah langsung dilanjutkan dengan akad nikah, baru keesokan harinya disusul resepsi. Meskipun Arvin memahami bagaimana pernikahan yang sesuai syari'at, tetapi ia belum sampai mengharuskan untuk menerapkannya. Karena yang ada di pikirannya, setidaknya tidak terlalu berlebih-lebihan dan melupakan tujuan menikah itu sendiri, Arvin berpikir tidak masalah.

Tetapi siapa sangka jika dari pihak keluarga Haifa berusaha benar-benar menerapkan pernikahan syar'i yang sesuai. Arvin yang sebelumnya merasa tinggi hati karena hafalan dan materi yang ia punya, mendadak ciut ketika mendengar setiap penuturan orangtua Haifa mengenai konsep pernikahannya. Arvin masih bisa mengingat dengan detail karena terlalu terharu dan sangat bersyukur bisa diberikan keluarga baru yang mementingkan akhirat jauh di atas kehidupan dunia.

Tamu undangan untuk laki-laki dan perempuan diberi sekat, jangan lupakan kuade untuk pengantin yang juga terpisah. Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi ikhtilath, seperti bercampur baur antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram, saling memandang satu sama lain tanpa tahu harus menundukkan pandangan.

  قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ۚ ذَٰلِكَ أَزْكَىٰ لَهُمْ ۗ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ  

"Katakanlah kepada laki-laki yang beriman, 'Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara ke-maluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat'." (QS. An-Nuur : 30)

  نِّي لاَ أُصَافِحُ النِّسَاءَ، إِنَّمَا قَوْلِيْ لِمِائَةِ امْرَأَةٍ كَقَوْلِيْ ِلامْرَأَةٍ وَاحِدَةٍ.

"Sungguh, ditusuknya kepala salah seorang di antara kalian dengan jarum dari besi lebih baik baginya daripada dia menyentuh wanita yang tidak halal baginya."

Syaikh Ibnu Baaz rahimahullaah berkata, "Di antara perkara munkar yang diadakan manusia pada zaman ini adalah meletakkan pelaminan pengantin di tengah-tengah kaum wanita dan menyandingkan suaminya di sisinya, dengan dihadiri wanita-wanita yang berdandan dan bersolek. Mungkin juga yang menghadiri adalah kerabat pengantin pria dan wanita dari kalangan laki-laki.

Orang yang memiliki fitrah yang selamat dan kecemburuan terhadap agama akan mengetahui kerusakan yang besar dari perbuatan ini, dan memungkinkan kaum pria asing melihat para pemudi yang bersolek, serta akibat buruk yang dihasilkannya. Oleh karena itu, wajib mencegah hal itu dan menghapuskannya..."

Termasuk musik, baik berupa alat musik, lagu atau nyanyian atau panggung hiburan, keluarga Haifa sama sekali tidak menganjurkan.

Musik dalam pandangan Islam hukumnya haram. Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda: 

  يَكُوْنَنَّ مِنْ أُمَّتِي أَقْوَامٌ يَسْتَحِلُّوْنَ الْحِرَ وَالْحَرِيْرَ وَالْخَمْرَ وَالْمَعَازِفَ، ...

"Sungguh, akan ada di antara ummatku beberapa kaum yang menghalalkan zina, sutera, khamr, dan alat-alat musik."

Demikian juga lagu dan nyanyian, dalam syari'at Islam hukumnya haram. Allah 'Azza wa Jalla berfirman:

SEQUEL HAIFA ON PROCESSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang