Dua Puluh Enam

83.1K 6.7K 457
                                    

Sebenarnya kemarin pertanyaanku aneh ya? Tanya mau up pagi, siang, sore, ATAU malam, yah pasti pilih yang paling cepet dong. Malah banyak yang bilang nggak perlu sering-sering, cukup pagi, siang, sore, DAN malam.

Yah, udahlah ya. Namanya juga iseng, sebut saja keisengan yang aneh.

Bacanya pelan-pelan aja ya biar nggak cepet abis :"

🌸🌸🌸


Cobaan datang silih berganti, tandanya Allah sedang menguji bagaimana caramu menghadapi kehidupan yang hakiki.

***

Haifa merasakan kakinya sudah mati rasa. Ia bahkan baru menyadari jika tidak terlalu hafal jalan menuju poliklinik—efek Haifa yang kurang pergaulan dan tidak menyukai eksplorasi kampus.

Di antara semua hal yang dilupakan Haifa, yang paling parah ialah mengenai ponselnya. Ia bahkan tidak mempunyai pikiran barang sedetik pun untuk menggunakan ponselnya menghubungi Arvin, atau orang lain yang berhubungan dengan laki-laki itu seperti Arvan.

"Hahh.. Haah." Haifa mengatur napasnya. Ia merasakan tenggorokannya mulai kering.

Haifa melirik ragu pada antrian panjang di dalam poliklik. Ia ingin bertanya, tetapi tidak tahu harus bagaimana memulai. Kemudian seolah mendapatkan pertolongan, Haifa menemukan seseorang yang sama dengan yang ia temui beberapa saat lalu di dekat taman kampus.

Haifa ragu ingin menghampiri, ia tidak mempunyai keberanian yang cukup. Namun, ketika menyadari laki-laki itu hendak menyalakan motor, Haifa tidak mempunyai pilihan lain selain mengumpulkan keberaniannya.

"Permisi."

Laki-laki yang baru Haifa tahu bernama Rifqi—terlihat dari nametag PDH BEM yang dikenakan. "Ya?"

"Emm.. maaf, Arvin di mana ya?" tanya Haifa ragu-ragu.

Rifqi mematikan mesin motornya supaya bisa mendengar dengan jelas perkataan Haifa. "Kenapa ya?"

Haifa menelan ludahnya susah payah. "Kalau boleh tahu Arvin di mana?"

Rifqi tentu mengetahui siapa Haifa, meskipun tidak mengenal secara personal. Tetapi karena penampilan Haifa yang berbeda, tanpa diketahui oleh Haifa sendiri, perempuan itu cukup dikenal penghuni kampus. "Oh, dia dialihin ke rumah sakit soalnya di sini nggak memadai."

Haifa merasakan jantungnya seperti ditikam. "Arvin nggak apa-apa 'kan?"

"Nggak tahu, ini juga gue baru tahu dan mau lihat ke rumah sakit."

Bola mata Haifa bergerak tidak beraturan. Ia cemas mengenai kondisi Arvin. Banyak pertanyaan yang berkelebat di pikiran Haifa.

Bagaimana bisa Arvin kecelakaan ketika kurang satu bulan pernikahan mereka? Apa laki-laki itu terluka parah? Dan yang paling penting, apa Arvin baik-baik saja?

"Haifa."

Haifa mencari asal sumber suara yang memanggil namanya. "Arvan."

"Ngapain di sini?" Arvan melongokkan kepalanya dari dalam mobil.

Belum sempat Haifa menjawab, Rifqi terlebih dahulu menyelanya. "Kok lo di sini? Arvin gimana?"

"Gue balik kampus dulu, mau ngumpulin tugas," jawab Arvan.

"Terus Arvin?"

"Udah ada nyokap gue." Arvan mengalihkan pandangannya sekali lagi menatap Haifa. "Mau ke Arvin?"

SEQUEL HAIFA ON PROCESSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang