Dua Puluh Satu

86.6K 7.1K 639
                                    

Narasinya dibaca juga ya jangan diskip biar ngena. Alurnya juga maju mundur, semoga nggak pada bingung.

⚠ BAPER

🌸🌸🌸


Kami tidak melihat ada solusi bagi sepasang insan yang saling jatuh cinta selain menikah.

(HR. Ibnu Majah)

***

Tidak seperti hari biasanya, hari ini Haifa berangkat ke kampus dengan hati yang berdebar kencang, lebih kencang ketika ia harus memberikan proposal CV ta'arufnya pada Arvin. Haifa tiba-tiba merasa gugup memikirkan kemungkinan akan bertemu dengan laki-laki itu meskipun secara tidak sengaja.

Arvin berhasil membuat Haifa tidak bisa tidur semalaman. Curang sekali, pikirnya.

"Arvin datang sendirian. Waktu itu ayah sama ibu baru pulang dari luar, lihat ada laki-laki di depan gerbang. Terus Arvin ngenalin diri sebelum ayah ajak masuk, nggak tahu kenapa ayah ikut deg-degan hahaha."

Haifa berusaha mengontrol ekspresi wajahnya meskipun tidak akan terlihat orang lain. Tetapi tetap saja pipinya terasa linu karena terus menahan senyum. Ia tidak akan bertanya bagaimana Arvin bisa tahu alamat rumahnya karena memang sebelumnya sudah Haifa cantumkan di CVnya.

"Gimana Arvin menurut Ayah?" Haifa bertanya malu-malu melanjutkan pembicaraannya di telepon dengan Dhamin, ayahnya.

"Anaknya baik, ramah, meskipun kelihatan gugup tapi dia memang paham ilmu agama dari cara menjawab setiap pertanyaan ayah, malahan lebihnya banyak banget."

"Oh ya? Emm.. Memang Ayah tanya apa?"

"Rahasia dong. Kepo kamu."

"Ayah yang bener ih."

"Hahaha. Rahasia ayah sama Arvin, kalau kamu jadi sama dia nanti tanya aja kalau sudah menikah."

Haifa merasakan pipinya memanas. "Ayaah."

"Hahaha, Arvin ganteng ya anaknya, pantesan kamu kecantol begitu."

Haifa meringis malu. "Siapa yang bilang? Kak Ulfa ya?"

"Siapa aja boleh hahaha. Tapi ganteng aja nggak cukup loh ya? Ayah cari menantu yang memikirkan akhirat, bukan yang hanya terlarut dengan kesenangan dunia."

Tidak ingin terlambat, Haifa lebih memilih melanjutkan perjalanannya ke kampus daripada memikirkan sesuatu yang membuat hatinya semakin dalam pengharapan. Sebelum ada ikatan yang SAH, lebih baik ia tetap menjaga hatinya dari yang tidak halal.

Mendekati fakultasnya, Haifa menolehkan kepalanya ke kanan sedikit. Ia menemukan Farzan tengah mengikutinya. Haifa tidak bisa mengelak jika benar-benar merasa risih. Apa yang sebenarnya laki-laki itu mau darinya?

Tau deh.

Haifa lebih memilih berpura-pura tidak menyadari keberadaan Farzan, tidak ingin membuat dirinya sendiri atau laki-laki itu terjebak dalam ketidaknyamanan. Ia justru mengingat perlakuan Arvin beberapa hari lalu ketika masih dalam suasana MTQ yang juga melakukan hal yang sama dengan apa yang dilakukan Farzan saat ini.

Arvin lagi 'kan?

Lebih dekat lagi dengan fakultas, Haifa masih menyadari Farzan mengikutinya. Padahal fakultas laki-laki itu harusnya belok kanan, bukan justru berjalan lurus seperti dirinya. Kemana pula motor Farzan?

Ah, mungkin mau ada urusan lain.

Sepertinya Haifa terlalu percaya diri, tidak memirkan kemungkinan-kemungkinan lain yang akan Farzan lakukan. Misalnya seperti pergi ke perpustakan pusat atau gedung rektorat yang memang dekat dengan dengan fakultasnya.

SEQUEL HAIFA ON PROCESSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang