Delapan Belas

74.5K 6.3K 147
                                    

⚠ Part ini lebih pendek dari part sebelumnya, mohon dimaklumi.

🌸🌸🌸

Aku membentangkan jarak bukan bermaksud untuk menjauh, bukan pula untuk bersikap acuh, tetapi untuk menjagaku dan dirimu.

***

“Kenapa?”

Shinta cengengesan saat Arvin sudah mendekat, “Nggak apa-apa, nyapa doang.”

Arvin memandang dengan penuh tanya, ia yakin sebelumnya mendengar dengan jelas teriakan Shinta yang mengatakan Haifa mencarinya. Arvin mengalihkan pandangannya ke arah Haifa yang berdiri menyerong ke arah Shinta dan menatap ke segala arah, mengabaikannya yang jelas-jelas tidak jauh darinya.

Kenapa jadi kelihatan menggemaskan kalau begini?

Hari ini Haifa memakai gamis hitam, jilbab segi empat berwarna biru tua yang tertutupi oleh niqab hitam. Arvin menggelengkan kepalanya sekilas, kenapa pula ia jadi memperhatikan apa yang sedang dikenakan Haifa.

“Yaudah.” Arvin berkata asal, kemudian berlalu pergi melewati Haifa yang sedari tadi tidak menatapnya sama sekali.

Haifa memandang kepergian Arvin yang mulai menghilang pada belokan koridor. Setelahnya ia menunduk sembari menggigit bibir bawah bagian dalamnya sebagai pengalihan rasa sakit di hatinya.

“Lo nggak apa-apa?” tanya Shinta.

Haifa hanya menggeleng pelan.

“Kenapa? Gue ngelakuin sesuatu yang salah ya?”

“Enggak kok.”

“Gue bercanda beneran tadi, jangan marah ya?”

“Enggak, siapa yang marah coba?”

Shinta memberikan tatapan sungkan. “Emm.. yaudah ini jadi mau kemana?”

“Perpus aja yuk!”

***

“Assalamu’alaikum.”

“Wa’alaikumsalam.”

Haifa mengedarkan pandangannya untuk mencari teman satu divisinya, dan menemukan Kanzia dan Nazla yang melambai ke arahnya.

“Kak Haifa, sini!”

Saat ini sedang diadakan breafing untuk acara MTQ besok. Mereka duduk membentuk lingkaran besar dekat gazebo rektorat yang tidak jauh dari Fakultas Ilmu Administrasi. Haifa sedikit terlambat karena pulang terlebih dahulu ke kos, dan baru kembali setelah shalat ashar.

Haifa memandang ragu tempat duduk yang disisakan di samping Kanzia, yang menjadi masalah bukan karena duduk di samping Kanzia, melainkan sebelah kanannya yang sudah diduduki Arvin dengan tenang.

“Agak ke sana,” bisik Arvin. Ia memukul paha Arvan di sebelahnya.

Arvan menatap sekilas ke arah Arvin dan Haifa, kemudian tanpa kata langsung menggeser duduknya sesuai dengan arahan kembarannya itu.

SEQUEL HAIFA ON PROCESSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang