Nyut!

Bunyi apa ya tadi? Arvin tidak salah baca 'kan?

Pertama kalinya mendapat pesan dari Haifa melalui jalur pribadi. Dan ia dikejutkan dengan kalimat-kalimat yang seolah menikam jantungnya.

Arvin tidak mempunyai penyakit parah apapun, tetapi kenapa sekarang tangannya bergetar? Ia berniat membalas pesan dari Haifa, tetapi justru tertekan tombol kembali di ponselnya.

Seolah sedang bersekongkol untuk membuatnya kalah, group ta'aruf yang berisikan Arvin, Arvan, Haifa, dan Ulfa memunculkan pemberitahan baru.

Haifa Saqeenarava Left

Ulfa Nafisah Left

Bolehkah Arvin tertawa untuk menyembunyikan luka di hatinya yang timbul karena ulahnya sendiri?

Arvin lebih memilih keluar dari kamar dan membuka pintu kamar sebelahnya. Di sana, Arvan menatapnya dengan membawa ponsel di tangannya. Kembarannya itu pasti sudah bisa menebak apa yang sedang terjadi sekarang.

"Van," lirih Arvin.

"Haifa pc lo?" tanya Arvan.

Arvin mengangguk dengan lesu. "Padahal gue udah janjian ketemu sama kakaknya yang ada di Jakarta, tapi—" Ia tidak mampu melanjutkan perkataannya.

"Coba lo hubungi kakaknya aja," saran Arvan.

"Hah?" Dengan linglung Arvin langsung berlari keluar kamar Arvan.

Arvan yang melihat tingkah Arvin yang tidak seperti biasanya itu hanya mampu mengerutkan kening tidak mampu memahami. Namun, beberapa detik kemudian terjawab ketika kembarannya itu kembali lagi dengan ponsel di tangannya, jangan lupakan dengan bantingan pintu kamarnya yang terdengar nyaring.

Arvin berjalan di hadapan Arvan yang sedang bersandar di kepala kasur. Berulang kali membuat gerakan putaran ke kanan dan kiri dengan ponsel yang menempel di telinga kanannya.

"Duduk!" geram Arvan.

"Hah? Oh iya."

Nah 'kan, sepertinya Arvin benar-benar kalut saat ini.

"Assalamu'alaikum." Arvin kembali berdiri setelah duduk tidak lebih dari lima detik.

"Wa'alaikumsalam." Suara Rudi terdengar di seberang sana.

"Mas, saya—" Arvin tidak tahu harus mengatakan apa, ia bahkan tidak tahu alasannya menelpon kakak ipar Haifa ini. Yang ia inginkan hanya meluruskan dan melanjutkan prosesnya bersama Haifa.

"Kenapa? Besok nggak jadi 'kan? Udah dihubungi Haifa 'kan?"

"Saya masih mau bertemu sama Mas. Saya juga ingin menjelaskan mengenai kesalahpahaman yang membuat Haifa tidak ingin melanjutkan ta'aruf kami," sela Arvin cepat.

"Gimana ya Vin? Bukan kuasa saya, meskipun di sini saya yang menjembatani, tetapi semua keputusan kembali lagi ke Haifa."

"Kalau begitu izinkan saya menjelaskan, setelah itu Mas bisa memutuskan apa saya masih layak untuk dipertimbangkan atau tidak."

"Aduh! Saya jadi ikut bingung."

"Mohon maaf sebelumnya sudah menganggu waktu Mas Rudi. Kalau perlu apa saya harus mengunjungi Mas di hotel sekarang?" Tidak mempedulikan jarum jam yang menunjukkan pukul setengah sembilan malam, Arvin mengajukan saran.

"Nggak bisa, kamu nggak lihat ini sudah malam?"

Arvin yang sedari tadi tegang, kini justru terlihat lebih tegang ketika mendengar suara perempuan yang menggantikan suara Rudi.

SEQUEL HAIFA ON PROCESSWhere stories live. Discover now