Part 28

2.7K 160 10
                                    

Windi pov

Setelah pulang dari kampus, alangkah kagetnya saat kedapatan kak adel di ruang tamu ditemani mamah gue. Sejak kapan dia bertamu? Kenapa tau rumah gue? Ada apa sampe nyamperin ke sini, kota kembang ini? Mereka ngomongin apaan ya? Aduh jadi cemas gini.

Kak Adel berdiri begitu menyadari gue dateng. Wajahnya tegang kaya bocak SD ketauan nonton bokep.

Entah apa yang ada di pikirannya, mungkin dia ingin meminta maap atau menjelaskan atas semua sikapnya itu, atau ada hal seputar magang yang belum terselesaikan? Ah, kalo emang masalah kerjaan pasti bukan kak Adel yang ke sini, melainkan pak Aris.

"Yaudah permisi" mamah melipir.

Kami berdua duduk di kursi yang berbeda. Gue tatap kak Adel yang menenggak teh yang mungkin dibuatkan oleh mamah gue.

"Sekali lagi minta maap. Gue memang salah, saat itu out of control. Bukan bermaksud. Kalo emang lu belom bisa maapin gue sih ya maklum....dan...kalo dengan menjauhi adalah bentuk dari hukuman elu, gue ikhlas kok."

Kata demi kata yang ia rangkai terdengar begitu tulus. Tapi sikapnya saat itu bener2 menyakiti hati gue. Ditolak dan dicampakkan setelah semuanya terjadi dan setelah kenangan tergambar dipikiran. Memang mulutmu adalah harimaumu dan mungkin harimaumu dapat menyelamatkanmu. tapi tanganmu adalah pisaumu, pisaumu dapat membunuh siapa saja bahkan harimaumu. Terkadang perlakuan jauh lebih menyakitkan daripada perkataan.

"Tunggu sebentar" kak adel melangkahkan kaki ke luar rumah, tak lama dia kembali dengan membawa bingkisan tangan. Setangkai bunga mawar yang layu? Dia meletakkan bunga cantik yang buruk rupa itu di atas meja. Apa maksudnya? Mau ngasih bunga layu sebagai pemutus hubungan? Mau enyah dari kehidupanku? Enyahlah...

"Gue beli itu pas lagi nunggu lu. Gue taro di jok berpikir lu dapet surprise seperti biasa. Sayangnya bunga kali ini tak tersentuh oleh tangan lembut itu..." tatapannya turun ke kedua tangan gue. Yatuhan...sungguh terharu. Dia masih menyimpan bunga yang seharusnya untuk gue. Harus.

"Dan gue punya satu pertanyaan. Mungkin terdengar konyol, tapi gue pengen coba aja." terdengar tawa garing menyedihkan di sela ucapannya. "Mau gak maapin gue?"

Matanya terlihat penuh harapan. Harapan semu yang ia yakini hanya mukjizat yang mewujudkannya, harapan yang hanya akan menyakiti hatinya nanti, harapan yang hanya anak kecil yang merasakannya, harapan yang ia pikir dianggap lelucon oleh orang dewasa.

Melihat tatapan matanya yang seperti itu, hati gue luluh. Mata gue pasti berkaca kaca sekarang, terbukti dengan pandangan objek yang memburam. Oke, dia punya satu jurus pamungkas lagi. Selain senyumannya yaitu tatapannya.

Pelan gue menganggukkan kepala, matanya melebar tak percaya seolah memastikan apakah gue beneran memaafkannya. Gue kasih senyuman sebagai jawabannya. Mukjizat itu datang.

Kak Adel berpindah tempat duduk di samping gue dan gerakannya seperti orang yang mau memeluk. Iya, dia memeluk gue tapi gak gue biarin kita pelukan lama. Kalo ketauan mamah takut dia curiga entar. Takut aja.

"Mmm kak beneran jadian sama mary?" tanya gue membuatnya murung. Jelas terlihat dia pengen jawab tapi bingung mau jawab apa.

"Nanti kakak jelasin." ungkapnya, setelah dia ngomong gitu, matanya jelalatan melihat sekeliling lalu berbisik "yang jelas cuma kamu di hati kakak".

Oh Tuhan... Mendengarnya berkata begitu bikin gue deg degan. Semudah itukah memaafkan dia? Tapi emang gak bisa boong, ada perasaan sumringah juga lega akhirnya dia mengakui perasaannya. Gue merasa udah selangkah mendahului mary. Ditambah melihat senyumnya membuat kepercaya-dirian gue bertambah. 

Kamu Kamu (GXG)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang