48. Karena kita adalah teman

1.8K 73 0
                                    

Masih diambang pintu kelas, Patrick sudah tersenyum ketika menatap Rania yang sedang duduk sambil berbincang serius dengan Elsa. Masih dengan ransel yang di gantungkan di bahu kanannya, Patrick segera menghampiri Rania.

"Morning, sayang." Sapa Patrick pada Rania.

"Jadi gue bisa minta tolong sama ibu Maria buat nagih uang ke guru-guru. Gue rasa ibu Maria juga bakal lakuin dengan sukarela." Ucap Rania pada Elsa.

Elsa mengangguk cepat. "Nanti gue yang nagih di kelas. Kalau mereka gak nyumbang, nanti gue tabok satu-satu." Gurau Elsa. Rania tertawa, "good idea."

Patrick menatap kedua cewek di depannya ini bingung. Sedari tadi mereka hanya mengabaikan kehadiran Patrick. Maka cowok itu menepuk meja Rania kuat. Berharap Rania dan Elsa akan melihat ke arahnya.

"Jangan ganggu, ini lagi bicara serius." Timpal Rania tanpa melihat ke arah Patrick.

Patrick menghela nafasnya, baiklah, dia akan menunggu sampai Rania selesai berbincang dengan Elsa.

"Tapi nanti kalau ibu Maria nanya buat apa duitnya, lo bakal bilang apa?" Tanya Elsa.

Rania menghembuskan nafasnya, "ya gue bakal jujur aja. Toh kan juga buat bantu teman."

Elsa mengangguk paham. "Ya udah lo pergi ke ibu Maria sekarang. Gue bakal nagih di kelas. Lo kan akrab sama bu Maria, pasti dia bakal ngertiin lo."

"Hmm," gumam Rania sambil berdiri. "Patrick?, sejak kapan disini?." Tanya Rania ketika menyadari bahwa Patrick sedang berdiri di depan mejanya.

"Udah dari tadi. Tapi lo malah sibuk sama yang lain. Gak tau apa, kalau menunggu itu melelahkan?" Tanya Patrick yang tiba-tiba baper.
   Rania menahan tawanya, "oh ya udah maaf sayang. Kan gak tau kalau lo disini. Mau ikut gue gak?" Tawar Rania. "Kemana?" Tanya Patrick.

"Ruang guru."

"Maunya ke hati lo."

Rania mendesah sambil memutar kedua bola matanya. "Ya udah gue pergi sendiri aja." Ucap Rania lalu berjalan keluar dari kelas. Patrick berlari mengikuti Rania, "wait, ikut kok."

Elsa tersenyum ketika melihat sepasang kekasih itu. Kemudian dia lalu berjalan ke depan kelas.

"Teman-teman, mohon perhatiannya." Ucap Elsa nyaring membuat semua siswa kini melihat ke arahnya. "Perlu kalian tau dulu, kalau teman kita, Adit butuh bantuan kita saat ini. Papa Adit bakal di operasi dan membutuhkan dana yang cukup besar. Gue rasa, kalian bisa ngerti, kalau kita sebagai teman harus saling membantu. Mungkin kalian juga tau kalau selama ini gue jahat sama dia, karena itu gue pengen kita dapat bekerja sama. Papa Adit menderita sakit tumor. Gue tau hal ini dari Rania yang gak sengaja ketemu Adit di RS. Kita disini sebagai keluarga Adit. Meski emang gak sedarah daging. Tapi gue juga percaya kalau kalian punya hati nurani sebagai manusia untuk membantu Adit. Gue tau mungkin kalian bakal bilang kalau gue sok drama karena gue juga suka barentam sama Adit. Tapi jujur gue nyesel, karena itu gue pengen lakuin ini. Mungkin kalian tau kata pepatah, lebih baik memberi daripada menerima." Jelas Elsa lugu. Semua tercengang, ini bukan Elsa yang biasanya.

Satu per satu siswa mulai maju dan menaruh uang mereka di atas meja. Elsa tersenyum ketika melihat hal itu.
    Bahkan Andro yang juga salah satu musuh Elsa datang dan menaruh uang di meja. Ujung bibir Andro terangkat, dia menatap Elsa sekilas lalu kembali di bangkunya.

"Sebenarnya ini jajan Jojon, di kasih papi. Tapi Jojon kasih aja deh. Banyak memberi banyak berkat." Ucap Jojon--siswa berbehel dengan kulit cokelat gelap.

Elsa tersenyum manis sambil mengangguk. "Makasih, Jon."

Semua siswa sudah menaruh uang di atas meja. Elsa mengeluarkan uangnya yang berjumlah Rp.100.000. Tetapi dia kemudian memasukkan uang itu kembali ke sakunya. Gue nanti aja. Batin Elsa.

Elsa kembali melihat ke arah teman-temannya. "Makasih banyak teman-teman." Ucapnya lalu tersenyum manis.

Tiba-tiba Adit datang dan langsung menarik tangan Elsa dengan kasar. Elsa berusaha menarik tangannya, "Dit, apaan sih!"

Adit tidak merespon dan terus menarik tangan Elsa. "Dit, sakit, tangan gue. Lepasin!"

Adit menghempaskan tangan Elsa dengan kasar. Kini mereka sudah berada di depan gudang Sekolah. Nafas Elsa sempat tidak teratur karena berbicara sambil di tarik tangannya. "Apa maksud lo?" Tanya Elsa dengan dada yang naik turun.

Adit mendecih. "Apa maksud lo?, lo nanya apa maksud lo?, gue yang seharusnya nanya apa maksud lo!" Bentak Adit membuat Elsa sedikit takut. Baru kali ini Elsa takut pada Adit.

Adit memegang kuat kedua bahu Elsa. "Kenapa lo mau bantu gue?, lo udah nyesel sama kelakuan lo sama gue selama ini?, hah?!. Ingat ya Sa, gue gak pernah minta bantuan sama sekali!, gue gak sudi nerima bantuan dari cewek sombong kayak lo!. Ngerti?" Tanya Adit dengan dagu yang mengeras.

Elsa merasakan kedua bahunya sakit karena di remas oleh Adit. Tapi lebih sakit karena kata-kata Adit yang menohok hatinya. Mata Elsa memanas. Elsa menghela nafasnya yang terasa tertahan di tenggorokan. "Iya, gue pengen bantu lo. Gue pengen bantu lo bukan hanya karena gue selalu bikin salah sama lo. Tapi karena lo teman gue!, lo sekelas sama gue dan artinya kita itu keluarga!. Gue tau kelakuan gue selama ini terlalu menyakitkan buat lo, karena itu tolong terima bantuan gue sama teman-teman!. Dengan begitu gue bisa lega. Mungkin gak gampang buat lo maafin gue, tapi gue mohon terima bantuan teman-teman, demi papa lo. Setidaknya lo bisa menyampingkan amarah lo sama gue, dan pentingkan dulu papa lo. Karena seorang papa lebih berharga dari apapun." Ucap Elsa dengan suara parau.

Adit menatap manik mata Elsa tidak suka. Dia lalu melepas kedua bahu Elsa sehingga cewek itu sedikit terundur.

"Mudah bagi lo maafin seseorang yang lo benci. Tapi gak bagi gue, Sa." Ucap Adit dingin lalu berjalan meninggalkan Elsa.

Elsa menatap punggung Adit yang semakin detik semakin menjauh. Tangisannya pecah saat itu juga. Elsa segera menjongkok dan menekan dadanya yang terasa sakit. Bahunya bergetar hebat, baru kali ini Elsa menangis karena seorang cowok.
    Seseorang berjongkok di depan Elsa, membuat cewek itu perlahan mengangkat kepalanya.

"Dion," gumam Elsa serak.

Dion mengusap airmata Elsa lembut. "Setidaknya lo udah mencoba. Tentang terima atau ditolaknya kebaikan lo yang kasih, itu tinggal tergantung dari hati orang tersebut."

Elsa hanya diam, berusaha mencerna perkataan Dion barusan. Dion benar, Elsa sudah mencoba. Hanya saja, Elsa sedih bahwa faktanya Adit membenci dirinya.

***

Semua akan lebih indah jika saling memafkaan.

Just Not Mine (Selesai)Where stories live. Discover now