26. Nasehat Dion (2)

2K 93 0
                                    

Rania termenung dibangkunya. Padahal Sekolah sudah istirahat 15 menit yang lalu. Tetapi Rania sama sekali tidak ingin kemana-mana, dia tidak ingin bercerita, pergi ke perpustakaan, atau apapun. Rania hanya ingin sendiri. Dia kecewa, dia ingin menangis, tapi air matanya tidak bisa keluar karena ini terlalu sakit. Seharian ini Patrick tidak menyapanya. Dari tadi pagi sampai istirahat ini. bahkan menatapnya sama sekali tidak. Apa yang terjadi dengan Patrick?, mana Patrick yang kemarin menggodanya, mana Patrick yang selalu membuat getaran aneh dalam hatinya. Apakah Patrick tidak benar-benar mencintainya?, apa Patrick menembaknya kemarin hanya karena kasihan terhadap dirinya?, jika itu benar maka Rania lebih baik tidak mengharapkan Patrick. Seharusnya Rania tahu kalau hati Patrick hanya untuk Bunga.

***

"ada yang menarik disana?" Tanya Dion ketika melihat Patrick sedang menatap ke arah luar jendela.

"Gak mood" ucap Patrick tanpa menengok pada Dion.

"Yaudah makan nih somay lo udah mau dingin, kasian, aaaaaaa" Dion membuka mulutnya sambil menyodorkan somay tersebut didepan mulut Patrick.

Patrick masih menatap ke luar jendela. "Lo aja."

Dion menghela nafas. Tanpa sadar Dion sudah seperti seorang ibu yang membujuk anaknya untuk makan. "gue makan nih ya, awas lo marah-marah karena somaynya udah abis. Lagian napa sih dari tadi murung muluk. Abis putus cinta lo?," tanya Dion sambil mengunyah somay milik Patrick.

"Lo tau Di, gue semalam mimpi tentang Bunga" ucap Patrick kalem. dan itu bukan jawaban atas pertanyaan Dion.

"Gimana mimpinya?" Tanya Dion penasaran.

"Gue ketemu dia dipantai, terus dia marah karena gue udah sama orang lain." singkat, padat, jelas. Patrick malas bicara banyak saat ini makanya dia tidak menceritakan mimpinya secara terperinci pada Dion.

Dion kemudian tersadar akan sesuatu yang mengganjal, "lah emang lo udah sama siapa sekarang?"

Patrick menghela nafas dengan berat. "Rania. Gue sama dia baru jadian kemaren. Dan hari ini gue cuekin dia. Bahkan gue gak nyapa dia seharian ini. Menurut lo, gue jahat ya?" Tanya Patrick tanpa dosa membuat Dion menginjak kaki Patrick. "Awww sakit, bangke lo!" Protes Patrick sambil membungkuk memegang kakinya.

"Udah tau salah sih malah nanya. Coba deh lo pikirin lagi gimana lo kalau dibuat gitu sama Bunga. Sakit hati kan lo?, minta maaf sana!, anak orang tanggung jawab!" Desak Dion.

Patrick meringis. "Lo bilang gitu kayak gue hamilin dia aja. Lagian ini karena mimpi gue semalam. Nanti bentar gue bicara sama dia." Ucap Patrick enteng.

"Pat, sebenarnya lo gak boleh labil terus kayak gini. Kasian Ranianya, gue tau lo mungkin masih harepin Bunga balik. Tapi hargain Rania, gimanapun lo juga harus tanggung jawab. Rania gak pernah maksa lo buat nembak dia, lo sendiri yang nembak dia. Karena itu perjuangin apa yang udah lo dapat. Perjuangin yang nyata sayang sama lo, perjuangin dia yang selalu ada buat lo, bukan dia yang gak ada buat lo. Ya gue bilang gini bukan berarti gue bilang Bunga gak sayang sama lo atau gak ada disamping lo. Tapi, kenapa lo gak coba buka hati lo sama yang lain?, siapa tau nyaman. Gue pikir Rania orang yang tepat buat lo kasih kesempatan. Sisipin ruang dihati lo buat orang lain yang mampu bahagian lo. Jangan terlalu tenggelam sama kenangan orang di masa lalu. Gak baik." Jelas Dion panjang lebar.

Patrick merenung dengan apa yang dikatakan oleh Dion tadi. Ada benarnya juga. Selama ini dia tidak melihat pada orang yang selalu ada untuknya, dia hanya melihat pada orang yang bahkan sudah tidak di sampingnya.

Kenapa gue gak sadar yaa. Patrick membatin.

"Gue ragu Di," ucap Patrick serius.

"Ragu apa?," tanya Dion.

"Gue ragu jangan-jangan lo turunan Mario Teguh,"

Dion terkekeh,"anjir gue kira apa!"

***

Kamis, 08 Juni 2017

Just Not Mine (Selesai)Where stories live. Discover now