46. Bersama Reno

1.9K 70 0
                                    

Reno sedang bermain game plant vs zombiez di dalam kamar Rania. Tadi sehabis pulang Sekolah, Reno memutuskan untuk langsung pergi ke rumah Rania. Karena dia sudah lama tidak mengunjungi rumah Rania sekaligus rindu dengan keluarga cewek itu. Persahabatan Rania dan Reno membuat Reno sudah di anggap sebagai anggota keluarga oleh keluarga Rania.
   
Pintu terbuka, menampilkan Rania yang sedang tercengang di ambang pintu. Reno melirik Rania sekilas, "natap gue kayak gitu. Kenapa?, makin ganteng kan gue?." Tanya Reno bangga sambil fokus pada permainan.

Rania mendesah. "Sejak kapan lo disini, siapa yang ijinin lo masuk kamar gue, siapa yang suruh lo main di laptop gue, dan siapa yang bilang lo tambah ganteng. Hah?" Cerocos Rania membuat Reno mempause permainannya dan memandangi wajah cewek itu. Reno diam seakan menerawangi wajah Rania.

Dahi Rania berkerut. Dia lalu mendorong pelan kepala Patrick dengan jari telunjuknya. "Kenapa natap gue kayak gitu?, tau kok gue makin cantik." Giliran Rania yang sok geer.

Reno terkekeh pelan, "yeuuuu siapa juga yang bilang lo cantik."

"Terus?" Rania menyergit di tempatnya. Reno mengambil sesuatu di bawah mata Rania, "bulu mata lo jatuh lagi, kayaknya banyak orang yang lagi kangen sama lo." Ucap Reno membuat Rania tersenyum bangga. "Iya dong!"

"Ini tanggal berapa?" Tanya Reno. Rania segera memencet tombol play di laptopnya, "buruan lanjutin gamenya, ntar kalah." Ucap Rania tidak mau membahas tentang siapa yang sedang merindukannya.
    Reno mengedikkan bahunya acuh lalu kembali bermain. Tetapi sebelum itu dia menaruh bulu mata milik Rania pada saku cewek itu. "Kata orang kalau bulu mata ditaruh di saku, bisa dapat duit." Ucap Reno membuat mata Rania berbinar. "Beneran?"

"maybe" jawab Reno sambil asik bermain.

Rania berdacak kesal. "PHP!"

"pemberi harapan pasti." Sambung Reno membuat Rania makin kesal.

Reno teringat sesuatu. "Eh, tau gak, tadi banyak yang nge invite pin gue. Padahal gak ada yang promot. Aneh kan?" Tanya Reno membuat Rania teringat ternyata tadi siang Rania memberi pin Reno pada semua yang membeli cendol. Rania menyengir di tempatnya, "mungkin ada yang promot pin lo secara diam-diam. Atau mungkin mereka cuma nebak-nebak. Oh iya, mau gue bikinin telur dadar gak?." Tawar Rania karena dia sudah merasa bersalah pada Reno.

Reno mengangguk tanpa menoleh. "Iya sana bikinin. Udah lama lo gak bikini gue telur dadar, sekalian gue belum makan siang."

Rania segera mengangguk patuh, "sipp." Ucapnya lalu segera keluar dari kamar.

Reno semakin seru dengan permainan di depannya. "Yahh, game over. Ah payahh!" Ucap Reno pada dirinya sendiri. Reno segera mengexit permainan. Merasa kesal sendiri karena sudah kalah.
     Reno kemudian menyimpan laptop Rania sesuai dengan tempat semulanya. Dia lalu menatap sekeliling ruangan kamar Rania. Reno tersenyum ketika melihat foto dirinya dan Rania yang masih memakai seragam SMP. Mereka terlihat masih imut. Pandangan Reno kemudian berganti pada benda-benda di meja belajar milik Rania. Reno lalu mendekati meja belajar cewek itu. Barang-barang Rania hampir semua berwarna biru. Karena biru adalah warna kesukaan gadis itu.

Mata Reno kemudian beralih pada suatu kertas yang tak sengaja tersisip di antara buku-buku pelajaran milik Rania. Reno penasaran, makanya dia menarik kertas itu perlahan.

Rasa penasaran Reno semakin bertambah ketika melihat tulisan paling atas dari kertas itu. Yang bertuliskan SURAT KETERANGAN DOKTER KANKER DAN TUMOR.

mata Reno terhenti pada isi dari surat keterangan itu.

Nama : Rania Putri

Umur : 16 tahun

Sakit yang di derita : kanker darah (leukimia)

Pintu terbuka, "telur dadarnya udah siap!" Seru Rania girang.

Senyum yang tadinya mengembang kini mulai pudar. Di gantikan dengan kekhawatiran. "Reno," gumam Rania lirih ketika dia melihat kertas yang sedang di pegang oleh Reno.

***

Rania dan Reno sudah duduk di ranjang. Keduanya diam. Sama-sama tenggelam dengan pikiran mereka sendiri.

"Kenapa gak kasih tau gue?," Reno yang duluan buka suara.

Rania menundukan kepalanya. "Maaf"

Reno mengalihkan pandangannya ke lain arah, kemudian kembali menatap Rania. "Jawab. Gue gak nyuruh lo minta maaf" ucap Reno kalem.

"Gue gak punya pilihan lain." Gumam Rania yang masih di dengar oleh Reno.

Reno mengela nafasnya. "Jadi kalau gue gak lihat kertas itu, gue gak bakal tau sakit lo selamanya?, lo anggap gue ini apa?, emang gue ini siapa lo?, sampai lo sembunyiin ini dari gue?, atau lo udah gak anggap gue ini seseorang yang penting buat lo?, jawab Ra--"

Rania mengangkat kepalanya, "Gue gak mau nyusahin lo juga teman-teman lain, gue gak mau lo kasianin gue karena penyakit ini, gue gak mau kalau lo sampai kepikiran sama penyakit gue, gue sembunyiin ini karena gue sayang sama lo juga yang lain, gue gak mau kasih tau kebenarannya karena ini bakal mempersulit semuanya." Air mata Rania mulai berlinang.

Reno menatap kedua manik mata Rania dengan bergantian. "Lo tau Ran, kebohongan itu kayak bola salju. Semakin lama dia berguling, semakin besar. Dan makin sulit buat di hadapin." Ucap Reno meneduhkan.
    Reno mulai mengusap air mata Rania pelan, dia lalu tersenyum. "Udah jangan nangis lagi ya, paling gak suka liat Rania nangis."

Rania yang tadinya sesenggukan, kini senggukannya mulai meredah. "Jangan kasih tau Patrick sama yang lain, ya." Pintah Rania dengan hidungnya yang sudah merah karena habis menangis.
    Reno sempat terdiam. Tetapi dia setelah itu dia mengangguk.

"Ini telur dadarnya" ucap Rania sambil menyodorkan telur dadar tersebut pada Reno. Reno tersenyum, "rasanya masih sama kayak buatan lo waktu SMP, gak ya?" Tanya Reno jail.

Rania tersenyum sambil sesekali tertawa. Dia mengambil telur dadar itu dan menyuapinya pada Reno dengan sedikit di tambahkan nasi. "Gak usah cerewet, buruan makan." Ucapnya ketika makanan sudah berhasil sampai di mulut Reno. "Kebayakan gaam" ucap Reno tidak terlalu jelas karena mulutnya penuh dengan makanan.
     Rania memukul bahu Reno pelan. "Apaaya kebanyakan garam!, gue itu bikinnya dengan sepenuh hati tau gak!." Protes Rania.

Reno terkekeh, "uhukk, uhukk." Karena mulut Reno penuh dengan makanan, cowok itu tersedak. Rania tertawa lepas di tempatnya. "Makanya kalau makan, jangan cucokk!" Ledek Rania.

Reno mendesis lalu kembali melanjutkan makannya. Ternyata masakan telur dadar Rania tidak berubah. Tetap sama. Sama seperti masakan Rania waktu SMP.

"Seminggu berapa kali pergi ke RS?" Tanya Reno.

"Dua sampai tiga kali. Emang kenapa?" Tanya balik Rania.

"Mulai sekarang pergi ke RSnya, gue yang antar." Itu bukan pinta tapi perintah.

"Tap--"

"Gak ada tapi-tapi. Siapa suruh gak jujur sama gue." Potong Reno.

Rania mengangguk pelan. "Hm, ya udah. Sekaligus gue mau hemat ongkos angkot."

***

Kamis, 22 06 17

Just Not Mine (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang