41. Rumah Sakit

2K 81 0
                                    

Masih di rumah sakit. Rania masih duduk didalam ruangan dokter Rey untuk menunggu hasil Radioterapi.
    Tiba-tiba seseorang membuka pintu. Rania menoleh pada orang itu. "Adit?" Rania menyergit di tempatnya.

Seketika hening.

Rania sedang berpikir. mengapa Adit sampai disini?. Rania segera panik, bagaimana kalau Adit tahu tentang penyakit Rania karena Adit melihat Rania berada di ruangan dokter Rey sekarang. Apa lagi dokter Rey adalah dokter ahli kanker dan tumor. Itu bahkan tertera di depan pintu ruangan dokter Rey.

"Lo ngapain disini?" Tanya Rania sebelum tadi terjadi keneningan.

"Lo sendiri?, btw dokter Rey mana?." Tanya balik Adit. Rania menunduk mengerjapkan matanya beberapa kali. Apa yang harus dia jawab?. Dia tidak mungkin menjawab kebenarannya. Rania mendapat sebuah ide. Dia segera mengangkat kepalanya dan tersenyum kaku. "Gue lagi temenin sodara. Sodara gue lagi Radioterapi di dalam." Jawab Rania tanpa kendala. "Lo sendiri?" Tanya Rania membuat Adit terlihat sedikit gelisah. "Gak ada apa-apa, sama, nemenin sodara. Yaudah, gue duluan." Ucap Adit lalu segera menutup kembali pintu.

Rania menghela nafasnya. Untung saja tidak ketahuan. Kalau ketahuan, bisa-bisa tamat riwayat Rania.

"Ada yang cari saya?" Tanya dokter Rey yang baru keluar dari ruangan terapi. Rania menengok lalu mengangguk dengan cepat. "Iya dok. Tadi ada Adit nyari dokter. Dok, itu adit kebetulan teman saya. Dia kenapa ada urusan sama dokter ya?" Tanya Rania penasaran.

Dokter Rey duduk di kursinya sambil melihat hasil Radioterapi milik Rania. "Oh Adit, memang kamu dan teman-teman kamu tidak tau kalau papa dia lagi sakit dan harus di operasi." Jelas dokter Rey membuat Rania terdiam di tempatnya. Rania tidak menyangkan kalau Adit juga sedang mengalami masa sulit.
"Memang papa dia sakit apa dok?." Tanya Rania lagi.

"Papa dia sakit tumor. Kebetulan pasien saya selama hampir satu tahun ini. Saya dengar selain sekolah, Adit juga bekerja paruh waktu di berbagai tempat. Dia bekerja untuk biaya operasi ayahnya. Anak itu baik, saya sudah lumayan dekat dengan dia. Sebenarnya saya juga kasian karena dia sudah tidak memiliki ibu. Ibunya meninggal sewaktu dia masih SD. sampai sekarang papa Adit belum boleh di operasi karena dana yang belum cukup. memang kamu teman dekat dia?." Jelas dokter Rey dan di akhiri dengan pertanyaan.

Rania tiba-tiba sedih. "Iya dok. Dia teman sekelas aku."

Rania memainkan jarinya. Ternyata dia dan Elsa bahkan teman-teman lainnya sudah salah menilai tentang Adit. Selama ini ternyata Adit sering absen Sekolah karena harus bekerja di lain-lain tempat. Adit juga sedang berada dalam kesulitan. Seharusnya Rania dan teman-temannya membatu Adit. Tapi malah sebaliknya mereka hanya berprasangka buruk pada Adit.     
   Tetapi semuanya semuanya terjadi dengan begitu saja. Sebagai manusia, Rania tidak bisa menyalakan dirinya dan teman-temannya. Karena manusia memiliki kelemahan, manusia tidak sempurna. Sebaik apapun dia, dia tetap memiliki rasa egois, angkuh, sombong juga rasa tidak puas akan segala hal. Manusia lemah, tapi ada yang ingin menjadi kuat untuk kepentingan mereka masing-masing. Ada yang ingin menjadi kuat untuk tetap bersama dengan orang yang mereka cintai, ada yang ingin menjadi kuat untuk tetap merasakan senang dan sedihnya hidup. Sekarang Rania sadar bahwa dia tidak pantas marah akan kesalahan yang sudah dia lakukan, melainkan memperbaiki kesalahan yang telah dia lakukan.

Dokter mempethatikan Rania sedang melamun. "Princes?," panggil dokter Rey membuat Rania bangun dari lamunannya. "Iya dok?" Tanya Rania.
   "Jangan lamunin Adit, nanti kalau pacar kamu tau, pasti dia marah." Gurau dokter Rey membuat Rania menyengir. "Ah dok bisa aja."

"Jadi princess,.hasil Radioterapi kamu menunjukkan kalau ada bebepa titik dimana sel-sel kanker kamu mulai hilang. Tapi ada juga beberapa titik yang menunjukkan beberapa penyebaran sel kanker baru." Jelas dokter Rey mengganti topik. Rania mengerutkan dahinya. "Terus aku gak bisa sembuh dok?." Tanya Rania khawatir.

Dokter Rey tersenyum. "Bisa Rania, kamu jangan khawatir. Selama kamu melakukan semuanya dengan baik, dokter tidak menjamin kalau kamu akan sembuh, tapi dokter percaya kamu bisa sembuh. Pernah dengar?, kalau kekuatan percaya itu mampu mengatasi segala hal. Dan tentunya juga dengan berdoa." Dokter Rey kembali mengisi hasil Radioterapi Rania ke dalam map. Lalu menatap Rania yang masih datar wajahnya.     

"Kalau kamu cemberut mulu, nanti sel-sel kankernya bakal tertawa penuh kemenangan. Memang kamu tidak ingin menang dari mereka?" Dokter Rey mulai memberi support pada Rania.

Senyum Rania mulai mengembang. Hanya tipis. "Sel kanker kamu masih tertawa" ucap dokter Rey mendorong Rania untuk tersenyum lebih manis lagi. Rania semakin tersenyum lebar. Kali ini senyumannya sangat manis. Bahkan dokter Rey ingin sekali menggemas Rania, tapi dia tahu kalau dia tidak boleh. "Kali ini sel kanker kamu udah cemberut. Mereka takut."

Tapi aku belum menang dari mereka. Batin Rania.

***

Kita tidak tahu akan waktu kita. tapi kapanpun itu, kita harus siap.

Just Not Mine (Selesai)Where stories live. Discover now