08. Airmata di ulang tahun Bunga

3K 113 0
                                    

Merry berdiri didepan pintu kamar Patrick. Lagi-lagi cowok itu membuat sepupunya pusing. Patrick tidak pergi ke Sekolah hari ini. Hampir seharian ini cowok itu mengurung diri dikamar, membuat Merry khawatir saja.

"Pat?, buka pintunya dong." Ujar Merry dari depan pintu kamar Patrick. Tak ada jawaban dari dalam kamar.

"Pat gue pengen ngomong sama lo. Ini tentang Bunga." Beberapa menit kemudian setelah Merry mengatakan hal itu, tiba-tiba saja pintu terbuka, menampilkan Patrick yang sudah lembab matanya. Sepertinya cowok itu habis menangis.

Patrick kemudian memeluk Merry, "gue kangen Bunga, Mer." Ucap Patrick dengan suara serak.

Satu kalimat yang dapat mendeskripsikan bagaimana hancurnya Patrick sekarang. Merry tersenyum sedih, dia juga ikut memeluk sepupunya itu. "Gue juga kangen Bunga, tapi kita harus terima kenyataan kalau bunga udah gak ada."

"Dia masih ada Mer. Bangkai pesawat belum ketemu, para korban juga belum ketemu, ada kemungkinan kalau Bunga masih hidup. Dia gak mungkin ninggalin gue Mer!." Bantah Patrick.

Merry melepas pelukan Patrick dan memegang kuat kedua bahu cowok itu. "Sadar Patrick!, kamu boleh cinta sama Bunga, gue tahu lo cinta mati sama Bunga, tapi itu bukan alasan buat gak ikhlasin Bunga." Ucap Merry penuh perhatian.

Patrick menggeleng pelan, "gak!, ini hari ulang tahun dia, kita selalu rayain ulang tahun dia dan dia bakal datang." Patrick mengusap wajahnya dengan kedua tangannya, "gue bisa gila Mer, gue gak mau kehilangan dia."

Merry terdiam. Semua ini benar-benar menyakitkan, kecelakaan lima bulan lalu terlalu menyedihkan bagi Patrick maupun Merry. Tetapi bagi Merry, Patrick haruslah membuka lembaran baru, dia tak ingin Patrick terpenjara dalam kepedihan masa lalu.

"Lo harus belajar ikhlasin dia, Bunga juga gak pengen lo sedih terus kayak gini."

Merry tahu, tidak mustahil bagi Patrick untuk mengikhlaskan Bunga sepenuhnya, karena itu Patrick harus menemukan cewek yang dapat menggantikan posisi Bunga.

***

Rania mencuci tangannya diwastafel. Hari yang membosankan jika tanpa Elsa. Hari ini dia juga tidak bisa melihat Patrick. Seringkali Rania bertanya pada dirinya sendiri. Seperti, Sedang apa cowok itu?, apa dia baik-baik saja?, dan, apakah dia sudah makan atau belum?. Mungkin Rania tidak akan pernah mendapatkan jawabannya. Memang siapa Rania sampai-sampai harus tahu semua tentang Patrick.

Tiba-tiba tiga orang cewek masuk kedalam toilet. Rania menatap ketiga cewek itu. Pakaian seragam yang mereka gunakan sungguh tak layak disebut sebagai siswa SMA. kameja yang super ketat dan rok abu-abu yang ketat pula. Bahkan itu tidak pantas disebut rok SMA karena ukurannya yang begitu pendek menampilkan paha ketiga cewek itu.

Salah satu cewek mengunci pintu toilet dari dalam. Dahi Rania berkerut, kenapa harus dikunci?, bukankah ini toilet umum. Salah satu dari ketiga cewek itu menghampiri Rania dengan tatapan intens.

"Jadi lo yang namanya Rania Putri?," tanya cewek itu membuat Rania mengangguk pelan, "lo siapa?, tahu darimana nama gue?," tanya Rania.

"Gue Angel." Ucap cewek itu singkat.

Seketika Rania teringat ketika pagi itu dimana murid-murid berbisik tentang dirinya. Dan ada yang mengatakan, "udah siap saingan sama kak Angel gak ya?." Jadi dia yang namanya Angel.

"Apa yang bikin lo berani deketin Patrick?, lo tahu gak, gue suka sama udah lama!, jadi lo harusnya tahu diri!." Angel menjambak rambut Rania membuat gadis itu meringis.
    "Kalau suka sama dia yah ngomong kak, jangan kayak begini, kan bisa main sportif kak." Ucap Rania sambil menahan sakit dikulit kepalanya akibat dijambak.

Angel melepas jambakannya kemudian tertawa sinis, "lo pikir gue sebodoh itu?, terus apa maksudnya lo jadi guru konseling Patrick?, ngaca dong lo!."

Rania mengepal tangannya. Benar-benar kakak kelas yang satu ini tidak ada tata kramanya. "Saya jadi guru konseling Patrick juga karena disuruh ibu Maria!." Tegas Rania.

Plakkk.

Sebuah tamparan berhasil melayang dipipi kanan Rania. Pipinya segera berubah menjadi merah. Rania hampir saja menangis, tapi dia sadar jika dia menangis maka Angel hanya akan lebih menyakitinya.

"Jangan banyak alasan lo!." Bentak Angel. Angel lalu melirik kedua temannya, "guys, tolong beresin yang satu ini." Ucapnya kemudian tersenyum tipis.

Mereka mendorong Rania hingga tubuhnya yang mungil terhempas dilantai. Teman Angel yang satunya menahan kaki Rania sedangkan teman Angel yang satunya lagi menahan tangan Rania. Angel mengeluarkan gunting dari saku roknya. Mata Rania tak berkedip, dia mencoba meronta tapi tak bisa, kedua teman Angel sudah terlanjur menahan kaki dan tangannya.

"Cup, cup, tenang Rania, gue cuma pengen gunting rambut dengan model baru. Tenang, ini gratis kok. Gue baik kan?" Angel tertawa jahat.

"Lepasin gue!." Ucap Rania sambil menggelengkan kepalanya beberapa kali, sungguh dia benar-benar takut saat ini. Karena Rania tidak bisa diam ditempatnya, maka Angel kembali menampar pipi cewek ini. "Bisa diam gak sih lo?,"

Rania terdiam, pipinya benar-benar mati rasa. Angel kemudian mulai menggunting rambut Rania yang berwarna hitam serta lebat. Tangan Rania masih terkepal kuat dan matanya terpejam. Dia sudah tidak berdaya, Rania berharap seseorang menemukannya disini. Setidaknya sebelum dia mati ditangan Angel.
  Angel selesai menggunting rambut Rania, "guys, kayaknya kita perlu renovasi mukanya deh. Terlalu imut!." Angel lalu menarik wajah Rania. Angel kembali memberi beberapa tamparan yang sudah tak bisa Rania rasakan. Setelah itu ketiga cewek itu berdiri, menyekop tubuh Rania hingga beberapa bagian yang memar.

"Berhenti,.Angel,." Suara Rania yang tak berdaya sama sekali tidak dipedulikan oleh Angel.

Salah satu teman Angel menjambak rambut Rania dan mendekatkan wajah Rania pada Angel. "Dengar Rania, kalau lo masih dekatin Patrick, atau nyakitin Patrick, gue bakal kasih kejutan yang lebih dari ini!." Ancam Angel.

"Astaga, berhenti!!!" Seseorang mendobrak pintu toilet.

Angel menoleh pada asal suara itu. "Kabur guys" Ucapnya panik. Baik Angel maupun kedua temannya langsung berlari keluar dari toilet.

Rania masih terhempas lemah dilantai, semua tubuhnya sudah mati rasa, matanya masih terpejam menahan sakit memar disekujur tubuhnya.

"Ran, bangun. Lo gakpapa kan?." Ucap seseorang yang membuka pintu tadi. Dari suara yang Rania dengar, gadis itu yakin  bahwa orang yang menolongnya sekarang adalah seorang cewek.

Dalam hati Rania, dia bersyukur bahwa ada orang yang menemukannya disitu. Siapapun yang temuin gue, makasih.

***

Lights will guide you home. And i will try fix you. You never try you never know.

Minggu 07 Mei 2017

Happy Sunday💕

Just Not Mine (Selesai)Where stories live. Discover now