42. Rindu

2K 78 1
                                    

Patrick sedang duduk di ruang keluarga sambil menonton televisi. sebenarnya malam ini Patrick berencana untuk mengajak Rania makan malam. Tetapi setelah mengingat Rania yang mimisan di Sekolah tadi, akhirnya dia mengurung niatnya.

"Sejak kapan lo pacaran sama kakak Rania?" Tanya Patrick ketika Sandra baru keluar dari kamarnya. "Kepo!" Jawab Sandra jutek.

Patrick membuang muka. "Gak jadi nanya."

Sandra duduk di samping Patrick. "Apa lo deket-deket gue?" Protes Patrick. Sandra mendesah, "sensi amat mba!"

Patrick menggeserkan bokongnya sedikit. Sehingga kini jarak antaranya dan Sandra lebih panjang. "Waktu gue di amrik, papa bilang dia bakal kirim lo ke sana buat ikut ngurus perusahaan." Sandra mulai membuka suara.

"Kenapa gak lo aja?" Tanya Patrick dengan mata yang masih di layar televisi.

"Umur papa udah semakin tua. Papa bakal warisin perusahan ke lo dan gue. Tapi untuk saat ini papa pengen gue yang urusin perusahan secara keseluruhan." jawab Sandra membuat Patrick tersenyum. "Nah bagus. Lo kan udah tua, gue masih muda, masih sekolah." Sambung Patrick membuat Sandra mencubit pinggang cowok itu.

"Aduh! Gila lo ya, tenaga gajah!" Protes Patrick sambil mengusap pinggangnya. "Makanya jangan bilang gue tua!" Ketus Sandra lalu di respon tatapan tidak suka dari Patrick.

Sandra melipat kedua tangannya di depan dada. "Papa juga bilang kalau di antara lo dan gue harus ada yang menetap di amrik. Papa gak bilang alasannya. Tapi yang pasti kalau gue yang pergi ke amrik, berarti lo yang tinggal. Dan sebaliknya." Jelas Sandra kali ini membuat Patrick menengok pada kakaknya itu. "Papa itu kenapa sih?, emang keluarga kita lahir dimana?, di amrik?, harus gitu tinggal di sana?." Tanya Patrick gusar.

Sandra juga menggeleng tidak tahu. "Mungkin karena urusan perusahaan yang gak bisa di tinggal." Ucap Sandra yang hanya menebak-nebak.

"Pokoknya sampai kapanpun gue gak bakal ke amrik. Gue cuma mau disini, pengen jaga Rania, gue pengen lulus SMA bareng dia, kuliah bareng dia, terus nikah sama dia, jalanin suka duka sama dia." Cerocos Patrick yang membuatnya tidak sadar bahwa dia sudah tersenyum. Sandra juga tersenyum simpul. "Sebesar apa sayang lo sama dia?" Tanya Sandra.

"Tak terhingga." jawab Patrick kalem.

Sandra mengangguk pelan. Dia sudah menemukan jawabannya. Sandra menyayangi adiknya ini, karena itu Sandra memilih untuk mengalah. Ya, mengalah untuk memunculkan hal-hal yang lebih baik lagi. Walau harus ada yang dia lepaskan dan dia tinggalkan. Tapi tak apa, dia akan melakukan ini juga untuk kebahagiaan orang-orang yang di cintainya.

***

Pagi ini sedikit mendung. Itu yang Rania lihat sekarang ini. Langit tampak tak secerah hari-hari kemarin. langit mungkin sedang merajuk. Entah pada siapa. Bisa jadi pada Rania karena gadis itu semakin hari, semakin kehilangan semangatnya.

Rania menatap mobil Randy yang sudah di depan rumah. Semejak Randy tahu penyakit Rania yang sebenarnya, dia selalu mengantar Rania ke Sekolah. Mungkin rasa sayangnya pada Rania semakin bertambah, bertambah besar, dan tidak akan pernah terhilang.

"Langitnya mendung ya?" Gumam Rania ketika dia sudah berada dalam mobil. Randy tersenyum tipis. "Mendung kayak muka lo." Ucap Randy sambil menyalakan mobilnya.
Rania melihat ke arah luar jendela. Tak lama rintik demi rintik hujan mulai turun. Kilat mulai berbunyi di langit atas. Rania tidak takut dengan hal itu. Dia bukan lagi anak kecil yang sering di takuti dengan kilat oleh orang dewasa. Hanya saja Rania sedih melihat hujan dan kilat. Hujan yang turun seperti air mata kesedihan. Dan petir yang seakan marah padanya karena tidak bisa lagi bangkit.
"Kak, gimana sama kak Sandra?, tiba-tiba kangen dia." Ucap Rania tanpa menengok pada Randy.

Randy tersenyum. "Baik kok. Sama, gue juga kangen sama dia. Padahal baru kemaren lusa ketemu."

Rania mengangguk pelan. Dia masih mengangumi satu hal kalau Sandra dan Randy menjalin hubungan. Rania sempat berpikir, kalau Tuhan memiliki skenario yang indah baginya juga orang-orang yang dia sayangi.
Hanya menunggu beberapa menit, kini mobil sudah berhenti. Menandakan bahwa Rania sudah sampai di Sekolah.
"Lo bawa payung?" Tanya Randy pada Rania. "Gue gak bawa. Kan gak tau kalau mau hujan." Keluh Rania.

"Eh, itu Reno." Randy melirik Reno yang sedang menghampiri mobil sambil membawa payung. Rania menoleh pada Reno. Ternyata Reno sengaja akan menjemputnya dengan payung. Rania segera mengangguk, "ya udah gue masuk dulu," pamit Rania pada Randy.

Dia segera membuka pintu mobil dan berteduh dibawah payung bersama Reno. "Kok lo tau gue udah nyampe di Sekolah?" Tanya Rania penasaran.
"Tadi Randy sms gue, katanya bentar lagi lo nyampe sekolah tapi hujan, makanya gue disuruh jemput pakai payung." Jelas Reno membuat Rania mengangguk paham.

"Kok gue berasa semejak Randy tau kalau gue saki,..eh Elsa mana?." Rania segera mengganti topik. Dia memukul jidatnya kerena hampir keceplosan. Untung saja Rania segera tersadar. Kalau tidak, matilah riwayatnya.
Reno menutup payung karena sudah sampai di gedung Sekolah. Dia menatap Rania heran. "Kok gak di terusin?"

Rania cengengesan di tempatnya. "Heh?, oh enggak, itu tumben aja kak Randy baik banget sama gue. Em, Elsa mana?." Tanya Rania kali betul-betul ingin melihat Elsa.
Reno tidak menjawab pertanyaan Rania tetapi tangannya terulur mengambil sesuatu dibawah mata Rania. "Apa?" Tanya Rania pelan.

"Bulu mata lo jatuh. Sekarang tanggal berapa?" Tanya balik Reno ketika dia sudah kembali menarik tangannya.
Rania berpikir sebentar. "Tanggal delapan."

Reno menaruh bulu mata tersebut pada punggung tangan Rania. "Berarti huruf H. Eh, iya kan?, angka delapan kalau di hitung dalam huruf sama dengan H. Orang yang lo kenal dari huruf H ada?." Tanya Reno membuat Rania bingung, "H?"

"Coba pikir lagi deh, pasti ada." Ucap Reno membuat Rania berpikir keras. Dan ternyata memang benar. Ada orang yang sangat dia cintai dari huruf H. "Heri" gumam Rania.
Reno juga sadar kalau Heri adalah nama dari ayah Rania. "Berarti ayah lo kangen banget sama lo." Ucap Reno membuat ujung bibir Rania terangkat. "Udah ah, yuk masuk." Ucap Rania tidak ingin terlalu lama mengingat ayahnya. Tidak dapat Rania pungkiri kalau Rania sangat merindukan ayahnya itu.

***

Don't you know that i love you, even when we not together.

Just Not Mine (Selesai)Where stories live. Discover now