Cek Up Again

3.7K 197 8
                                    

Kicau burung Merdu merayu, menuai Rindu Di dalam Hati.

Serpih cinta tak lagi bisa bersua, keping Hati Pun turut serta.

Tak ada Keributan Pagi Ini di rumah Revand, Tak ada Juga syndrom ibu Hamil yang di rasakan Prilly, perasaannya Melempem baik-baik saja.

Jika saja hari Ini sama Seperti hari-hari yang lalu, Maka Revand Tidak akan pernah Terkena Minyak panas, Jika saja tiga Hari yang lalu sama Sepinya Seperti Hari ini, Resi tidak akan Perlu Ribet Mengundang Artis papan Atas hanya untuk Memenuhi Ngidam Menantunya, dan Jika Saja Hari Kemarin Seperti Hari Ini, Maka Ali tidak perlu Repot bolak-balik kantor-Rumah.
Semua itu Hanya untuk Prilly.

Pagi ini, hanya ada Sapaan Kecil Dari Prilly, Wajah Pucatnya, dan tetap dengan Kelakuan anehnya. Dia sangat sensitif terhadap makanan, semuanya terasa menyengat di hidungnya, dan hal ini tentu saja Membuat Ali Pusing.

Tidak ada Keributan Memang, Tapi Ali dan Yang Lain juga tidak Menginginkan Kondisi Prilly yang sedemikian ini.

"Makan sedikit yah sayang."

Prilly menggeleng sebagai Penolakan, sudah Berulang kali ia Mengatakan pada Ali bahwa ia sedang tidak Nafsu makan, tapi suaminya itu tetap saja memaksa. Prilly memang belum makan sejak semalam, dan itu sangat membuat Ali khawatir, Prilly tidak Boleh telat makan, pesan Dokter Andin.

"Dikit aja sayang, aku suapin yah?"
Ali menyodorkan sepotong Roti ke depan mulut Prilly, tapi Istrinya Itu tetap tidak mau Buka Mulut.

"Rotinya Bau Li. Aku gak mau."
Ali menghelah Nafas lalu Merangkul Prilly. Sungguh Ia Khawatir.

Jika Saja Tuhan berbaik Hati, maka Saat Ini Juga Ali akan Meminta Untuk memindahkan segala Rasa Sakit di badan Prilly kepadanya.

"Gak papa Li, Itu Biasa Untuk Ibu hamil." Resi menenangkan Anaknya yang diliputi kekhawatiran.

"Cek up lagi aja Li. Ini weekend dokter Andin pasti ada Di Rumah Prakteknya."
Revand memberi Saran.

Ali menatap Prilly meminta persetujuan, dan Prilly mengiyakannya, meski Prilly tahu Tidak akan ada Efek apapun darinya Jika hanya Bertemu dokter Andin.

"Kita Siap-siap yah?!"

Ali membawa Prilly Ke kamarnya, Membantu Prilly Mengganti Pakaiannya, Memasangkan flatsoes di kakinya, memperbaiki make up istrinya, memoleskan sedikit lipbalm agar Prilly terlihat sedikit Lebih Fresh, tak lupa membawakan Tas tangan Prilly dan Mengajaknya Kembali Turun.

Ali memang Seperti ini jika akan Bepergian dengan Prilly, semuanya harus dia yang siapkan. Dan Prilly sudah mulai terbiasa dengan perlakuan Ali yang seperti ini.

Sama seperti pantai, dia hanya Bisa Menunggu Ombak Mencumbuinya, Seperti gelombang yang Menunggu angin Untuk mengajaknya Berkejaran. Tak ada Yang Bisa Mereka lakukan selain Menunggu, Keputusan Takdir akan Cerita Hidupnya.

***

"Ali, Prilly. Kalian datang kok Tumben gak Bilang dulu?"
Dokter Andin mempersilahkan mereka duduk. Tersenyum hangat kepada Semua Pasiennga adalah Ciri khas seorang Dokter Andin. Dia sudah terlalu Biasa Untuk Tulus pada Siapapun, dan mengerjakan apapun.

Tugas adalah kewajiban baginya, tidak bisa Di sepelehkan, apalagi Di remehkan. Karena kesehatan pasien adalah Nomor satu baginya. Tak perduli orang kaya atau Miskin, bagi Dokter cantik Beranak satu ini semuanya sama, sama-sama perlu di sembuhkan.

"Pril, Ini kan Belum Sampai di jadwal sebenarnya. Kenapa? Apa ada yang sakit?"
Dokter Andin bertanya bukan sebagai dokter, tapi lebih kepada sebagai Saudara, Khawatirnya sama dengan yang dirasakan Ali saat ini.

"Dia terlihat sangat pucat, makanya aku bawa Ke sini."

Dokter Andin mengerutkan Kening lalu memperhatikan Prilly dengan seksama. Ia menghelah nafas lalu meminta Prilly ke ruang pemeriksaannya.

"Tunggu sebentar yah Ali."
Ali mengangguk lantas mempersilahkan Dokter Andin memeriksa Prilly.

Ali menunggu dengan Was-was di balik Tirai Biru pemisah ruangan. Ali bisa Jelas Melihat Kerutan di dahi doktee Andin juga raut keterkejutan di sana. Ia menghelah nafas Dalam, berharap semuanya tetap baik-baik saja.

"Emh, Pril. Sama Suster Karin dulu yah, periksa tekanan darah." Prilly mengangguk lalu di bantu Suster karin Keruangan Sebelah.

Sementara Ali yang duduk di deoan Meja Dokter Andin merasa dirinya di tatap Horor oleh dokter Itu. Ali tidak tahu, yang jelas Dari raut wajah Dokter Andin, Sepertinya ada sesuatu yang harus di rahasiakan dengan Prilly, karena Baru kali ini prilly di minta Ke ruangan Sebelah.

"Ada apa Dok?" Ali balik menatap Dokter Andin, Ia begitu Takut untuk mendengar apa yang akan di sampaikan Dokter dihadapannya.

"Kenapa Kamu tidak Mengatakan Sebelumnya Bahwa Prilly Hamil?"

Ali menelan salivanya susah payah. Tidak paham dengan maksud perkataan dokter Andin.

"Ada apa Dokter? Dia begitu Senang mendapati dirinya Hamil." Kata Ali pada akhirnya.

"Kamu tau, Kehamilan pada Penderita Hemodialisis sangat beresiko tinggi." Ali menutup matanya Tak Kuat, kekhawatirannya selama ini Menjadi kenyataan. "Penderita hemodialisis yang hamil akan mengalami sakit Berlebihan di pagi Hari, mood yang berantakan akibat Perputaran syndrom yang ada di dalam Tubuhnya, dan Semakin Lama Janin itu ada di dalam kandungan Ibunya, maka akan semakin memperburuk keadaan Penderita Hemodialisis karena kekebalan Tubuhnya akan di serap oleh janinnya, Juga akan mempengaruhi Fungsi Ginjalnya."

"Ali, saya sudah Pernah memberimu Dua Pilihan, Mendapatkan Donor Ginjal Baru atau Prilly akan Hidup dengan satu Ginjal, dan sampai sekarang kamu belum Memilih. Tapi hebatnya, prilly Bisa Bertahan selama ini, saya yakin sebagian keajaiban itu Hadir karena Cinta kalian,. Dan sekarang, kembali saya harus memberimu dua Pilihan."

Ali menghelah Nafas, matanya memanas, jantungnya berpacu lebih cepat. Kenapa harus separah Ini? Kenapa Harus secepat ini?

"Pilihannya adalah, Mempertahankan Janin di dalam Kandungan Prilly dan memperburuk keadaannya atau menggugurkannya."

Ali menggeleng Kuat, Ia menutup matanya kuat lalu mengusap wajahnya Gusar. Tidak adakah Pilihan Lain?

"Kandungannya baru berusia sekitar 10 minggu, masih Gampang Jika Kamu Mau menggugurkannya."

Ali tak menjawab. Lidahnya seakan keluh atas penuturan Dokter Andin.

Seegois inikah takdir?
Sejahat inikah semesta?
Sesadis inikah Kehidupan?
Kenapa satupun tidak ada yang mendukung kebahagiaan Ali dan Prilly berlangsung lama?
Kenapa mereka Justru Terlihat Bahagia menyaksikan kehancuran hati Ali?

Tidakkah mereka Bisa Merasakan Sakit yang Di rasa Ali?
Atau ini Hukuman?
Hukuman karena Dulu Ali Pernah menyianyiakan Prilly?

sedalam inikah Tuhan Membenci Ali?

"Semua pilihan ada padamu Ali. Kami Tim Dokter hanya Bisa Menunggu keputusanmu."
Dokter Andin menepuk bahu Ali. Ia Tahu lelaki Di hadapannya ini sangat mencintai Prilly, sangat mengagumi wanitanya.

"Ali, kamu adalah Sumber Bahagia Prilly, Jika sekarang Kamu Sedih, Tolong jangan Tampakkan ini di hadapan Prilly. Jangan Pernah memberinya Isyarat bahwa Kau sedang tidak Baik-baik saja.

Sejatinya, cinta itu menguatkan Li. Bukan Cinta Jika itu memberi duka. Percayalah selalu ada keajaiban di balik titik terendah Kita."

Ali menghelah Nafas dalam-dalam sekali lagi, Berdiri dari hadapan Dokter Andin lalu Menyalami Tangan Dokter Itu.
dan Mereka Tidak Menyadari, seseorang di ujung Ruangan Sudah Bersimbah Air mata Mendengarkan penjelasan dokter Andin kepada Ali..

***

Kok gue baper yah? Ini sedih???

Menjemput Hati (Selesai)Onde as histórias ganham vida. Descobre agora