Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
"Apa kamu dekat dengan anak muda itu?"
"Uhuk!" Aera terbatuk hingga minumannya sedikit menyembur. Ia menggeleng serta melambaikan kelima jarinya kedepan pertanda tidak.
Ibu pemilik cafe tertawa melihat respon Aera yang persis seperti remaja di film-film.
"Dia cuma temen sekelas dulu, dan kita gak deket. Kebetulan waktu Aera sakit dia bantuin ngurus administrasi rumah sakit. Soalnya kakak Aera lagi hamil."
"Kalau kamu gak suka kenapa responnya sampe terbatuk?" goda ibu pemilik cafe.
Wajah Aera memanas. "Sumpah, Bu. Aera gak pernah suka sama dia. Dulu kita sering saingan prestasi di SMA. Dari pada suka dia lebih ke musuh sih."
"Tapi yang ibu tau dari film dan novel remaja. Ketika gadis dan pemuda saling membenci pasti ujungnya bercinta."
"Enggak!" seru Aera.
"Maaf Bu," ucapnya menutup mulut karena barusan ia tidak sopan.
Ibu pemilik cafe terkekeh. Ia mengelus kepala Aera dengan sayang.
"Ibu cuma bercanda, Nak. Kamu lucu kalau malu seperti itu."
✤✤✤
"Lo ngapain kesini?" tanya Aera. Ternyata sedari tadi Renjun menunggunya di depan rumah.
"Ayo berangkat bareng," ucap pria itu dengan wajah manis.
Aera seketika luluh. "Lo gak capek apa?"
Renjun menggeleng. "Enggak, gue ngajak lo berangkat bareng."
Akhirnya Aera menurut, ia berjalan berdampingan dengan Renjun hingga sampai di dalam mobil pemuda itu.
Mereka kembali dilanda keheningan. Tidak ada yang mengawali percakapan terlebih dulu.
"Ra, sekali lagi. Gue minta maaf ya. Soal masa lalu, gue sering banget bikin lo sakit hati."
Aera mengangguk. "Lupain, gue udah berusaha lupain kok. Makasih juga lo udah banyak bantuin gue disini."
"Jadi sekarang kita bisa temenan baik kan?" Renjun menolehkan wajahnya menatap Aera penuh harap.
Aera memandang cukup lama kelingking Renjun yang terulur padanya. Dengan ragu ia membalas tautan kelingking itu.
