part 36

69 2 0
                                    

Satu detik, dua detik, hingga belasan detik kemudian. Hening. Tak ada sahutan ataupun jawaban.

Aluna menunduk, sedangkan Satya mengepalkan kedua tangannya hingga buku jarinya memutih. Tubuhnya mati rasa, ia tak merasakan apapun ketika kukunya menancap dalam genggaman. Hatinya terlampau nyeri dan kebas, tak dapat menerima kenyataan menyakitkan ini.

"Mahesa?" Ucapan Satya membuat Aluna mendongak. Pria itu menatapnya dengan tatapan penuh kekecewaan yang mendalam.

"Itu anak Mahesa, kan?" tanya Satya sekali lagi.

Aluna mengangguk mengiyakan. Fakta yang diungkapkan wanita itu memberikan bogeman telak tepat di hati Satya.

"Mahesa memang ayah dari anak ini, tapi ini bukan anakku," jelas Aluna, membuat Satya mengernyitkan dahi.

"Apa maksudmu? Anak yang kamu kandung ini bukan anakmu?"

"Aku..., nggak bisa kasih tahu detailnya. Tapi aku janji, aku bakal jelasin-"

Suara nada tanda pintu apartemen berhasil dibuka mengusik pembicaraan mereka berdua. Dan benar saja, pintu masuk unit telah dibuka lebar-lebar.

Mahesa ada disana.

Satya menghampiri pria itu, sejurus kemudian ia melancarkan satu bogeman kuat mengarah ke wajahnya.

Ia berhasil menumbangkan lawan dengan satu tinjunya. Mahesa tersungkur. Namun tak lama Mahesa segera bangkit dan akan membalas tinjuan Satya kembali.

"Sialan," ringis Mahesa menyentuh rahangnya yang terasa nyeri. Kemudian ia merasakan kerahnya ditarik dengan keras.

"Kalau kamu nggak segera bertanggung jawab atas kehamilan Luna, biar saya saja yang bertanggung jawab. Biar saya yang menikahi Luna," desis Satya seraya mencengkeram erat kerah kemeja Mahesa.

Kalimat tersebut terbukti sukses membuat Mahesa naik pitam dengan cepat. "Maksudmu apa, Brengsek!" Mahesa menatapnya nyalang.

"Sudah aku bilang ini bukan anakku, Kak!" seru Aluna nyaring, kedua matanya berkaca-kaca dengan air mata yang nyaris merebak keluar.

"Tapi ini nggak masuk akal, Lun!" hardik Satya, Aluna sedikit terperanjat. "Kamu mengandung, perutmu membesar! Kenapa bisa itu bukan anakmu?! Kamu gila, hah? Nggak nganggep itu darah dagingmu?"

"Aku mau Kak Satya tolong pergi dulu dari sini. Please?"

"Lun-"

"Pergi, Kak."

"Tapi, Lun-"

"PERGI!" jerit Aluna.

Ketiganya membisu dengan emosi yang masih melambung tinggi. Satya mengatupkan mulutnya kembali, dengan terbata pria itu kembali berbicara, "Oke. Aku pergi."

Satya memakai kembali jaketnya yang sempat digantung sebelumnya. Ia melempar tatapan sinis kepada Mahesa sebelum ia keluar sepenuhnya dari unit. "Kalau kamu berani nyakitin Luna, saya jamin kamu nggak bisa ketemu Luna lagi selamanya."

Pintu tertutup. Hanya tersisa Mahesa dan Aluna.

Tubuh Aluna merosot sepenuhnya di lantai. Ia memeluk kedua kakinya, berusaha meredakan gemuruh dada dan tangannya yang bergetar hebat tak terkendali.

"Maaf." Tubuh Aluna didekap, hangat seolah merasuk di sepanjang tubuh. Ia dapat merasakan tangan pria itu mulai membelai punggungnya dengan perlahan. Terpaan hawa panas menghampiri sisi wajahnya, ketika Mahesa bernapas kasar di sana.

"Maaf bertengkar di depanmu," lanjut pria itu sambil meraih kepala Aluna lebih dekat. Ia mengecup puncak kepalanya sekilas.

"Aku nggak apa-apa, kamu yang kenapa-kenapa," ujar Aluna khawatir. Wajahnya mendongak untuk memeriksa luka yang Mahesa dapatkan akibat pertengkaran tadi.

RumpangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang