part 21

66 18 0
                                    

"Pak Mahesa?" Aluna mengucek kedua matanya. Barangkali ia salah melihat bayang-bayang lelaki itu duduk di sofa ruang tengah dengan tatapan sayu khas orang mengantuk.

"Good morning," sapa pria itu dengan suara parau seperti baru bangun dari tidurnya.

"Jadi Pak Mahesa yang pindahin saya ke kamar?" tanya Aluna, "kenapa nggak bilang kalau nginep, tau begitu saya pindah ke kamar tamu saja."

"Itukan kamarmu, kenapa harus saya yang tempatin?"

"Soalnya kan Pak Mahesa yang beli apartemen ini," cicitnya dengan suara kecil hampir berbisik. Aluna mendekat ikut bergabung duduk di depan Mahesa. "Apa masih pusing? Mau saya buatin teh anget?"

Mahesa menggeleng. "Fortunately, I'm a good drinker." Pria itu menguap lebar pertanda masih mengantuk. Kepalanya memang sedikit berat, namun bukan karena terlalu mabuk.

Tiba-tiba Aluna teringat akan kebiasaan buruknya saat tidur. Ketika terlalu lelah, ia akan meracau dalam tidurnya. Begitulah yang dikatakan Ibu dari dulu. Aluna si tukang ngelindur. Takut-takut wanita itu menatap ke arah Mahesa. "Sewaktu tidur, saya nggak melakukan hal yang aneh-aneh kan?"

Langsung saja pikiran Mahesa melayang pada kejadian semalam, dimana mereka hampir saja berciuman kalau saja kepala Mahesa tak menghindar. "Nggak ada." Pria itu menggeleng lalu berdeham pelan. "Agendamu apa saja hari ini?"

Aluna mengecek jam dinding, masih pukul setengah lima pagi. Menerawang kegiatan-kegiatan apa yang akan dilakukannya hari ini.

"Kayaknya bersih-bersih apartemen, lari pagi, lalu jam sembilan nanti ada jadwal check up kandungan," paparnya pada Mahesa, pria itu hanya manggut-manggut lalu mengecek ponselnya.

"Oke."

Wanita itu mengernyit. "Kenapa, Pak?" tanyanya penasaran.

Mahesa memasukkan ponselnya pada saku. "Nanti saya temani check up."

Aluna menggeleng dengan raut sungkan. "Nggak usah, Pak. Saya bisa sendirian."

"Katamu saya harus bertanggung jawab, karena saya ikut andil dalam pembentukan janin ini, kan?"

Aluna jadi teringat akan kata-katanya waktu itu. Saking kesal dan emosinya, sampai kalimat itu meluncur mulus keluar dari mulutnya.

"Bukannya Pak Mahesa harus berangkat kerja pagi ini?" tanya Aluna lagi, baru menyadari bahwa hari ini adalah hari senin dan pria itu pasti harus bekerja.

Mahesa mengangkat bahunya acuh. "Saya bosnya." Kata-katanya itu membuat Aluna melongo dan mencibir dalam hati.

"Kalau begitu saya bersih-bersih dulu," ujar Aluna sambil berlalu mengambil vacuum cleaner di gudang penyimpanan.

Wanita itu mulai menjalankan rutinitas pagi harinya, membersihkan seisi rumah dengan alat penyedot debu. Setelah itu, Aluna berganti pakaian dengan setelan olahraga. Tak muluk-muluk, hanya celana training hitam dan kaus polos berwarna kuning.

"Pak Mahesa mau ikut?"

Aluna menatap pakaian yang Mahesa kenakan saat ini, pakaian yang dipakainya sejak semalam. Kemeja hitam dan celana bahan berwarna khaki. Tak cocok sama sekali untuk berolahraga.

Wanita itu masuk lagi ke kamarnya. Ketika kembali, ia membawa sebuah kaus putih berukuran besar dan juga celana training yang lebih besar dari ukurannya, karena salah memilih ukuran ketika belanja online.

"Saya harap ukurannya pas. Ini baju Kak Satya yang ketinggalan waktu dia nginep disini." Aluna menyerahkan pakaian yang diambilnya barusan.

"Punya Satya?" tanya Mahesa mengangkat satu alisnya.

RumpangWhere stories live. Discover now