part 24

73 18 10
                                    

Mahesa keluar dari kamar mandi dengan handuk kecil mengalungi lehernya. Tatapannya jatuh pada sesosok wanita yang sibuk mengutak-atik kabel PlayStation yang akan disambungkan pada televisi.

Alasan Mahesa tetap disini, karena wanita itulah yang memaksanya tinggal. Tadinya ia berpamitan untuk pulang, Aluna menolak keras dan menyuruhnya mandi di apartemennya terlebih dahulu.

"Nanti kalau nggak cepet-cepet mandi, bisa pusing."

Itu katanya. Maka berakhirlah ia disini. Ikut bergabung di ruang tengah, membantu Aluna memasangkan kabel-kabel agar PlayStation nya berfungsi dengan baik.

Wangi sampo rasa stroberi menguar dari rambutnya yang masih basah. Terpaksa dirinya menggunakan peralatan mandi milik wanita itu, mulai dari sampo hingga sabun. Kecuali sikat gigi, karena Mahesa selalu membawanya dalam tas kerja.

Kaus dan celana training panjang yang ia kenakan merupakan pakaian yang sengaja dibawanya ke kantor, karena awalnya ia berencana menginap disana. Ya, untung saja kebetulan terbawa, karena Mahesa tidak mau memakai pakaian milik Aluna apalagi milik teman Aluna, Satyaㅡatau siapalah itu.

"Yey, bisa!" seru Aluna riang. Televisinya telah menunjukkan tampilan PlayStation-nya yang menunggu dipasangkan dengan sebuah disc atau memory card.

Mahesa beralih ke belakang, menyulap sofa bertipe sofa bed di ruang tengah, menjadi sebuah kasur yang terlihat nyaman untuk ditiduri. Aluna terperangah. "Saya nggak tahu kalau sofanya bisa dijadiin kasur," ungkap Aluna takjub lantas berhambur di atasnya.

Pria itu hanya tersenyum kecil.

Tak lama Aluna beranjak dari tempatnya untuk mengambil dua buah bed cover, satu untuk melapisi sofanya, satu untuk mereka berselimut. Karena suhu ruang yang sedikit dingin oleh pendingin ruangan.

"Mau main game apa?" tanya Mahesa. Pria itu mengeluarkan beberapa bungkus plastik yang berisi disc game. Beberapa diantaranya adalah GTA, Tekken, Basara, Street Fighter, dan masih banyak lagi. Kedua mata Aluna semakin berbinar, seolah dibawa nostalgia ketika melihat barang-barang ini lagi.

"GTA saja gimana? Gameplay-nya lebih santai," tunjuk Aluna yang segera mengeluarkan disc GTA dari bungkusnya. "Pak Mahesa mau main juga?"

Mahesa mengangguk pelan. Aluna tersenyum senang karena memiliki teman bermain. Wanita itu memegang disc dengan jari tengah dan jempolnya. Dengan perlahan ia memasukkan disc tersebut pada tempatnya. Ketika penutupnya berhasil ditutup dan mesinnya mulai memproses disc nya, tiba-tiba Aluna menutup wajahnya dengan bantal.

Mahesa menoleh dengan bingung. "Kamu kenapa?"

Aluna terkekeh. "Biar layarnya nggak berubah merah," ucapnya masih membuat pria itu kebingungan dengan maksud Aluna.

Dan yang benar saja, kini layar berubah merah yang artinya disc tersebut gagal booting. Aluna mendesah kecewa, tangannya membuka penutupnya lagi, lalu mengeluarkan disc itu.

"Dulu saya dan teman-teman selalu tutup mata tiap kali disc nya mulai loading. Seolah jadi mantra, kalau kita tutup mata bakalan lancar," jelasnya pada Mahesa. Pria itu hanya manggut-manggut saja, entah paham atau tidak.

"Haruskah saya membeli edisi ke lima?"

Wanita itu tersenyum miring. "Dasar orang kaya," cibir Aluna sambil tertawa.

Memang beda ya, orang yang terlahir dengan sendok emas apapun dapat dibeli tanpa berpikir berapa nominalnya. Tidak seperti dirinya yang mati-matian berhemat, dan ketika membeli sesuatu yang mahal ia akan berpikir seratus kali untuk membelinya. Bahkan untuk harga makanan seharga 30 ribu. Karena menurutnya itu terlalu mahal untuk seukuran makanan.

RumpangWhere stories live. Discover now