part 17

62 18 8
                                    

Mahesa menegakkan tubuhnya tiba-tiba. Pegal yang sangat luar biasa dirasakannya akibat tertidur dengan posisi duduk di meja kerja. Suara ketukan pintu berulang memenuhi pendengaran. Sayup-sayup ia menatap jam digital di atas meja kerjanya, pukul lima pagi. Siapa orang gila yang mengetuk pintunya sepagi ini?

Terpaksa Mahesa bangun dari duduknya, ia memutar kenop pintu untuk dibuka.

Seorang ART menatapnya takut-takut ketika Mahesa membuka pintu. Dia memilin-milin jari, seperti meragu dengan apa yang hendak dia katakan pada Mahesa.

Awalnya Mahesa terkejut mendapati ART-nya mengetuk ruang kerjanya. Ia kira Kiran lah yang mengetuk pintunya.

"Ada apa?" Mahesa berdeham singkat. Menunggu penjelasan ART itu mengapa dia mengetuk pintu ruangannya pagi-pagi buta seperti ini.

"Anu, Pak ... Nyonya Kiran pergi jam tiga pagi ini, nggak tahu kemana," terang ART itu, "Nyonya nggak bilang apa-apa, dan saya lihat, dia pergi bareng laki-laki."

Mahesa melebarkan matanya. Ia menatap ART itu lamat-lamat. Menelisik apakah dia berbohong atau tidak. Namun yang Mahesa lihat hanyalah kejujuran semata.

Ia menyambar ponselnya, berusaha menelepon istrinya itu berulang kali. Memborbardirnya dengan puluhan pesan. Dan Mahesa tersadar bahwa nomernya telah diblokir sepihak oleh Kiran.

Apa terjadi dengannya? Apakah Kiran marah dengan sikapnya kemarin?

"Dia bawa sesuatu?" tanya Mahesa, masih berbicara dengan ART itu.

Wanita itu mengangguk. "Saya lihat Nyonya bawa koper besar, Pak," terangnya lagi. Membuat Mahesa tak habis pikir lagi dengan sikap istrinya itu.

Pria itu menyisir rambut kusutnya dengan frustasi. Lantas ia berjalan cepat menuju ke kamar utama, menyalakan lampunya. Ia melihat kamar Kiran yang sebelumnya terisi oleh barang-barang wanita itu, kini telah kosong melompong. Semuanya telah dibawanya pergi, termasuk hatinya.

Tanpa sengaja pengelihatannya menangkap sebuah kertas di atas nakas. Mahesa mengernyit. Dibukanya lipatan kertas itu, lalu dibacanya dengan saksama.

Dear, Mahesa.

Setelah kamu baca ini, aku harap kamu nggak kaget dengan kepergian ku yang tiba-tiba. Maaf, Hes. Aku sudah mikirin ini dari beberapa bulan yang lalu. Dari aku mulai menjalin hubungan dengan pria yang aku cintai.

Aku memang jahat. Aku nggak bertanggung jawab atas semuanya. Bahkan aku kabur di saat kontrak kita belum selesai dan anak itu belum lahir di dunia ini.

Tetapi aku sangat tersiksa bila di sisimu, Hes. Kekuranganku yang sangat amat kurang ini, aku nggak berani nampakin wajah lebih lama di depanmu. Aku ngarasa sangat terbebani.

Aku telah nemuin tujuan hidupku sekarang. Dia menerimaku apa adanya. Yang sangat mencintaiku dan merangkul semua kekuranganku ini. Apalagi hubunganku dengannya dimulai dengan cara yang benar. Kita saling mencintai.

Sekali lagi, maafkan aku Hes.

Aku akan bayar sesuai penalti yang ada di kontrak, karena aku melanggarnya. Tolong jangan cari aku. Karena aku ingin mencari kehidupan dan kebahagiaanku dengan orang lain.

RumpangWhere stories live. Discover now