part 3

107 18 2
                                    

Pasca kejadian itu, hidup Kiran kembali seperti semula. Setelah dua hari dirawat di rumah sakit, kini Kiran dapat berleha-leha tanpa infus terpasang yang akan mengganggu ruang geraknya.

Mahesa menuruni tangga dengan laptop di pelukan. Menyusulnya di meja makan untuk sarapan. Pria itu tersenyum dari kejauhan. Kiran berdiri dari duduknya dan menghampirinya.

Ketika ia menatap satu persatu ART disekitarnya, Mahesa tersenyum. ART merekaㅡtarget sandiwaranya bersama Kiran. Mereka adalah pion-pion suruhan sang ibunda untuk mencari segala celah dalam pernikahan mereka.

Keduanya mendekat, mereka saling bertatapan lama. Mahesa tersadar bahwa Kiran mempunyai mata bulat yang cerah, bulu matanya lentik membingkai sempurna. Sampai-sampai Mahesa berpikir, ia menikahi seorang manusia atau seorang malaikat?
Sangat cantik sekali.

Dan Mahesa sadar, ia terjatuh terlalu dalam pada wanita yang merupakan istrinya ini. Namun tidak dengan wanita itu, ia tak melihat satupun binar cinta di kedua mata sang istri untuknya.

Setelah beberapa saat saling beradu tatap, menyelami pandangan satu sama lain, Mahesa menarik kedua tangan Kiran. Mengalungkan lengan istrinya pada tengkuknya, menariknya pelan lalu mempertemukan bibir keduanya.

Terbuai. Ia meraih pipi istrinya dan membungkuk dalam, meraup seluruh permukaan bibir itu dalam satu kesatuan. Gelora panas mengudara, pagutan mereka semakin lama semakin terasa menuntut. Kedua bibir itu saling mendesak, beradu satu sama lain dengan lembut.

Ingat, ini hanya sandiwara mereka.

Mahesa menggigit pelan bibir istrinya yang semakin memerah. Tak sadar lenguhan pelan keluar dari bibir Kiran yang sedikit terbuka, kesempatan itu Mahesa gunakan untuk menjarah lebih dengan memasukkan lidahnya ke dalam. Ia membelit pinggang Kiran, menariknya mendekat, semakin memperdalam ciuman mereka.

Seolah sesuatu tak kasat mata menampar Kiran keras-keras, wanita itu langsung tersadar dan mendorong dada suaminya agar menjauh darinya.

Dengan napas terengah, keduanya saling meraup oksigen seolah sedang berlomba. Kiran dapat melihat sekelebat kilatan gairah dalam kedua mata Mahesa yang membuatnya sedikit merasa bersalah, padahal bukan dirinya lah yang memulai ciuman itu. Wanita itu berjinjit, mendekatkan bibirnya pada telinga Mahesa.

“Kurasa sudah cukup untuk mengelabuhi mereka, nggak perlu terlalu lama.”
Kiran melirik daerah ruang makan yang memang hanya berisi mereka berdua saja, para ART telah meninggalkan tempatnya ketika mereka mulai berciuman.

Mahesa menghela napas lelah, ia menempatkan dirinya untuk duduk di salah satu kursi paling pojok di depan kursi Kiran.

Aneka santapan yang telah disiapkan oleh juru masak, terhidang sempurna diatas meja makan di hadapan mereka. Perut pasangan suami istri itu seolah keroncongan setelah mencium aromanya yang menggugah selera.
Mereka pun menyantap sarapan dengan khidmat.

“Mahesa,” panggil Kiran memecah keheningan.

Hanya dijawab oleh gumaman oleh Mahesa, karena mulutnya yang penuh sibuk mengunyah makanan.

“Kerjaan kamu gimana, Hes?”

Everything’s fine.” Mahesa lanjut memasukkan potongan buah ke mulutnya dengan tenang, menatap dengan saksama laptop yang sengaja ia bawa ke ruang makan.

RumpangOnde as histórias ganham vida. Descobre agora