part 14

66 16 0
                                    

Sebuah hotel bintang lima menjadi tempat persinggahan Kiran dan Mahesa selama di Surabaya.

Mobil yang mereka gunakan adalah mobil yang sama, mobil sedan milik mendiang ayahnya.

Selama perjalanan menuju hotel, mereka membicarakan tentang benarnya kemungkinan Ibu Mahesa menyusupkan beberapa mata-mata. Seperti yang mereka duga sebelumnya, Ibu Mahesa menyabotase semua ART mereka.

Untung saja, mereka telah mengantisipasi kejadian ini. Alih-alih bersikap sebagaimana hubungan mereka yang sebenarnya, mereka bersandiwara layaknya sepasang suami-istri yang bahagia. Terutama di depan para ART mereka.

Kecuali di bagian dimana rencana surogasi itu diketahui Ibu Mahesa, mereka benar-benar telah kecolongan.

Kini Kiran dan Mahesa tak mempermasalahkan itu lagi. Toh, hal itu sudah terlanjur bocor. Mereka sepakat untuk tak ambil pusing semua gunjingan-gunjingan yang akan mereka terima.

Sesampainya di pelataran hotel. Mereka berjalan beriringan, melangkah sampai tepat di depan meja resepsionis.

"Aku pesan satu kamar aja, is that okay?" tanya Mahesa pada istrinya.

Kiran bergeming, sesungguhnya kondisi mental Kiran hari ini sangat kacau balau. "Sebenernya aku pengen sendiri, tapi hari ini aku udah terlalu capek, Hes." Kiran menatap Mahesa dengan hati-hati. "It's okay, just for tonight."

Mahesa menghela napas. "Oke, just for tonight."

Jangan terkejut, mereka sejak awal menikah memang tidur secara terpisah. Untuk mengecoh para mata-mata itu, biasanya ketika waktu tidur mereka berduaan dalam kamar dengan alasan tidur. Padahal sebenarnya yang mereka lakukan hanyalah mengobrol santai. Lalu ketika semua ART telah terlelap, Mahesa akan pindah menuju ruang kerjanya.

Terkadang mereka tidur dalam satu kamar, Kiran di ranjang dan Mahesa di sofa. Atau sebaliknya.

Ruang kerja untuk Mahesa bekerja, yang juga ruang tidur bagi Mahesa. Di dalam sana juga terdapat single bed tersembunyi. Oleh karenanya, Mahesa memerintahkan semua ART nya untuk tidak masuk sembarangan ke ruangannya.

Semua ini Mahesa lakukan untuk menghargai permintaan Kiran.

Untuk kebutuhan batin, mereka memang lumayan sering melakukannya. Tetapi tidak sesering itu. Alasan utamanya hanya untuk memiliki anak, bukan yang lainnya. Kini mereka tak melakukannya lagi.

Sang resepsionis memberikan sebuah kartu akses berwarna hitam mengkilap. Seorang pramuantar dengan troli barang, membawa serta barang-barang mereka menuju kamar yang dituju. Tak lupa Mahesa memberikan tip setelahnya.

"Katamu, kita di Surabaya selama seminggu. Ini masih satu hari, Hes. Sisanya kita ngapain?" tanya Kiran, ia menempelkan kartu aksesnya pada scan yang terletak di gagang pintu.

"Kita jalan-jalan aja, sekalian honeymoon."

Kiran mengernyit jenaka. "Besok kita pisah kamar, honeymoon macam apa yang pasangannya pisah kamar?"

Mahesa menghendikkan bahu. "Entahlah, mungkin kamu pengen ngerasain suasana kamar yang berbeda? Malam ini di kamarku, besok di kamarmu. Kita coba satu-satu," kekehnya.

Kiran memutar bola matanya malas. "Kamu jangan mulai deh." Ia menyeret kopernya, membuka, dan mengeluarkan sebuah piyama berlengan panjang.

Mahesa menghela napas, ia bersandar pada dinding kamar menatapi Kiran dari belakang. "Bukannya wajar suami istri seperti itu?"

"Kita bukan suami istri yang seperti itu." Kiran memperingatkannya. Wanita itu akan memasuki kamar mandi untuk berganti pakaian, namun suara telepon masuk membuat Kiran mengurungkan niat. Ia berjalan mendekati nakas, tempat dimana ponselnya tergeletak.

RumpangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang