part 19

67 18 3
                                    

Satya tak mengomentari siapa kah pria yang datang ke apartemen Aluna seminggu yang lalu. Ia mematuhi janjinya, dan memilih untuk tak merecoki wanita itu dengan tinggal di panti untuk sementara waktu.

Mereka berjalan menuju kedai kecil di seberang taman komplek. Membeli dua buah es krim, masing-masing satu untuk mereka. Menikmati es krim pada siang hari yang terik memang sangatlah nikmat. Mereka duduk bersebelahan, di suatu kursi panjang yang sudah tersedia di taman.

Satya tergelak kecil tiba-tiba. "Aku jadi inget, kita dulu sering main ke rumah pohon itu sehabis nyuri mangga punya Bu Umar," kenangnya seraya terkekeh. Dagu pria itu menunjuk pada sebuah rumah pohon yang kini telah usang di beberapa bagian.

Aluna pun juga sering mampir untuk sekadar melihat rumah pohon itu, namun tak berani memanjat ke atas. Karena berat badannya yang berbeda dengan tubuh kecilnya dahulu. Aluna sangsi dapat memanjat ke atas dengan selamat, yang ada mungkin dirinya akan terjatuh karena panjatan kayunya telah keropos.

Mereka menikmati es krim dengan khidmat, seraya membahas masa lalu yang menyenangkan.

Satya menghabiskannya dengan cepat, sedangkan Aluna masih tersisa beberapa. Wanita itu bahkan sempat bergidik ketika melihat Satya menggigit langsung es krimnya dengan gigi.

Satya meluncurkan tawa, menatap wajah Aluna jenaka. Telunjuknya menunjuk sesuatu di bibir Aluna.

"Apa?" tanya Aluna kebingungan dengan sikap pria itu yang tergelak sendirian.

"Sebentar." Tubuh Satya maju mendekat, tangan kanannya terulur pada wajah Aluna. Wanita itu menengadah dengan tatapan bingung.

Diusapnya bibir Aluna dengan ibu jari, Satya tersenyum kecil ketika berhasil menghapus sisa es krim yang tersisa di sudut bibir wanita itu.

"Sudah."

Aluna tertegun sejenak, kedua matanya melebar ketika Satya mengecap ibu jari dimana pria itu mengusap bekas es krim pada bibirnya.

Wanita itu mengalihkan pandangannya seketika. "Kak Satya jorok." Pipinya seolah memanas.

Satya terkekeh, "Aku nggak bawa tisu, Lun. Daripada bajuku kotor." Ia memandang sisi wajah Aluna dalam diam.

Masih saja Satya menyimpan rasa itu baik-baik, padahal sudah bertahun-tahun berlalu. Wanita di sebelahnya ini masih juga menganggapnya tak lebih dari sekadar saudara. Tak ada yang berubah.

Satya ingat beberapa tahun yang lalu, sebelum Aluna menjalin hubungan dengan sahabatnyaㅡmantan suami Aluna. Ia bertanya kepada salah satu temannya, bagaimana cara melupakan orang yang disukai dengan cepat.

"Dari pengalaman gue, lo bakalan cepet move on kalau orang yang lo suka itu punya pacar."

Kebetulan, disaat itu juga sahabatnya menyukai Aluna. Love from the first sight, katanya. Jadilah Satya terpaksa berperan sebagai seorang cupid yang berusaha menjodohkan mereka berdua.

Satya memaksa Aluna menjalin hubungan dengan sahabatnya, sembari diam-diam berharap dapat menghapus paksa rasa itu dari hatinya.

Puncaknya adalah ketika mereka memutuskan untuk menjalin kasih ke jenjang pernikahan. Satya hampir merelakan semuanya waktu itu. Hampir.

Sebelum akhirnya dirinya tahu apa yang telah sahabat brengseknya perbuat kepada Aluna.

Bodoh. Pengecut. Kata-kata yang pantas untuknya.

Andai saja ia berani menyatakan cinta pada Aluna, kemungkinan besar tidak seperti ini.

Aluna akan dibuat bahagia olehnya, bukan disengsarakan oleh orang itu.

RumpangWhere stories live. Discover now