part 9

68 17 0
                                    

Kedua kaki kecil dengan alas kaki berwarna merah muda itu bergerak lincah menghindari seseorang. Di dekapannya terdapat dua buah mangga yang sebelumnya berhasil ia petik dari pohon tetangga.

Anak berumur 6 tahun itu terkikik kecil. Disaat tetangganya yang ngamuk karena buahnya ia curi itu berhenti mengejar dengan napas tergesa. Ia tertawa jahat dalam hati, kapok deh! salah siapa terlalu gendut!

Dan misi Aluna mencuri mangga berhasil!

Aluna kecil terkenal periang, lucu, namun terkesan sedikit nakal. Alasan utama dirinya mencuri mangga adalah karena anak dari pemilik mangga tersebut seringkali mengatakan hal-hal menyakitkan untuknya dan anak-anak panti.

Reflek dirinya membatin dan meringis. Mungkin sepulangnya Aluna ke panti, ia akan dihukum oleh Ibu dengan menyapu halaman panti, karena ketahuan telah mencuri buah mangga milik tetangga mereka.

Rambut hitam Aluna dikucir satu dengan dahi penuh peluh membasahi poninya. Kaki kecilnya masuk ke salah satu kawasan tersembunyi di pojok taman komplek dekat panti. Disana terdapat sebuah rumah pohon yang sudah lama dibangun entah siapa pemiliknya. Namun Aluna mengklaim rumah pohon itu sebagai 'Markas rahasia' miliknya.

Ia melepas sandal merah mudanya, agar kakinya mudah menapak anak tangga kayu yang sedikit usang. Sesampainya di atas, Aluna kecil memandangi ruangan kecil rumah pohon itu dengan senyuman penuh. Penerangan di ruangan tersebut minim, hanya diterangi oleh sinar matahari. Aroma kayu yang lembab mulai tercium di hidung Aluna dan untungnya di dalam tidak basah karena hujan kemarin.

Ia duduk bersila, dua mangga di genggaman mungilnya ia cium satu per satu. Berusaha mencium aroma manis dari mangga tersebut.

"Hmm, wangi!" Dan benar, aromanya sangat menggiurkan. Ia harus memakannya sekarang sebelum Ibu mengamuk dan menyuruhnya pulang. Namun dengan apa Aluna mengupas kulitnya?

Sebelum ia memikirkan solusinya, Aluna dikejutkan oleh suara grasah-grusuh di depan sana. Dan yang membuatnya terkejut lagi, sebuah kepala menyembul di pintu masuk. Otomatis ia menjerit kencang karena terkejut, namun ia langsung mendapat protesan dari si pemilik kepala.

"Berisik!"

"Kaget tau!" sahut Aluna sebal, ia menyadari bahwa kepala itu bukanlah kepala hantu yang sedari tadi Aluna takutkan.

Si pemilik kepala semakin muncul ke atas, yang akhirnya ikut bergabung bersama Aluna. Seorang anak laki-laki tak dikenal, yang Aluna taksir usianya lebih tua darinya.

Matanya lebar cemerlang, alis dan rambutnya terlihat tebal, wajahnya putih bersih terawat. Terlalu tampan untuk usia anak seusia itu. Sayang sekali, pasti anak itu tak akan merasakan yang namanya glow up.

"Kamu siapa? ngapain kamu di markasku?" Aluna menatap tajam penyusup yang baru saja masuk ke rumah pohonnya itu dengan seenaknya.

Anak itu mencebik dan menatap sekelilingnya dengan remeh. "Ini? Rumah pohon jelek ini punyamu?"

Aluna semakin mendelik. "Yaudah keluar sana!"

"Iya-iya, sebentar. Aku mau sembunyi dari Ayahku dulu." Anak itu melongokkan kepalanya keluar, seolah mengintai seseorang diluar sana.

"Kenapa ayahmu?" Aluna bertanya.

"Ayahku ada acara di sana. Aku nggak mau ikut soalnya bosenin, jadi aku kabur."

Aluna berdecih, "Masih punya ayah bukannya bersyukur."

Anak itu melirik ke arah Aluna. "Emang kamu enggak punya ayah?" tanyanya.

Aluna menggeleng. "Aku yatim piatu," jawabnya lugas.

Anak itu terdiam sejenak menatap Aluna. "Aku punya ayah, tapi ibuku sudah meninggal," ucapnya.

RumpangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang