part 16

73 18 3
                                    

"Bisa nggak sih, berhenti minta maaf dan lupain soal itu," keluh Aluna mendadak pusing, setelah mendengar Satya mengucapkan ratusan lebih kata maaf. Padahal Aluna telah memaafkannya sedari tadi. Satya terkekeh kecil, pria itu menarik kopernya pelan mengikuti Aluna.

Wanita itu menekan 6 digit password apartemennya. Membuka pintu berwarna putih itu ketika berhasil berbunyi 'bip', yang menandakan password yang dimasukannya benar.

Satya mengekor di belakang Aluna, kepalanya tiada henti untuk celingukan memandangi interior tempat tinggal milik Aluna sekarang. Sangat kontras dengan kos-kosan miliknya yang kelewat sederhana.

"Kamu beneran tinggal disini?" tanya Satya dengan tatapan tak percaya.

Tanpa menjawab pertanyaan pria itu, Aluna memandu Satya ke sebuah kamar tamu yang belum pernah disinggahi oleh seorang pun. Untung saja Aluna selalu rutin membersihkan kamar tersebut hingga bersih.

"Bukannya Kak Satya sudah sepakat buat nggak tanya apapun tentang kehidupanku sekarang?" peringatnya lagi. Satya menelan ludahnya, tak sadar telah melanggar kesepakatan mereka.

Sebelumnya, Satya meminta tolong padanya memberinya tumpangan tidur untuk beberapa hari kedepan. Karena Satya belum menemukan kos-kosan baru untuknya tinggal di Jakarta, setelah satu tahun merantau di luar kota. Aluna menyanggupi, dengan syarat pria itu dilarang untuk bertanya apapun mengenai tempat tinggalnya yang sekarang. Karena Aluna sangsi, pria itu akan menyerocos bertanya sampai dia puas menemukan jawabannya dan berpotensi membuat semuanya terbongkar. Maka dari itulah usaha Aluna agar membuat pria itu bungkam.

Aluna berani memberikan Satya tumpangan tidur, karena untungnya sebulanan ini Kiran jarang mengunjungi apartemennya lagi. Toh, Satya tinggal disini mungkin hanya beberapa hari saja, kan? Melebihi tiga hari? Dengan senang hati Aluna menendang bokongnya untuk pergi dari sini. Bisa-bisa Satya akan ketahuan bila tinggal terlalu lama.

"Oke-oke, aku diam." Satya memberi gestur menutup resleting di depan mulutnya. Membuat Aluna menggelengkan kepalanya tak habis pikir.

"Tiga hari. Nggak menerima perpanjangan," tegas Aluna. Satya mengangguk paham. "Dan satu hal lagi, seumpama seseorang dateng ke sini, siapapun ituㅡmisal Kak Satya denger suara password pintu mau dibuka ..., cepetan sembunyi."

"Oke, jadi intinya aku adalah selundupan mu di apartemen ini? Dan aku nggak boleh sampai ketahuan siapa-siapa?" ujar Satya berusaha menjelaskan apa yang ia dengar dari perintah Aluna.

Aluna menjentikkan jarinya. "Bingo."

Satya mengernyit heran. "Kenapa harus sembunyi? Emangnyaㅡ"

"Kak Satya, mau aku buang koper punyamu ini ke luar?" ancam Aluna, seraya menatap tajam pria itu yang kini mengangkat tangannya tak berani berbicara lagi.

"Aku akan bersembunyi dengan tenang," ucap Satya kemudian. Setelah itu ia memberi gestur menutup resleting di depan mulutnya, sama seperti yang dilakukannya tadi.

•••

Pukul sepuluh malam. Kiran menatap jam digital diatas nakas sebelah tempat tidurnya. Wanita itu menutup buku gambar yang telah berisi beberapa desain pakaian, hasil ritualnya dan sang suami di kamar.

"Kayaknya sudah pada tidur semua." Yang Kiran maksud adalah para ART mereka. Seperti biasa, mereka akan bersemayam di dalam kamar sampai semua ART meninggalkan area.

Mahesa yang sedang mengetik sesuatu di laptopnya bergumam pelan. Menyelesaikan kegiatannya dengan cepat, menutup laptopnya, lalu ikut bergabung bersama istrinya di atas kasur.

RumpangWhere stories live. Discover now