part 18

68 18 3
                                    

Seminggu berlalu sejak kejadian itu, Mahesa belum menemui Aluna kembali untuk memberinya penjelasan.

Sehari setelah Kiran pergi, Mahesa menunggunya semalaman. Bahkan ia bolos bekerja sehari, sambil berharap bahwa aksi wanita itu hanya sekadar candaan atau prank belaka. Namun nihil, istrinya itu tak kembali. Berarti yang diyakininya benar, Kiran tak akan kembali ke sisinya lagi.

Hampir semingguan ini juga, Mahesa sering mengunjungi bar untuk minum setelah pulang kerja. Duduk mendekam sendirian ditemani dengan minuman beralkohol, pikirannya melanglang buana masih memikirkan sosok istrinya yang sangat ia rindukan. Enggan kembali ke rumah, karena mansion miliknya terasa semakin dingin lantaran Kiran meninggalkannya. Beberapa hari, pria itu bahkan menginap di kantornya.

Sampai-sampai perasaan bersalah semakin menggerogotinya, karena
tanpa sengaja ia melupakan keberadaan Aluna dan juga anaknya.

Disinilah Mahesa. Berdiri tepat di depan apartemen yang dibelinya untuk Aluna. Ia berniat untuk meminta maaf pada wanita itu. Karena sikapnya yang kelewat seperti seorang pecundang.

Ketika kepalan tangannya terangkat akan mengetuk daun pintu tersebut, Mahesa mengurungkan niat. Langsung saja ia memilih untuk menekan beberapa tombol password pada gagang pintunya agar langsung terbuka.

Hembusan udara dingin yang berasal dari pendingin ruangan menusuk kulit. Wajah Mahesa celingukan mencari keberadaan wanita itu. Kondisi apartemennya rapi dan sepi. Seperti tak ada seorangpun disini.

"Aluna?"

Sekali, dua kali, berulangkali ia memanggil nama itu, namun tak ada sahutan. Mahesa menjelajah isi apartemen, tak menemukan sosok wanita itu dimanapun.

Bagaimana bila Aluna benar-benar membawa kabur anaknya?

Ketika langkahnya menjajah dapur, matanya menangkap tetesan darah yang lumayan banyak di atas counter table. Matanya mengkilat, sontak panik menyergap tubuhnya. "Aluna! Dimana kamu!?" Mahesa berteriak keras. Lagi-lagi teriakannya nihil jawaban.

Mahesa menarik ponsel dari saku celananya, menekan sebuah rangkaian nomor yang akan menghubungkannya pada ponsel milik Aluna. Pria itu mencoba menghubunginya beberapa kali. Namun sia-sia saja, karena panggilannya tak dijawab.

Kemana perginya wanita itu?

Pikiran negatif memenuhi kepala. Bagaimana bila Aluna diculik oleh seseorang? Dan darah ini milik wanita itu yang terluka?

Buntu. Pikirannya tak dapat berjalan dengan baik akhir-akhir ini. Namun tiba-tiba saja Mahesa terpikirkan satu tempat yang diyakininya ada Aluna disana.

Panti.

•••

"Ibu baik-baik saja, Lun. Kenapa panik gitu?"

Aluna mengerucutkan bibirnya. "Terakhir kali perasaan Aluna nggak enak, Ibu masuk rumah sakit," cicitnya kecil. Awal mula dirinya tiba-tiba berada di panti, karena Aluna khawatir akan kondisi Ibu. Jarinya tersayat pisau disaat mengupas kulit apel dan firasatnya jadi tak enak.

Bukannya panik dengan lukanya yang lumayan parah, Aluna malah kepikiran tentang kondisi Ibu. Firasatnya mengatakan bila ia harus ke panti saat itu juga.

Antara lupa atau sengaja, Aluna memang tak memberitahu keberadaannya saat ini pada Mahesa. Memilih untuk melanggar ketentuan yang ditulis pada kontrak. Ia masih marah pada pria itu. Terlebih-lebih Mahesa tak mengunjunginya semingguan ini, entah untuk sekadar meminta maaf atau memberikan penjelasan terkait kelanjutan kontrak mereka.

RumpangWhere stories live. Discover now