part 27

60 16 12
                                    

Mahesa tersadar bahwa mansion yang besar nan megah miliknya terasa dingin dan se-menyeramkan itu. Baru pertama kali Mahesa sangat membenci mansionnya yang terlihat sangat suram.

Untuk pertama kali dalam dua minggu ini, Mahesa kembali menginjakkan kaki di mansion miliknya. Kehadirannya memicu beberapa ART lain ikut berjajar menuju pintu utama. Mereka datang berbondong-bondong lalu menunduk serempak ketika menyadari bahwa majikan mereka tersebut telah kembali setelah dua minggu lamanya.

Seperti dugaannya, bayang-bayang Kiran masih ada di sana. Di setiap sudut mansion ini.

"Biar saya bawakan tas Bapak." Salah satu ART menawarkan diri, tangannya terulur sopan membuat Mahesa menyambut hal itu dengan memberikan tasnya kepada ART tersebut. "Saya akan siapkan tempat tidur Bapak di ruang kerja," lanjutnya.

Mahesa menggeleng. "Nggak usah. Bereskan saja kamar utama," titah Mahesa.

"Bukannya Bapak biasa tidur di ruang kerja?" ART tersebut mengernyit bingung. Rekan sejawat yang ada di sebelah wanita itu menyenggol bahunya sebelum tersadar dan menunduk minta maaf. "Baik. Saya siapkan kamar tidur utama."

Mahesa kembali menghela langkahnya menuju ke ruang kerja. Para ART di sekitarnya membubarkan diri. Sekilas saja ia mendengar mereka berbisik tentang istrinya yang kabur entah kemana.

Semua orang disini pastinya sudah tahu bagaimana sandiwara mereka selama ini. Tak lupa ketua suku dari para pekerja di siniㅡIbu Tirinya, pasti wanita tua itu sudah tahu porak poranda yang terjadi.


Tubuhnya kini terlampau lelah karena sedikit lembur di kantor, apalagi setelahnya ia harus mengurus butik istrinya yang terpaksa ditutup karena Kiranㅡdesainernya sendiri kabur entah kemana. Alih-alih mengurusnya, Mahesa memilih untuk menutup permanen butik milik istrinya itu. Dirinya sendiri banyak urusan lebih penting yang harus dihandle.

Ia beranjak dan menuruni tangga. Kakinya dihela menuju dapur berniat mencari makanan karena perutnya telah memberi sinyal lapar. Tampaklah seorang juru masak dan para asistennya berdiri di bagian kitchen island, membungkuk hormat ketika majikannya datang kemari.

Seluruh meja dipenuhi oleh piring berisikan berbagai macam makanan mewah. Bak makan malam di restoran bintang lima atau restoran dengan michelin star. Pandangan Mahesa menyapu dari ujung ke ujung. Namun tak ada satupun makanan yang menarik perhatiannya.

"Bapak mau request makan malam?" tanya juru masak itu setelah mendapati Mahesa terlihat tak tertarik dengan menu makan malamnya hari ini.

Mahesa menggeleng. "Maaf, saya harus pergi ke suatu tempat," ucapan Mahesa membuat bahu sang juru masak turun seketika. "Tolong kamu panggil semua ART buat makan malam di sini agar tidak terbuang sia-sia."

Mahesa berlalu, tanpa disadarinya telah membuat juru masak itu sedikit merana, karena majikannya tak menyentuh masakannya sedikitpun.

•••

"Lun?" panggil Shindy menoleh ke arah Aluna, setelah sedikit terlonjak akibat pintu apartemen dibuka tiba-tiba. Lalu seseorang masuk tiba-tiba.

Padahal mereka sedang berbincang-bincang seru mengenai banyak hal di ruang tengah. Lalu kegiatan mereka diinterupsi oleh kehadiran sosok Mahesa yang seenak jidat membuka pintu unit tanpa mengetahui Aluna sedang mengundang temannya.

Astaga. Coba bayangkan bila Aluna bertelanjang bulat di sini, lalu Mahesa tahu-tahu menyelonong masuk dengan kartu akses milik pria itu sendiri. Apa tidak bahaya? Memang betul unit ini dibeli menggunakan uang pria itu. Namun setidaknya berilah Aluna sedikit privasi.

RumpangKde žijí příběhy. Začni objevovat