part 30

84 9 2
                                    

"Saya menyukai Aluna."

Butuh waktu beberapa detik untuk Satya dan Aluna merespon kata-kata Mahesa. Satya mengernyit penuh selidik, sedangkan Aluna kehilangan kata-katanya, terkejut dengan ucapan Mahesa barusan. Seolah kalimat tersebut menggema dalam kepalanya berulangkali.

"Saya suka sama Aluna. Apakah itu sebuah kejahatan?" tegas Mahesa sekali lagi. Terang-terangan menatap Satya yang kini tertawa mengejek.

"Dari yang saya tahu, kamu sudah punya istri. Lalu kamu ingin menjadikan Aluna sebagai istri keduamu, begitu?"

"Sudah, stop!" Aluna menyela menengahi mereka. Namun keduanya tak merespon, tetap saling bercekcok satu sama lain.

Rahang Mahesa mengetat. "Saya nggak punya istri. Dia sudah meninggal." Nadanya ditekan begitu rendah dan terdengar menyeramkan.

"Kalau begitu langkahi dulu mayatku."

Mahesa berdecak. "Sebenarnya kamu siapa? Kalian bahkan nggak berbagi darah yang sama satu sama lain."

"SUDAH CUKUP!" seru Aluna sedikit berteriak. Tak terlalu mengeraskan suaranya karena ia tak ingin orang lain terganggu.

"Kita di tempat umum! Kalau mau berantem jangan disini!" lanjutnya kesal.

Aluna beralih pada Mahesa.

"Pak, bisa ikut saya sebentar?" Aluna meraih tangan pria itu. Sejenak tatapannya beralih pada Satya. "Kak Satya tolong lanjutin ambil barang yang diperluin."

Satya mengangguk lemah. Mahesa dan Aluna pergi ke tempat lain untuk berbicara empat mata. Entah apa yang akan mereka bicarakan, Satya sungguh merasakan api cemburu membakar dirinya hidup-hidup. Dan mati-matian juga ia menahan rasa itu agar tak melahapnya secara penuh.

Ia merasakan banyak kejanggalan dari pria itu. Memang masuk akal bila pria itu mendekati Aluna karena alasan suka. Tapi sesuatu mengusik pikirannya, yang ia sendiri tak tahu apa.

Apakah Aluna menyukai pria itu juga?

Satya menatap kedua punggung mereka menjauh, berbelok hingga menghilang dari pandangannya. Ia menghembuskan napasnya keras, lalu berbalik untuk melanjutkan perintah yang Aluna beri.

"Maksud Pak Mahesa gimana? Bisa-bisanya Bapak bilang kalau Bapak suka sama saya?" Aluna menyisir rambut hitamnya ke belakang penuh frustasi. "Kak Satya nggak bakalan percaya!"

Mereka berada di luar bangunan dekat lobi apartemen yang sepi. Suasana dingin malam hari menusuk kulit. Tanpa sadar Aluna memeluk tubuhnya sendiri ketika angin malam menerpa mereka.

Melihat pemandangan itu Mahesa seketika menyesal telah meninggalkan jasnya di unit apartemen Aluna.

"Lalu gimana? Saya jujur saja?" Mahesa bertanya, sedangkan Aluna menolehkan kepalanya ke samping. "Saya pikir, alasan itu lebih masuk akal dan Satya nggak bisa menghentikan saya. Selain menjadikan saya sebagai saingannya."

Aluna mengernyitkan dahi. "Saingan? Apa maksudnya?"

Tak menjawab pertanyaan Aluna, Mahesa kembali berucap, "Saya yakin langkah yang saya pilih adalah langkah yang benar." Mahesa maju satu langkah dari tempatnya berdiri, mendekati posisi Aluna berada. "Setelah ini dia nggak akan bertanya apapun tentang hubungan palsu kita."

Aluna otomatis berpikir. Benar juga. Alasan yang cukup masuk akal. Dengan begitu, Kak Satya tidak akan bertanya apapun lagi. Dan rencana tetap berjalan seperti biasa tanpa gangguan Kak Satya. Lagipula untuk apa melarang seseorang untuk jatuh cinta, kan?

Tetapi mengapa dada Aluna mendadak terasa sesak begini?

"Baiklah," ucap Aluna pelan.

"Biarkan saya bantu belanjaanmu kali ini."

RumpangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang