part 20

80 17 0
                                    

Semburat jingga kemerahan mewarnai perjalanan Aluna dan Mahesa sore itu. Jakarta dan macet memang sangat bersahabat. Lama perjalanan akibat kemacetan yang parah, mengundang bosan keduanya. Lagipula salah siapa memilih langsung pulang disaat jam pulang kerja.

Aluna menatap dasbor mobil Mahesa kini tak tertempel stiker kepemilikan milik Kiran lagi disana, sepertinya telah dilepas oleh Mahesa.

Akhirnya Aluna dapat menduduki kursi penumpang sebelah kemudi tanpa merasa sungkan lagi. Sebelumnya Mahesa juga memaksanya untuk tak duduk di kursi belakang. Karena kesal dianggap layaknya seorang supir.

Mereka sampai di apartemen Aluna disaat langit telah sepenuhnya menggelap. Mobil Mahesa berbelok ke area tempat parkir khusus penghuni, lalu memarkirkan mobilnya disana.

"Pak Mahesa mau mampir?" Aluna bersiap untuk keluar.

Mahesa memilih untuk mengangguk mengiyakan. "Saya mampir sebentar." Ia berniat untuk meregangkan ototnya yang kaku akibat terlalu lama menyetir.

Sejak kepergian istrinya, rasanya Mahesa tak sanggup lagi untuk pulang ke mansion. Seolah tiap sudut tempat itu penuh dengan bayang-bayang Kiran. Tempat yang selalu membuat Mahesa mengingat sosok istrinya.

Wanita itu keluar terlebih dahulu, diikuti dengan Mahesa mengekor di belakangnya. Semakin lebar langkahnya dihela, kini pria itu dapat menyusul dan berjalan sejajar dengan Aluna. Adakalanya Mahesa memelankan kecepatannya, karena langkah kecil Aluna.

Aluna memencet tombol lantai sepuluh, setelah berhasil menempelkan kartu akses pada scanner. Lift membawa mereka ke atas dengan mulusnya.

Aluna meringis kecil disaat udara dingin berhembus dari apartemen ketika dibuka. Baru tersadar bahwa ia lupa untuk mematikan pendingin ruangan karena panik siang tadi.

Mengingat mereka belum mengisi perut perut dengan makan malam, Aluna berbalik pada Mahesa. "Pak Mahesa mau makan malam di sini? Biar saya masakin makanan yang simpel kalau mau," tawarnya.

Pria itu mengangguk ragu. "Is that okay? Kalau kamu mau istirahat, silahkan saja."

"Nggak apa-apa, Pak. Kebetulan saya juga laper, jadi sekalian saja," kekehnya pelan sambil berlalu.

Aluna masuk ke kamar untuk mengganti pakaian serta mencuci mukanya. Sedangkan Mahesa duduk selonjoran di atas sofa panjang ruang tengah tak melakukan apa-apa.

Ketika Aluna keluar, wanita itu telah berganti pakaian menjadi setelan santai. Kaus oversized berwarna putih dengan celana pendek selutut kesayangannya. Wajahnya sedikit cerah karena telah dibasuhnya dengan air.

Ia mencepol rambut panjang hitamnya dengan gelungan asal, anak-anak rambutnya mencuat keluar tak dihiraukannya.

Aluna mulai menjajah dapur sambil mengenakan apron motif bunga-bunga miliknya.

Setelah berpikir keras ingin membuat menu apa, pilihannya jatuh pada sup ayam dan perkedel. Comfort food nya ketika kebingungan ingin memasak apa atau sekadar ingin menghangatkan perutnya ketika sakit.

Aluna memotong sayuran. Seperti wortel, buncis, kentang, dan kubis lalu dicucinya. Tak lupa ia juga menambahkan sayuran opsional seperti kacang polong. Setelah bumbu-bumbu ia haluskan, ditumisnya hingga harum.

Tak membutuhkan waktu yang lama sampai sup ayam itu berhasil dimasak. Begitu juga perkedel kentang yang telah dibuatnya sembari menunggu supnya matang. Aluna memasukkan sebagian ke mangkuk untuk disajikan di atas meja.

Mahesa tergugah akan aroma masakan Aluna. Pria itu bangkit dari sofa dan menyusul wanita itu di meja makan. Bahkan penghisap asap khusus dapur tak dapat mengalahkan semerbak wewangian makanan ini. Rasanya seperti kembali ke puluhan tahun yang lalu. Dimana Mahesa kecil dan Ayahnya duduk berdua, sembari menunggu Ibu selesai memasak di dapur.

RumpangWhere stories live. Discover now