part 31

64 9 0
                                    

Pagi setelahnya, mereka melakukan rutinitas seperti biasanya. Mereka kompak tak menyinggung kejadian malam itu. Aluna bangun terlebih dahulu untuk membersihkan apartemen dan membuat sarapan. Lalu mereka makan bersama tepat setelah Mahesa bangun dengan wajah yang segar seusai cuci muka.

Tentu Aluna menantikan reaksi pria itu atas kejadian semalam. Namun Mahesa hanya acuh tak acuh, seolah kejadian itu tak pernah terjadi sebelumnya.

Semalam setelah mereka berciuman panjang di sofa ruang tengah, Mahesa sempat menggendongnya dan berpindah tempat menuju ke kamar Aluna tanpa melepaskan ciuman mereka. Lalu melanjutkan kegiatan mereka disana.

Tepat setelah Mahesa akan melepaskan kaus Aluna, pria itu berhenti secara tiba-tiba. Seolah mendadak disadarkan oleh cahaya ilahi tak kasat mata.

Mahesa yang menjulang di atasnya menghela napas, lalu berkata dengan suara parau, "Tidurlah." Pria itu meninggalkan kamar dan Aluna yang tercengang sendirian di kamar yang gelap. Sampai satu-satunya akses cahaya dari pintu kamar semakin menipis dan menghilang, barulah Aluna tersadar. Bahwa dirinya baru saja dicampakkan.

Sebegitu buruknya kah skill ciuman Aluna? Sampai-sampai pria itu meninggalkannya tanpa alasan seperti ini?

"Maaf." Mahesa angkat bicara ketika makanan di piringnya telah tandas tak bersisa. "Maaf soal semalam. Saya tahu kalau kejadian kemarin pasti buat kamu nggak nyaman, apalagi saya ngelakuin tanpa consent kamu."

Aluna masih menatapnya dalam diam, menunggu kalimat yang selanjutnya keluar dari mulut Mahesa.

"Saya terbawa suasana."

Ucapan Mahesa bagai tombak tak kasat mata yang menghunus tepat di dada Aluna, memberi efek sesak yang sangat tak nyaman. Aluna menahan napasnya sejenak.

Terbawa suasana katanya? Jadi pria itu benar-benar tak menginginkan ciuman mereka terjadi? Hanya ketidaksengajaan belaka?

Lalu untuk apa sepanjang pagi ini Aluna seperti orang bodoh memikirkan kejadian semalam dengan pipi bersemu merah seperti dilanda kasmaran, kalau Mahesa saja hanya menganggapnya sebagai kecelakaan?

Ia menggerutu dalam hati. Dadanya penuh dengan emosi yang berkecamuk. Namun ia tersadar akan kenyataan kalau ia tak akan pernah bisa memenangkan hati Mahesa, apalagi lawannya adalah seseorang dari masa lalunya.

Aluna marah. Namun ia bisa apa?

"Ya, mari kita sepakat lupain kejadian semalam."

•••

Sejak waktu itu, Mahesa merasa ada yang berubah dari Aluna. Sikap wanita itu seolah kembali ke setelan awalnya saat mereka awal pertama bertemu. Dia bersikap sopan, patuh, dan canggung. Aluna seperti menempatkan tembok batasan di antara mereka.

Apa jangan-jangan Aluna benar-benar tak nyaman dengan ciumannya itu?

Baru akan menelpon Aluna, kebetulan pesan dari wanita itu juga masuk ke ponselnya.

Aluna
| Besok aku izin keluar
| Mau bertemu dengan laki-laki yang ingin Shindy kenalkan tempo hari

Pegangan Mahesa pada ponselnya kian mengerat tanpa disadarinya.

Rama menyesap cairan bening memabukkan yang ada di gelas selokinya. Wajah sahabatnya tampak lebih kusut dibandingkan saat di awal mereka menjejakkan kaki di bar untuk bersenang-senang. Disaat Rama menuangkan lagi cairan vodka ke dalam gelasnya, Mahesa langsung menyambar gelas seloki tersebut.

"Katanya lo nggak mau mabuk?"

"Nanti kalau gue mabuk, tolong telponin supir ya. Mobil gue lo bawa aja kayak biasanya," ucap Mahesa.

RumpangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang