Attention || 19 🦊

Start from the beginning
                                    

Aera memutar bola matanya malas. "Lagian lo makan lambat banget, kayak anak perawan!"

"Udah sana lo ke kamar aja. Gue bisa beresin ini semua. Percuma lo bohong sama kak Karina. Amalan lo juga gak bakal diterima sama Dewa." Renjun beranjak dari tempat duduknya. Mulai memunguti piring dan wadah lainnya yang hendak di cuci.

Mata Aera melebar. "Lo berani ngucap kata Dewa buat nyumpahin gue?"

Renjun tersenyum miring. "Lah emang bener kan lo gak ikhlas?"

Asap di kepala Aera semakin mengebul. Gadis itu berjalan cepat ke arah Renjun kemudian merebut semua wadah yang ada di tangan Renjun. Langkahnya segera menuju ke wastafel cuci piring.

"Huang Renjun!" pekik Aera. Tangannya tertarik ke belakang. Ia memejamkan mata saat wadah yang ada di tangannya sudah hampir jatuh. Namun Renjun menahannya dengan tangan kiri. Tubuh Aera sempurna menempel di dada pria itu. Renjun terkekeh.

"Dasar cewek goblok, keras kepala!" tekan Renjun dengan bisikan kejam.

Aera mendengus kesal. Ia berusaha meronta minta di lepaskan. Namun Renjun kuat menahan tubuh gadis itu agar terus menempel padanya.

"Yoon Aera, lo beneran minta di kasih mantra ya biar kalem sedikit."

"Lepasin gue bangsat!" Aera berseru seraya mendorong dada Renjun.

✥✥✥

Malam yang ramai di cafe kota Jeju. Seperti biasa Aera memulai pekerjaannya. Padahal dokter menyarankannya untuk istirahat dulu selama seminggu pasca sembuh. Tapi gadis itu memang keras kepala.

Di tengah keramaian pelanggan terjadilah sebuah drama. Seorang wanita datang dengan langkah berdentum. Pandangannya marah ke arah sebuah perkumpulan.

Byur!

"Apa maksud-" Ekspresi yang tadinya marah seketika redup. Menyadari siapa sang penyiram tiba-tiba.

"Sayang!" seru pria yang basah oleh air es yang dituangkan oleh wanita dengan raut emosi, di kepalanya sudah banyak uap. Melihat tingkah pacarnya sedari tadi yang bercanda dengan seorang wanita lain.

"Sa- sayang aku bisa jelasin!" serunya sambil menahan tangan wanita bersurai cokelat tersebut.

"Jelasin apalagi? Ini udah terlalu jelas. Aku juga udah tau dari lama. Cuma nyari timing yang pas aja!" kesalnya kemudian pergi meninggalkan cafe tersebut. Suasana mendadak sunyi karena drama kehidupan nyata tersebut menjadi bahan tontonan.

"Argh!" frustasi pria yang jelas berselingkuh tersebut. Ia meninggalkan perkumpulannya juga selingkuhannya yang menampakkan wajah kesal.

Wanita yang sedari tadi menyaksikan kenyataan yang telah menamparnya itu menyusul sang pria. Ia juga menuangkan es kopi tepat di atas kepala pria tersebut.

"Ternyata kamu udah punya pacar? Kurang ajar!"

Plak!

Tak puas dengan semburan mulut, ia juga menampar pipi pria itu. Benar-benar drama yang pilu.

Setelah kekacauan yang terjadi redup setelah pria tukang selingkuh dan wanita selingkuhan itu pergi. Barulah Aera menenteng sebuah pel untuk membersihkan air kopi dan air es yang tumpah.

"Emang dasar ya, drama kehidupan ini." Ia bergumam sambil mengepel lantai.

"Udah biar gue aja!" Pel yang awalnya ia pegang tiba-tiba tersahut dengan mudah. Aera cengo menatap sosok yang lumayan tinggi di hadapannya.

"Huang Renjun!" serunya sambil berkacak pinggang.

"Lo keras kepala banget sih Ra! Gue masih inget ya kata dokter kemarin. Lo harus istirahat seminggu pasca sembuh. Ini baru juga kemarin lo balik, udah mulai kerja. Maksa diri lo!"

Renjun membekap mulut Aera saat sang empu terlihat hampir mengomel.

"Kalau soal ini gue gak terima sama bacotan lo, Ra. Mencegah lebih baik dari pada mengobati. Lo jangan nyesel deh, mumpung masih muda."

Helaan napas terdengar dari mulut Aera. Gadis itu akhirnya pasrah. Perkataan Renjun cukup menamparnya. Ia memang sangat memaksakan diri dan tubuh mungilnya itu untuk terus bekerja tanpa henti.

Malam semakin larut. Cafe juga sudah tutup, Aera berjalan menyusuri kawasan sepi nan dingin menuju ke rumahnya. Sesekali telapak tangannya saling menggosok. Ia terlalu bodoh karena lupa membawa jaket. Padahal udara benar-benar tidak sehat, sedingin ini.

"Lain kali kalau keluar tu bawa jaket."

Tanpa meminta sebuah kain tebal nan hangat menyelimuti bagian belakang tubuhnya. Aera berdecak kesal menyadari siapa sang pelaku. Namun ia hanya diam saja, bibirnya nampak pucat sedikit karena rasa dingin keterlaluan yang menjalar tubuhnya.

"Ra, astaga. Lo pucet banget loh!" seru Renjun.

Aera mendorong tubuh pria itu menjauh.

"Maksud lo apa sih? Kenapa lo sekarang sok peduli sama gue?" Aera mengepalkan kedua tangannya ke samping badan kanan dan kiri. Kepalanya menunduk dengan bibir gemetar karena kedinginan.

"Bukannya dulu lo jadiin gue taruhan? Dan sekarang, lo sok peduli gitu sama gue? Lo pikir gue lupa sama hal-hal yang udah bikin gue sakit hati di sekolah dulu?"

Renjun terdiam.

To be continue!

NC NCT DREAM ✔️Where stories live. Discover now