66

4.2K 480 42
                                    

"Kalian liat gak? Awan udah berubah jadi abu, bentar lagi langit bakalan nangis. Kalau begini rasanya gue selalu inget dia deh."

Lama tidak bertemu Dino bertransformasi menjadi anak senja yang ucapannya dipenuhi oleh majas. Terdengar cringe. Apakah ini yang dimaksud pencarian jati diri?. Dino memang selalu aneh sejak awal.

"Gue tau lo emang aneh, tapi serius deh No, lo makin aneh," kata Reksa. Ada kernyitan di dahi akibat kelakuan temannya itu.

"Di kacamata orang yang gak suka sama kita, kita bakalan terlihat selalu salah. Jadi-

"Gue timpuk botol nih lama-lama," ujar Tian.

Dino meringsut. "Woy babi gue cuman becanda! Serius amat hidup kalian!"

Botolnya sudah diatas kepala, tapi tangannya ditahan oleh Keenan.

"Yan gue tahu lo kesel, gue juga pengen nimpuk nih orang kok, tapi nanti aja!"

"Dibilang gue becanda!"

Jo menepuk dahinya sendiri. Sumpah ya, bermenit-menit berlalu dengan tujuan ingin mendengar sebait informasi yang Reksa sediakan, yang terdengar justru keributan manusia-manusia kurbel yang urat malunya sudah putus padahal sedang di cafe dan jelas banyak orang.

"Bisa diem barang semenit gak sih??"

Jo lelah. Berpisah dengan teman-temannya beberapa bulan untuk menuntut ilmu membuat Jo menyadark arti kata sebuah 'kesepian' asli, memang tidak terlalu enak, tapi rasanya kalau dibandingkan dengan kerusuhan yang membuat sakit kepala, Jo kira kesepian tak seburuk itu.

"Lo mau ngomongin apa sih Sa? Tumben ngajak kumpul?"

Reksa menyedot es teh yang hampir tandas perlahan, menimbulkan bunyi seruputan cukup keras karena airnya hampir habis. "Gak ada yang terlalu penting juga sih, gue cuman bilang kalau gue mau nikah. Sele-

"Apa?!" Seru mereka bertiga berbarengan. Jo sama terkejutnya, tapi ia lebih bisa mengontrol.

"Hah, yang bener?"

"Gue gak bohong Jo. Itu alasan utama gue ngajak kumpul, tapi faktor pendorong lainnya gara-gara gue kangen kalian sih."

"Iwh, geli banget." Keenan dibuat merinding oleh ucapan temannya itu.

"Maksud lo, lo beneran nikah yang bener-bener nikah? Pemberkatan, tukar cincin terus hidup bersama gitu?"

"Ya iyalah. Emang apalagi. Lo iri sama gue ya, Yan?" Reksa menyeringai. Biasanya Tian selalu ingin mendahuluinya. Tapi lama menunggu respon dari sang sahabat, Tian tampak sibuk dengan urusannya sendiri.

"Enak dong ya, bisa nikah?" Dino menatap temennya bergantian. "Gue bahkan gak punya calonnya. Jangan jauh-jauh deh, hilal pacar aja gue mah belum ada."

"Elo lagi, ngapain ngebet mau nikah?"

"Jo, lo gak ngerti."

"Apa yang gak gue ngerti coba."

"Ya pokoknya nikah enak sih kayaknya." Dino cengengesan. "Dapat jatah soalnya, hehe."

"Gitu doang? Yang ada ruwet karena harus ngurus rumah tangga, ditambah kan Reksa udah punya anak. Sa lo yakin bakalan nikah dalam waktu deket?" Wajah Keenan berubah serius, yang mana membuat Reksa gugup.

"Ya benerlah. Lagian gue gak bisa ambil resiko kalau anak gue jadi gunjingan gara-gara hubungan gak jelas orangtuanya."

"Mm... Iya juga sih. Btw, kapan?"

"Mungkin kalau diitung dari sekarang, kurang lebih tiga Minggu lagi? Itupun kalau gak ada perubahan rencana."

"Hm... Congrats aja sih gue. Kalau gitu kita bakalan jarang ngumpul dong ya?" Tanya Keenan. Menurutnya seseorang yang menikah itu akan lebih menghabiskan waktu bersama pasangan, tidak seperti pacaran yang belum terikat apa-apa.

IlusiWhere stories live. Discover now