08

6.7K 770 7
                                    

Pusing yang Genta rasakan, membuatnya hanya terdiam dari bilik kamar mandi tak mau untuk pergi kembali ke kelas. Rasanya terlalu begitu takut, namun di sisi lain ada perasaan aneh yang Genta rasakan.

Jadi ini yang terjadi ketika orang melakukan marking? Rasa nyaman jika berada dekat dengan orang itu, dan rasa gundah apabila jauh darinya. Tapi ketakutan Genta lebih dominan dari rasa nyaman yang ingin ia rasakan, seolah rasa itu hanya menjadi angin lalu tak berarti.

Genta terdiam beberapa saat, merenung lantas merapikan pakaian. Ia membasahi seluruh permukaan kulit wajah, menyemangati dirinya agar kembali dari keterpurukan.

Tahan nafas, lalu buang.

Tangan Genta mengepal, ia mengacak surainya, membuat rambut lepek itu acak-acakan. Lantas omega itu segera pergi keluar, menuju kelas yang mungkin sekarang sudah kembali dengan aktivitas belajar.

Lorong-lorong yang Genta lewati juga terasa begitu sepi, tidak ada aktivitas yang bisa ia lihat. Dan benar saja, saat pintu kelas dibuka, seluruh pandang tertuju padanya.

"Darimana kamu?"

"Kamar mandi," jawab Genta sekenanya.

Guru itu membenarkan letak kacamata, ia mengangguk pelan. "Sekarang duduk, ikuti pelajaran."

Pembelajaran berakhir pada pukul 15.30, kebetulan Erza sedang diberi hidayah, jadi Genta tidak perlu naik bis untuk pulang. Padahal biasanya boro-boro menjemput, terkadang bepergian searahpun sukar bagi Erza untuk membawa adiknya. Ditanya alasan karena malas, tidak bisa membawa motor dengan ngebut.

Erza yang menunggu Genta bisa melihat lambaian tangan sang adik, dia segera mendekat ke sumbernya, pergi dengan keadaan hening, sampai rumah Erza menyeret Genta ke kamar miliknya.

Kamar Erza lebih berantakan dari bisanya....

Genta mendengus, bisa mencium aroma sang kakak bercampur dengan apek sebab banyak pakaian yang menggantung.

"Ada apa?"

Genta duduk di ranjang, ia membuka ponsel, sosial media tengah ramai-ramainya membicarakan pasal obat yang sempat Genta bawa tadi pagi.

"Gue mau nanya." Erza duduk di samping Genta, ia membuka Hoodie yang dipakai, meninggalkan kaus tipis tanpa lengan.

"Tinggal ngomong."

"Jangan fokus dulu sama HP, gue mau nanya bener."

"Ya tinggal nanya aja, gue gak kemana-mana."

Erza berdecak, ingin rasanya mencekik Genta saat itu juga. Tidak peduli apa yang terjadi, tetap saja Genta begitu mengesalkan bagi Erza, padahal bagi Genta juga sebaliknya. Tidak akan ada keakuran diantara keduanya.

Membuka ponsel, Erza bergulir di galeri, memscroll banyaknya foto yang diambil. Salah satu foto menarik fokusnya, tangan Erza sedikit gemetar, ia meneguk ludah kasar, lantas dengan ragu menekan.

"Ini, dia orangnya?"

Genta yang terfokus pada berita di ponsel mengalihkan pandang, sebuh foto yang terpampang jelas membuatnya terdiam seribu bahasa. Rasanya sukar sekali bagi suara untuk keluar, dari hal ini saja Erza bisa menebak apa yang Genta rasakan.

"Gue mau tidur." Pemuda omega itu berdiri, langkahnya tampak terhuyung, memegangi kepala seolah mendapatkan pusing, bibir yang pucat membuatnya tampak menyedihkan.

Giliran Erza yang terdiam membisu, tangannya mengepal membuat otot-otot lengan menegang, gigi bergemeletuk menahan amarah. Rasanya emosi Erza langsung naik seketika.

Tidak perlu menunggu waktu baginya. Erza yang sudah mendapati akun sosial media orang itu lantas memberikan sebuah pesan, beruntung langsung dibaca. Tapi dia tak mungkin langsung menyetujui, Erza mengatakan yang sebenarnya, dengan sebuah ancaman orang itu mengiyakan.

IlusiWhere stories live. Discover now