29

5.6K 729 58
                                    

Diantara banyaknya orang, yang paling kenal dan dekat dengan Gama adalah Genta sang kekasih serta Kana sahabatnya. Tidak pernah ada yang benar-benar masuk dalam lingkup kisah ketiganya, selalu seperti itu sejak lama.

Ya, harusnya memang begitu. Ketika sebuah permasalahan pelik yang dihadapi tidak bisa lagi mempertahankan hubungan ketiganya. Gama seorang diri, menjauh dan dijauhi. Dirinya dijauhi oleh Genta, dan dengan kejamnya turut menjauhi Kana. Apa yang salah? Entah, mungkin perlu banyak waktu bagi Gama untuk bisa berdamai dengan keadaan.

Ditengah-tengah kesendiriannya, ada seorang Rian yang menghampiri, sosok yang ia kenal tapi tetap membuat kaget kehadirannya. Gama pernah bertanya, apa keinginan pemuda itu mendekatinya, lantas hanya senyuman yang diberikan, dia bilang ingin punya teman. Tipe sok asik yang mudah bergaul, tapi tidak bisa benar-benar punya teman dekat karena karakternya.

Gama tidak menjauhi, membiarkan sosok Rian ada disekitarnya. Lama-kelamaan nyaman, diantara frustasinya Gama mulai bercerita, tentang kisah cintanya yang hancur sekaligus persahabatannya. Tapi ada satu hal yang pemuda alpha itu lewati, kecuali tentang kehamilan Genta yang ia ketahui. Tapi sayang pada akhirnya Rian tahu sendiri.

Rian tidak menuntut tanya, dirinya mendengarkan dengan seksama. Ada banyak emosi yang dapat ia dengar dari sang alpha, membuat hatinya ikut-ikutan sakit.

"Gue sayang sama dia, tapi dia ninggalin gue."

Bicara Gama mulai melantur malam itu, sebab alkohol yang mengendalikan tubuhnya. Dia berbaring dengan wajah memerah padam, matanya memerah bahkan ada air mata yang mengalir, kentara sekali sakit yang ia rasakan.

"Kalian putus?"

"Gakkkkk, gue gak mau putus masa dia! Pokoknya dia milik gue meskipun dia udah ditandai alpha lain sekarang."

Untuk sesaat Rian terperanjat oleh penuturan Gama. Ditandai?

Penasaranlah yang ia rasakan sekarang, meski agak tidak sopan menanyai seseorang yang sedang tidak dalam kendali.

"Kalian pacaran empat tahun, wajar kalo marking. Tapi sama orang lain? Gimana itu mungkin?"

Gama beranjak dari posisinya, menatap tepat iris kecoklatan Rian. Tidak ada candaan sedikitpun, raut wajah serius itu sedikit membuat Rian gugup.

"Kecelakaan. Dia bilang begitu, tapi tetep aja rasanya sakit. Kalau lo jadi gue gimana, Yan? Lo sakit juga gak?"

Semakin deraslah tangisan pemuda alpha itu, seolah tidak mencerminkan sosok alpha yang kuat, dia menangis seperti anak kecil yang kehilangan mainannya.

Rian masih kaget dengan fakta yang ada, semakin kaget pula ketika Gama menyandarkan kepala di bahunya. Dia tahu apa yang dirasakan Gama terlalu berat, dan jika dirinya ada diposisi sama mungkin reaksinya bisa lebih parah dari pemuda alpha itu.

"Dan lo tau yang lebih gila lagi? Gue tau bajingan itu siapa. Dia Reksa, orang yang gue kasih dare di malam pesta itu. Ah gue lupa, waktu itu lo gak ada ya?"

Ah benar juga, saat itu Rian sedang di kamar mandi. 

"Tapi gimana bisa lo tau kalau dia yang lakuin?"

Gama menoleh mendengar pertanyaan Rian. Terdiam beberapa saat, dia mulai berpikir. "Mmm baunya?"

Pantas saja saat mereka bertemu di lapangan Gama menatap alpha itu dengan pandangan tajam, yang tidak dimengerti sama sekali oleh Rian.

Rian tidak sempat bertanya atas segala hal yang ingin ia ketahui, karena tidak lama kemudian dia merasa bahunya semakin berat. Kala menatap sosok yang menyandar, ternyata Gama sudah terlelap.

IlusiWhere stories live. Discover now