38

6K 622 71
                                    

Gama selalu berpikir bahwa akhir hidupnya akan dihabiskan dengan Genta, yang ia yakini akan menjadi omeganya. Tapi sayang, itu hanya angan belaka, fakta mengatakan bahwa sang omega telah jauh digenggamannya, lantas Gama harus bagaimana?

Dia tidak bisa memaksa, pun bahwa tanda yang ada pada tengkuk sang omega telah menjadi tanda bahwa dia adalah milik orang lain. Berusaha keras pun sia-sia, menurut Gama tidak akan ada yang bisa mengalahkan sebuah ikatan.

Lalu bagaimana kini dirinya menjalani hidup?

Entah, Gama tak tahu.

Harusnya ada beberapa hari bagi alpha muda itu menjumpai setiap teman disekitar untuk pamit pergi, setidaknya salam perpisahan agar mereka tidak kaget jikalau dia tiba-tiba menghilang bak ditelan bumi.

Tapi tidak. Alpha justru lebih memilih bertemu dengan sang omega, mengeluarkan apa yang ada dihatinya, meski sakit tapi Gama tetap berusaha.

Ada titik kecil yang berusaha mengikhlaskan, tapi ada bagian lain yang masih berharap bahwa omega bisa kembali ia gapai. Beberapa kali ia melihat situasi yang ada, itu sangat tidak memungkinkan.

Bukan hanya tanda yang mengikat mereka, Gama melihat bahwa hubungan mereka jauh lebih daripada itu. Hal yang Kana lakukan berakibat sangat jauh, hamil? Gama sangsi Genta bukan tipe omega yang menginginkan seorang anak dalam waktu dekat.

Dilihat dari perilakunya Gama yakin Genta tidak terlalu suka anak-anak, yang menurut omega itu menjengkelkan karena hanya bisa berbuat rusuh sahaja. Lucu, tapi Gama melihat perut si omega besar karena ada bayi didalamnya. Yang dulu Gama pikir mungkin rahim omega akan diisi oleh bayinya?

Tetap saja perasaan tidak bisa berbohong. Sejauh apapun, melupakan dan mengikhlaskan tidak semudah itu.

Dan kala pikirannya mulai kacau balau, tidak ada tempat untuk dirinya pulang.

Mungkin?

Dering telpon mengalun ke setiap penjuru ruangan, cukup malas bagi alpha untuk menggapainya, untuk kemudian dia menemukan nama Rian yang terpampang apik disana.

"Lo kok sering ngilang?"

Menghela nafas gusar, setiap mendengar ucapan Beta itu, Gama sedikitnya bisa tenang. Rian punya aura positif yang membuat orang-orang disekitarnya nyaman.

"Gue udah ketemu sama Gege. Udah bicara sama dia, ngeluapin segala hal yang ada dipikiran gue. Tapi hati gue masih ngerasa sedih."

Hanya hening untuk beberapa saat, Gama mengusak surainya hingga acak-acakan.

"Lo secinta itu ya sama dia? Bahkan dalam pembicaraan, atau hal-hal yang terjadi di hidup lo, sebagian besar selalu tentang dia."

Gama tak bisa menyangkal.

"Ke sini, biasanya lo nyamperin gue kan kalau lagi galau?"

Dan kemudian alpha segera pergi menghampiri si pemuda Beta. Hal yang ekstrim yang biasa mereka lakukan kini ditinggalkan, mana kala Gama sedang stres tidak jelas, Rian selalu mengajak sang alpha ke rumahnya, hanya baring-baring tidak jelas sambil bercerita. Terkadang terlalu banyak meluapkan segala yang ada dipikiran, keduanya berakhir tertidur di ranjang yang sama.

Gama tahu Rian hanyalah Beta, tak memiliki pheromone atau hal lain yang dimiliki omega, tapi bau tubuh seorang Rian itu sangat unik, bau harum dari parfum yang bercampur dengan aroma tubuh aslinya, selalu membuat sang alpha tenang.

Gama selalu tidak menolak ketika tidur berdekatan.
.
.
.
.
.
.
.
.

Pada esok paginya sebuah notifikasi muncul di ponsel sang alpha. Itu nomor tidak di kenal, tapi sebuah pesan yang terkirim sudah jelas darimana.

IlusiWhere stories live. Discover now