13

5.7K 631 15
                                    

Genta diharuskan dirawat untuk beberapa saat, sekitar dua harian. Dia baru bisa keluar ketika malam tiba, waktu itu Genta berharap untuk tidak pernah pulang sekalian.

Genta tahu, mengerti juga ketika Ayah tidak sedikitpun menjenguknya. Beberapa kali hanya Mama, kak Arda juga Erza saja yang menjenguk. Lantas hanya sepi yang menemani, kesepian benar-benar membuat Genta bergelut dengan pemikirannya sendiri.

Di dalam mobil pun tidak ada bedanya, tidak ada kalimat yang terucap, tidak pula tegur sapa dari Mama nya. Genta merasa terpojok, angin dingin bahkan bukan lagi yang menjadi prioritas. Tubuhnya menunduk, mamandangi sepatu yang dikenakan, wajahnya yang kuyu dan kehilangan semangat, beberapa saat manik Genta tertutup, melihat hitam dalam bayangan.

"Kamu langsung ke kamar."

Itu suara Mama, saat baru saja mobil berhenti. Tidak, Genta merasa tidak mengenalnya, bagaimana cara bicara Mama yang terkesan dingin, serta senyum yang biasa selalu terpampang kini kosong tak terlihat.

Genta saat itu tidak banyak tanya dan kata, tubuhnya ia bawa menuju lantai dua tempat kamarnya berada. Beberapa saat ia bersinggungan dengan Erza, manik keduanya berpapasan, sebelum kemudian Erza lah yang memotong pandang.

Nyatanya semua kecewa.

Erza dia jelas sangat membenci ini semua. Betapa bodohnya ia, kenapa hal ini tidak pernah ia bayangkan? Bukankah memang omega sedang heat dan dibuahi memiliki kemungkinan tinggi untuk berhasil? Akan tetapi Genta masih sangat muda, harusnya kesuburan omega itu masih belum seperti omega dewasa.

Adiknya, umur 18 tahun, dan tidak akan lama lagi menjadi orang tua. Bukankah itu tanda bahwa ia akan punya keponakan? Erza memang pernah berpikir demikian, pasti seru jika ia memiliki keponakan manis dan lucu-lucu, tapi ia tidak menyangka akan secepat ini, bahkan dalam pikirnya Arda lah yang akan memberi, bukan Genta yang notabenya adalah bungsu dalam keluarga.

Beberapa saat yang lalu Erza berbicara dengan Ayah, kentara sekali ketika mengetahui fakta yang sebenarnya pria itu marah. Bahkan jika tidak ditahan mungkin sekarang sudah akan pergi menuju rumah bajingan alpha itu.

Namun beruntung semua masih bisa ditahan oleh Mama, Mama bilang harus benar-benar tahu kronologinya bagaimana. Erza bicara dengan gamblang apa yang terjadi, ketika sang adik yang tiba-tiba terkena heat lantas terikat paksa dengan seorang alpha. Harusnya saat itu amarah Ayah sedikit reda, akan tetapi tidak seperti yang Erza bayangkan, pria itu justru kelihatan lebih marah. Dari mulai menyalahkan Genta yang ceroboh tidak membawa obat ketika bepergian, bahkan tentang bagaimana bisa seorang omega dengan tidak tahu malunya keluar malam-malam.

Semuanya, Erza agak sakit hati ketika mendengar perkataan penuh penghinaan oleh Ayah kepada Genta. Bagaimana kata-kata menyumpah serapahi serta mengungkit hal-hal apapun yang Gent lakukan.

Bahkan sekarang, baru beberapa saat mereka pulang, Erza sudah kembali mendengar percekcokan, Mama yang tak biasanya berteriak saja ikut-ikutan membentak ayah.

Arda, kakak yang paling tua berdiri tidak jauh dari Erza, gadis beta itu menepuk bahu sang adik pelan. "Jangan dulu ikut campur, Za."

Begitu katanya. Keduanya berakhir di kamar Arda, sebelum beberapa saat kemudian langkah kaki terburu-buru berserta teriakan mengagetkan mereka berdua.


°°°


Genta membaringkan tubuhnya begitu saja, menatapi dinding-dinding ruangan yang mulai dipenuhi sarang laba-laba. Sejak kapan ya Genta membersihkannya? Atau bahkan mengijinkan orang lain masuk ke kamarnya. Ia rasa sudah sangat lama, kamar ini seolah sepi tak berpenghuni.

Sepatu masih menempel pada kaki Genta, omega itu tidak memiliki niatan sama sekali untuk membukanya. Tepat untuk beberapa saat, ketika tiba-tiba suara Mama membayang-bayangi dirinya.

IlusiWhere stories live. Discover now