17

6K 622 20
                                    

Faktanya, sejauh apapun Gama melupakan, sekuat apapun Gama menemboki dirinya oleh perasaan sesal, tetap saja bayang Genta selalu membayang-bayangi kehidupan. Gama mengerti, bahwa tanda itu tidak pernah diinginkan, jadi apakah Gama masih memiliki kesempatan?

Banyak waktu yang telah Gama buang. Alpha itu bertanya, kemana omega yang selama ini menjadi pendamping hidupnya? Kenapa tidak di sepenjuru tempat pun bisa Gama temukan. Mana kala tempat terakhir selalu Gama tuju, langkahnya selalu berhenti di sebuah pekarangan, langkahnya di tahan oleh seorang alpha. Erza, sejak awal Gama tahu bahwa kakak Genta tidak menyukainya.

"Bang, kali ini aja biarin gue ketemu sama dia. Dia udah gak sekolah lama, gak ikut ujian juga, gue pengen tau dia kenapa."

Erza menyandarkan tubuhnya pada tembok, tatapan lurus menghadap ke jalanan, di mana banyak mobil dan kendaraan lain berlalu lalang.

"Buat apa? Kalian udah gak ada hubungan apapun lagi kan?"

"Ada yang mau gue tanyain sama Gege."

"Ke gue aja, gue juga pasti tau."

Gama kesal lama-lama, bukan sekali dua kali seperti ini, sudah lebih dari satu Minggu, dan Gama belum menemukan jawaban.

"Gege, sekarang dia gimana?"

"Oh baik, hidupnya lebih baik di banding pas sama lo."

Gama menghela nafas pasrah, ia menatap tepat diiris milik Erza. Keduanya berpandangan, Gama dengan sebuah keseriusan, sedang Erza tersenyum meremehkan.

"Ada apa sih, bang? Lo kayaknya benci banget sama gue? Emang apa yang gue lakuin sampe lo benci gue gini."

"Gue gak tau. Tapi lo pernah denger gak kalau cinta itu gak butuh sebuah alasan? Mungkin rasa gak suka juga bisa."

"Gak mungkin begitu, ada alasan kan. Kalau emang gue ngelakuin kesalahan ya bilang, seenggaknya gue tau gimana cara buat memperbaiki diri."

Gama sangat kesal, keinginannya untuk bertemu dengan mantan kekasih belum juga terwujud sampai sekarang.

"Udahlah, buat apa lagi lo berjuang? Mau segimanapun Gege gak bakalan bisa lagi lo genggam, mending sekarang lo urusin pacar lo itu, bau tubuh kalian kecium banget, jijik gue."

Ini hanya aroma Kana, bukan kekasihnya. Tidak peduli sejauh apapun Gama mencoba membuka hati, tetap saja selalu terkunci rapat kembali.

"Oke, gak papa. Tapi ada yang mau gue tanyain sama lo tentang Gege."

Pandangan Gama mengedar, kondisi jalan yang sepi, tidak ada orang lain. Alpha muda itu mendekat, membisikkan sebuah kalimat.

"Gue gak tau gimana caranya rumor itu nyebar, tapi gue harap itu gak pernah kejadian."

Erza tidak tahu harus merespon apa. Pikirnya bingung, sedikit takut juga. Jika Genta tahu yang terjadi, bisa saja membuat mentalnya hancur kembali. Omega itu sudah mulai terbiasa dengan keadaan, meski sesekali menyalahkan banyak hal. Tapi dengan dirinya yang sudah banyak bicara, itu merupakan sebuah keberhasilan.

Tapi, ayolah. Darimana orang-orang bisa tahu rumor seperti itu? Jelas, tidak ada yang tahu kejadian ini, seluruh keluarga menutup rapat, dan lagi permasalahan Genta yang memiliki tanda saja tidak terbongkar.

"Lo denger dari mana?"

"Gue denger dari temen sekelasnya, waktu gue nyari Gege, tapi dia gak ada, gue gak sengaja nguping. Tapi itu bohong kan?"

"Kalau iya gimana?"

Tangan Gama mengepal, ia menarik kerah baju yang Erza kenakan.

"Lo jangan main-main."

IlusiWhere stories live. Discover now