62. Reksa dan Genta

5.4K 545 48
                                    

Reksa tidak fokus. Setiap kata yang keluar dari mulut dosen hanya berupa buih-buih yang mengambang di lautan. Saling banyaknya tidak dapat tertangkap. Atau mungkin karena jiwa Reksa yang tertinggal di dalam rumah?

Ia hanya melamun, wajahnya ditopang oleh satu tangan. Mukanya kusut, rambutnya apalagi. Sebuah tepukan pada pundaklah yang membuat Reksa sadar dengan tempatnya saat ini.

Azka menatapnya lekat, wajahnya menunjukkan gestur bertanya namun Reksa hanya menggeleng.

"Kalau sakit harusnya di rumah aja," kata Azka. Kini fokusnya kembali pada layar yang menunjukkan materi yang tengah dijelaskan.

Reksa benar-benar tidak sadar dengan perubahan sikap yang ditunjukkan teman kuliahnya ini.

"Ka."

"Hmm?" Azka masih fokus pada materi di depan.

"Heat itu gimana sih?"

Bertanya tanpa berpikir, itulah reksa sekarang. Yang ditanya jelas terkejut sampai-sampai matanya membola lucu. Tapi Reksa benar-benar frustasi. Dia tidak bisa mendapatkan informasi yang ia inginkan jika tidak secara langsung dari sumbernya.

"Kok lo bisa-bisanya nanya begitu."

Reksa tertawa kecil, atau lebih tepatnya tertawa canggung.

"Gak jadi deh. Dipikir-pikir gak sopan juga sih. Sorry."

Pemuda alpha itu beralih pada benda pipih yang sempat diabaikan. Puluhan chat dengan tujuan yang sama telah dikirimkan, namun hanya ada centang satu, yang berarti si pemilik nomor tersebut sedang tidak menggunakan ponsel.

Apalagi yang harus Reksa lakukan? Ia tidak paham. Meski alpha memiliki periode yang sama, namun jelas senggang waktunya lebih lama, pun biasanya hanya dengan bermain solo juga bisa dituntaskan. Reksa benar-benar buta tentang omega.

"Omega lo lagi heat?" Bisik suara dari orang disampingnya membuat Reksa terdiam. Pertanyaan yang tepat, 100 poin.

"Kok lo tau? Turunan cenayang ya?"

Azka masih dalam posisi yang sama. Untuk sesaat ia tidak menjawab, sibuk mencatat beberapa materi yang sekiranya penting.

"Lo gak punya adik, dan Mama lo juga kayaknya bukan sesuatu yang perlu lo khawatirin. Satu-satunya kemungkinan ya itu, omega lo."

Masih ada rasa sesak di dada, namun Azka masih bisa menyembunyikannya. Ingat, dia tidak sedang dalam misi perebutan kekasih orang. Azka masih cukup waras untuk menjadi seorang pelakor.

"I-iya juga sih."

"Jadi, apa yang mau lo tanyain?"

Pandangan Reksa mengedar ke sepenjuru ruangan. Dirasa semua orang sibuk dengan urusannya masing-masing, ia mencondongkan tubuhnya sehingga cukup dekat dengan Azka, lalu ia berbisik: "apa yang harus gue lakuin?"

Azka tidak memiliki ekspektasi bahwa pertanyaan itulah yang akan keluar.

"Lo udah punya anak btw, masa masih nanya hal gitu ke gue?"

Reksa menggaruk kepalanya yang tak gatal. Bagaimana ia mengatakan kepada Azka bahwa hubungannya dengan Genta tak semudah yang terlihat. Rumit, sangat-sangat rumit apabila diceritakan.

Pada akhirnya bertanya pada Azka tidak membuahkan hasil sama sekali. Reksa keluar ruangan dengan perasaan lesu penuh kebingungan. Mirip seperti orang yang tengah dililit pinjol, atau seperti zombie-zombie di film yang pernah Reksa tonton.

Hari ini tidak ada kelas lagi, jadi Reksa bisa pergi ke toko kue Mamanya untuk sekedar bantu-bantu, meski dalam hati ia ragu.

Reksa sudah ada diparkiran ketika getaran dari saku membuat sang alpha mengalihkan perhatian. Wanita itu -Mamanya menelpon, jarang-jarang sekali dan pasti cukup penting karena tak biasanya wanita itu menelpon.

IlusiWhere stories live. Discover now