20

6.8K 641 15
                                    

Biasanya setiap tahun baru Reksa akan menikmati harinya dengan teman-teman. Pergi liburan entah itu ke gunung atau pantai. Tapi tahun ini agak berbeda, kalimat liburan itu seolah jadi angin lalu tak berarti.

Telpon dari Jo tiba-tiba berdering. Cowok Beta dengan sikap pemimpinnya itu adalah salah satu yang paling sering menghubungi Reksa apabila tidak kumpul. Tidak mungkin lepas dari mata Jo, ada keanehan yang ia rasakan.

"Lo gak ikut?" Dari sebrang sana Jo bertanya.

"Gue gak bisa."

"Kenapa?"

"Ada yang harus gue lakuin."

Cukup sampai sana pembicaraan, karena sejujurnya meski aneh Jo tidak pernah menuntut jawaban ketika orang yang ditanyai tidak ingin membahasnya. Sudah hampir tiga bulan, keanehan yang pemuda Beta itu rasakan tidak pernah berhenti juga. Ingin bertanya pada Tian yang terlihat tahu apa yang terjadi, pemuda itu malah diam, dan meminta Reksa untuk mengakuinya sendiri.

Reksa tidak tahu, dia agak takut. Jika mereka semua tahu, apakah mereka akan membencinya?

Memikirkan hal itu membuat otak Reksa semakin sakit.

"Ngapain kamu bengong disitu?"

Suara Mama mengintrupsi. Wanita itu awalnya sedang membuat kue brownies, dan meminta bantuan Reksa, setelah sang anak menghilang lebih dari satu jam membuatnya aneh, sebab pekerjaan banyak tidak ada yang membantu. Bibi juga harus pulang, keluarga sengaja memberi libur agar wanita tua itu bisa menghabiskan waktunya bersama keluarga.

"Kamu ini ngelamun terus akhir-akhir ini, ribut lagi sama Gege?"

Ingin rasanya Reksa berteriak pada sang ibu yang sok akrab itu, memanggil dengan nama panggilan pula.

"Gak tau."

"Lho kok gak tau, kamu yang ngerasain masa kamu yang gak tau."

Reksa mengocok-ngocok adonan dengan asal, kegiatannya tidak beratur, adonan belepotan ke segala arah.

"Ada apa sih, Sa. Kamu mau cerita?"

Mama adalah orang yang selalu menampung keluh kesah Reksa. Tidak peduli apapun yang terjadi, wanita itu selalu mau mendengarkan. Akan tetapi masalahnya ada pada Reksa, dia hanya merasa bingung, sudah banyak yang membebani Mama, apakah hal sepele seperti ini perlu diceritakan?

"Gak papa lho Sa kamu cerita."

Wanita itu masih memancing.

"Temen-temen."

Reksa menjawab singkat. Memang mungkin benar, segalanya tidak bisa ia simpan jika berhubungan dengan Mama. Sejak awal terlalu dekat, dan manja, membuat Reksa sangat melekat pada sang omega.

"Kalian ribut?"

"Hm."

Reksa mengangguk. Tidak dengan semua orang juga sih, hanya Tian. Sudah terlalu lama bagi dirinya dan Tian perang dingin tanpa pembicaraan. Biasanya pula mulut cowok itu ember, tapi masalah ini tampaknya masih belum bocor.

"Ya kalau kalian ribut mending langsung omongin aja. Jangan terlalu lama dipendem, masalah gak bakal selesai kalau gak coba kalian selesain."

Mama memberikan saran. Memang benar, tapi Reksa terlalu takut dengan respon mereka semua. Respon Tian saja sangat parah, menyalahkan bahkan menghakiminya. Iya tau, Reksa sudah sadar bahwa kejadian itu juga salahnya, Reksa juga sudah berniat tanggung jawab kok.

"Yaudah, sekarang jangan terlalu pikirin, mending kamu ke rumah Gege aja, kasih kue ini. Kata Mamanya semaleman dia gak tidur, ditanya kenapa gak jawab, eh ternyata pas jam tiga pagi dia ngerengek-rengek sama Erza pengen brownies."

IlusiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang