Chapter 11.

1K 131 3
                                    

┄

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.







Happy Reading

***

"ALENA... Gue datang! Bestie terbaik lo udah tiba!" suara cempreng milik sahabat satu-satunya Alena yang tak lain adalah Sella, menggelegar di seluruh penjuru ruangan tersebut.

Alena yang sedang membaca buku di atas kasur pun memutar bola matanya malas. "Bestie.. " Sella melongokkan kepalanya saat membuka pintu kamarnya.

"Kebiasaan deh, kalau datang bukannya assalamu'alaikum, kek. Malah teriak-teriak! Lo pikir rumah gue hutan." sewot Alena sembari duduk lalu menaruh bantalnya di atas paha.

"Hehe.. Sorry, lo sih gue panggilin nggak nyaut-nyaut. Ya makanya gue teriak."

"Halah alasan.. Untung bokap nyokap gue nggak di rumah, coba kalau ada. Habis lo kena omel," lanjut Lena menatap kesal ke Sella yang justru tersenyum tanpa dosa.

Sella ikut duduk di atas kasur, posisinya di depan Alena yang fokus kembali dengan bukunya. "So.. Jadi tadi malam lo di bawa kemana sama Arsen?" Alena mendongak sejenak.

"Makan," jawabnya singkat.

"Makan?" ujar Sella bernada tidak percaya. "Masa makan doang? Terus kenapa lo nyuruh gue bohong ke Tante Liana?" Alena membuang napas kasarnya, menutup bukunya sedikit kasar lalu memandang sang sahabat.

"Jadi.. Tadi malam hujannya deras kan?" Sella mengangguk mulutnya sedikit terbuka mendengar serius cerita sahabatnya.

"Arsen bawa gue kerumahnya, karena jarak taman itu nggak terlalu jauh dari rumahnya dia." Alena mengerutkan dahinya ketika Sella tiba-tiba tersenyum simpul sambil terus menatapnya.

"Ngapain lo lihatin gue kayak gitu?"

"Ciyee.. Udah main di bawa kerumah aja lo. Di apain di sana?" tanya Sella bernada menggoda.

"Apaan sih.. Pikiran lo nih yang udah ngeres!" saut Alena menoyor Sella hingga sedikit terhuyung kebelakang. "Gue nggak apa-apain di sana. Gue murni berteduh, dari pada gue sakit." Sella masih saja menatap Alena dengan senyum menggoda.

"Arsen bukan Bryan, yang suka mempermainkan perempuan."

"Masa? Kok lo yakin gitu, kan baru kenal?" lanjut Sella.

Alena menjadi salah tingkah, ia menggaruk pelipisnya sendiri matanya pun menatap sekeliling kamarnya.

Hal itu malah membuat Sella tertawa kencang. "Fik. Lo udah jatuh cinta sama Arsen,"

"Apaan sih Sell.. Jangan ngaco deh!"

"Kok ngaco sih, kalau iya pun nggak apa-apa dong. Itu tandanya lo bisa lepas dari Bryan, pendekatan aja dulu sama Arsen, kenalan lebih dekat, terus kalau udah dekat. Coba deh tanyain ke Arsen supaya bisa bantuin lo lepas dari cowok brengsek kayak Bryan." Alena memandang Sella lekat, seolah membenarkan ucapannya.

"Cewek yang di cafe kemarin bukan pacarnya kan?"

"Bukan. Tapi mantannya," jawab Alena pelan.

"NAH!! Mantap!" ujar Sella heboh menepuk tangannya. "Pokoknya gue setuju kalau lo sama Arsen, kapan-kapan kenalin dia ke gue, biar gue tau gimana sih orangnya." mengusap-usap dagunya, Sella membayang wajah Arsen yang kemarin dia lihat hanya sekejap.

"Mau jadi peramal lo! Sok-sokan nerawang seseorang." ledek Alena. "Udah ah, dari pada ngobrol nggak jelas. Mending gue buat cemilan, kan kita mau ngedrakor." turun dari tempat tidur gadis itu memakai sandal bulunya lalu pergi kedapur.

"IKUT!!" teriak Sella berlari mengejar Alena yang sudah berada di anak tangga paling bawah.

˜"*°•.˜"*°• Arsenio •°*"˜.•°*"˜

Jupri tampak menikmati pekerjaannya, ia bersiul sambil memperbaiki motor pelanggan. Arsen yang baru saja tiba melihat itu pun tersenyum simpul, temannya itu memang selalu mengerjakan pekerjaannya dengan riang dan santai.

"Arsen,," panggil Jupri mengakat tangannya saat melihat kedatangan temannya.

Arsen hanya menaikan alisnya dan tersenyum tipis. "Udah banyak aja yang datang?" tanya Arsen ketika sudah berada di samping Jupri.

"Iyaa, tadi ada lima motor. Tapi udah aku kerjain semua, cuma ganti oli sama ngecek keadaan mesin, kalau yang itu aku serahin ke kamu.." ucap Jupri panjang lebar menujuk motor matic dengan nada medok

"Oke, gue ganti baju dulu."

"Tumben datangnya siang,

"Biasalah." jawab Arsen singkat.

"Kenapa, si Bagas cari masalah lagi sama kamu?" Jupri sangat tau dan hapal dengan sifat tetangga Arsen itu.

"Udahlah nggak usah di bahas,"

"Arsen!" kedua orang itu menoleh, melihat kedatangan seseorang yang tidak di harapkan kedatangannya pun membuat keduanya menghela napas bersamaan.

"Oalah... Sek isuk wes gae perkoro wae. (Oalah.. Masih pagi sudah cari masalah aja.)" gerutu Jupri tanpa sadar ia sedikit membanting kunci hingga Arsen dan seseorang yang baru saja datang pun menoleh kearahnya.

"Arsen. Tolong jelasin ke aku, siapa perempuan yang kamu bawa pergi kemarin? Hah." bentak gadis yang tak lain adalah Erina.

Arsen menatap gadis itu intens. "Lo marah?Hubungannya apa? Mau siapapun dia itu bukan urusan lo lagi. Gue minta sama lo jangan ganggu kehidupan gue lagi, kita udah nggak ada apa-apa."

"Nggak Arsen. Aku akan tetap berjuang untuk hubungan kita!" bentak gadis itu lagi bahkan lebih kencang, beberapa orang yang ada di bengkel tersebut sampai heran.

"Lo nggak malu di lihat banyak orang? Hah." desis Arsen.

"Erina!" seorang pria berpakaian rapi muncul dari dalam bengkel, menatap gadis itu dengan jengkel.

"Stop cari masalah di tempat usaha Om! Kamu buat mereka nggak nyaman. Kalau mau ngomongin hal pribadi jangan di sini! Jangan kamu mentang-mentang anak Kakak Om, saya nggak bisa tegas sama kamu. Sekarang Om minta kamu pergi!" sentak pria tersebut.

"Tapi om, aku masih mau ngobrol sama Arsen, ada hal penting yang mau aku omongin." mohon Erina mendekati Omnya mencoba membujuk.

"Kamu lihat jam berapa sekarang," tunjuk pria itu pada jam di pergelangan tangannya. "Jam sembilan pagi, ini waktunya Arsen kerja. Bukan untuk ngobrol! Om masih minta kamu secara baik-baik, jadi om mohon sekarang kamu pergi." ucapnya lagi sangat tegas.

Erina terlihat kesal, ia menghentak-hentakan kakinya menatap Arsen yang cuek kepadanya. "Pulang Er!"

"Iya ya. Aku pulang!" hardik gadis itu lalu pergi bersama dengan amarah yang dia rasakan.

Seperginya gadis itu, pria tersebut menghela napas panjang. "Maaf ya Sen, Erina buat kamu nggak nyaman. Ini semua ulah Kakak saya yang selalu memanjakan dia, makanya dia jadi kayak gitu,"

Arsen tersenyum maklum. "Nggak apa-apa Pak, saya ngerti kenapa dia bisa kayak gitu, cuma saya risih aja kalau tiap hari harus datang dan membicarakan soal hubungan saya dengan dia, padahal kita sudah tidak ada apa-apa."

"Ya sudah, kalian lanjutkan kerjanya, nanti urusan Erina biar saya bicarakan ke Papanya." ujar Pak Arif pemilik bengkel itu.

"Iya Pak sekali lagi terima kasih," Arsen bersyukur pemilik bengkel tersebut mau mengerti dan mau membantunya bicara soal Erina.

Biar bagaimana pun hati tidak dapat di bohongi, dari awal memang dirinya tak memiliki perasaan apa-apa terhadap gadis itu, dia tidak ingin menyakiti hatinya lebih dalam.

***

To Be Continue

𝗔𝗿𝘀𝗲𝗻𝗶𝗼 「𝙹𝚎𝚗𝚘 𝚡 𝙺𝚊𝚛𝚒𝚗𝚊 」Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang