ENAMPULUHSATU

Mulai dari awal
                                    

"Ayok ustadzah!" ucap Shaqira membuat ustadzah Aisyah sedikit terjingkak pasalnya ia melamun.

"Eh maaf ustadzah!"

"Gak papa cuma kurang fokus aja, kalau gitu ayok."

"Suara ustadzah Aisyah lembut banget Shaqira suka banget beda kayak Shaqira hehe!" tutur kata ustadzah Aisyah bahkan suaranya membuat dirinya sedikit insecure berbeda dengan dirinya tapi sudahlah semua akan indah dengan perbedaan ibarat pensil warna kalau hanya satu warna semua akan terasa monoton saja maka dari itu semua sudah Allah susun dengan serapi mungkin kita hanya perlu bersyukur saja pikirnya.

"Shaqira bisa aja!" terkekeh pelan. Terlihat ustadz Abi dengan ustadz Zaki tengah bersandar pada mobil menatap mereka. Ah suamiku ini dari jauh saja terlihat ganteng.

"Kok bisa?" tanya ustadz Abi bingung melihat Shaqira bisa berdua dengan ustadzah Aisyah.

"Shaqira ketemu ustadzah Aisyah di depan mau beli air tadi, kebetulan juga ustadzah Aisyah mau balik ke pesantren jadi Shaqira ajak ustadzah Aisyah biar barengan."

"Kita langsung berangkat aja!" kali ini ustadz Zaki yang bersuara. Ustadz Abi yang duduk di samping ustadz Zaki yang sedang mengemudi sedangkan ustadzah Aisyah dengan Shaqira duduk di belakang. Pantai dengan pesantren tidak terlalu jauh hanya membutuhkan waktu 20 menitan, saat ini mereka tiba di rumah yang di beli ustadz Abi untuk Shaqira.

Wajah bahagia nya tak bisa ia sembunyikan ini terlalu wow baginya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Wajah bahagia nya tak bisa ia sembunyikan ini terlalu wow baginya.  Rumah ini terlihat sangat cantik kecil tapi indah apalagi di tambah bunga yang menghiasi rumah ini. Shaqira berkeliling melihat keadaan rumah ini tak henti-hentinya ia bersyukur takjub dengan segala nikmat yang diberikan Allah pada dirinya yang sangat kurang bersyukur.

"Makasih ustadz Abi sayang!"

"Sama-sama habibati!" mendekap hangat tubuh Shaqira. Detik berikutnya suara tembakan sangat terdengar jelas, semua orang kaget dengan suara tembakan itu bahkan Shaqira sampai melepas dekapan ustadz Abi. Shaqira kebingungan dimana sasaran tembakan orang itu suara tembakan itu sangat terdengar jelas di dekatnya. Ustadz Zaki dengan ustadzah Aisyah juga ikut kebingungan.

"Ustadz Zaki suara tembakan nya diluar?" tanya Shaqira.

"Kayaknya di dalam, suaranya keras sekali." Ustadz Zaki celingukan melihat apa ada bekas tembakan yang mengenai benda disini. Tapi sayangnya tidak ada.

"Bukan ini diluar!" ucap ustadz Abi.

"Lebih baik kita keluar, disini tidak aman!" sambungnya lagi. Namun sayangnya ustadz Abi salah ini jebakan si pelaku untuk membuat mereka keluar biar lebih mudah untuk melancarkan aksinya. Baru beberapa langkah suara tembakan terdengar lagi kali ini tembakan itu dari arah pintu utama. Semua berhenti seakan-akan ada yang tertembak salah satu dari mereka. Shaqira melihat dari ujung yang bertepatan ustadz Zaki, ustadzah Aisyah bahkan ia menelisik setiap tubuh dari mereka. Sampai akhirnya melirik pada ustadz Abi yang tepat berada di sampingnya. Keringat dingin bercucuran tubuh nya menegang sungguh apa yang ia lihat ini sangat sulit dipercaya.

"USTADZ ABI!!" darah segar sangat terlihat jelas di baju kaos ustadz Abi tepat pada jantung nya.

"USTADZ ZAKI TOLONG USTADZ ABI!" Semua panik melihat keadaan ustadz Abi yang tertembak. Ustadzah Aisyah berlari keluar melihat siapa pelaku penembakan bahkan ia memberanikan dirinya untuk menarik topeng untuk memudahkan dirinya memotret si pelaku. Untung saja banyak warga di luar karena mendengar suara tembakan, ini yang memudahkan ustadzah Aisyah. Tanpa memotret, pelaku diamankan oleh warga. Ustadzah Aisyah terkejut si pelaku yang berjenis kelamin perempuan dan sempat menanyakan siapa namanya yang bernama Zea.

"Bertahan Abi ambulance segera datang!" ucap ustadz Zaki.

"Shaqira," panggil ustadz Abi lirih.

"Iya sayang, Shaqira mohon bertahanlah!" air matanya terus mengalir.

"Aku sudah tidak tahan," suaranya semakin mengecil.

"Jangan bicara begitu ustadz Abi kuat!"

"Berjanjilah untuk tetap menutup aurat! Jangan bosan-bosan belajar menjadi orang yang baik, tetap jadi dirimu bukan orang lain," perkataan ustadz Abi belum selesai.

Shaqira berusaha berbicara dengan tangisnya yang tak kunjung berhenti, menangis seseguk-kan membuatnya sulit berbicara."Shaqira mohon ustadz Abi bertahan masih banyak yang Shaqira belum tau dengan agama Shaqira, bertahanlah demi calon anak kita sayang!"

"Aku sudah tidak tahan lagi, aku percaya kamu bisa jadi umma yang baik."

"Ustadz Abi jangan ngomong gitu Shaqira gak suka!"

"Tolong bilang umi sama Abi, Abi minta maaf atas salah yang Abi perbuat, bilang mami sama papi maaf gak bisa jagain anaknya lagi."

"Uhibbuki fillah Raisya Shaqira Ningsih istriku."

"Ashadualla Ilahailallah Wa Ashadu Anna Muhammadarrasulullah." selesai mengucapkan dua kalimat syahadat ustadz Abi menghembuskan nafas terakhirnya.

"USTADZ ABI HIKS HIKS HIKS!" ustadzah Aisyah memeluk tubuh Shaqira memberikan kekuatan. Ustadz Zaki terdiam namun air matanya terus menetes menatap wajah ustadz Abi.

Tamat.

Alhamdulillah akhirnya cerita ini bisa tamat, maafkan aku besti kalau tidak sesuai ekspektasi kalian.

Sebenarnya agak ragu dengan ending ini tapi ah sudahlah. Dari awal buat cerita ini pengennya ending kayak gini.

Makasih sebanyak-banyaknya buat kalian yang tetap dukung cerita ku ini gak bisa berkata-kata lagi intinya sayang kalian banyak-banyak kayak Shaqira sayang ustadz Abi banyak-banyak hehe....

Dari cerita ini ambil baiknya buang buruknya okee...

Ada yang mau kalian sampaikan pada:

Ustadz Abi

Shaqira

Atau sama aku

Berdo'a bisa dibukukan, walaupun jauh dari kata bagus.

Tunggu cerita ku yang baru yaa bestie follow yuk biar gak ketinggalan!

Assalamu'alaikum, Ust Galak! (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang