DUAPULUHENAM

6K 436 4
                                    

Ustadzah Aisyah berniat untuk pergi ke rumah umi untuk bertanya langsung agar hatinya merasa tenang. Ia sudah mengumpulkan keberanian dari hari-hari sebelumnya. Saat ini ia sudah berada di depan pintu, sedikit ragu untuk mengetuk pintu takut mengganggu, tapi ah sudahlah.

Tok

Tok

"Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumussalam." Terdengar suara umi menjawab salam dari dalam.

Umi membuka pintu tersenyum melihat ustadzah Aisyah berdiri di depan pintu. Ustadzah Aisyah sudah ia anggap sebagai anaknya.

"Nak Aisyah ayok masuk!"

"Iya umi." Ustadzah Aisyah meraih tangan umi untuk menciumnya sebagai tanda ta'dzim.

"Ada yang perlu umi bantu?" tanya umi, mereka juga sudah duduk di ruang tamu.

"Maaf umi kalau Aisyah mengganggu waktu umi, tapi di hati Aisyah ada pertanyaan yang sangat mengganjal, jika pertanyaan Aisyah tidak berkenan untuk umi jawab gak papa umi, Aisyah tidak memaksa untuk umi menjawab nya," ucap ustadzah Aisyah serius.

"Umi gak sibuk, masa sama anak sendiri sibuk!" jawab umi terkekeh pelan.

Mendengar jawaban umi membuat dirinya sedikit tidak gugup lagi. Ustadzah Aisyah menarik nafas.

"Aisyah mau nanya Shaqira itu siapa umi?" tanya ustadzah Aisyah sedikit lega, akhirnya pertanyaan itu bisa keluar dari mulutnya.

"Oh nak Shaqira, itu kan istrinya ustadz Abi," jawab umi tersenyum mengingat Shaqira ia jadi kangen, belum juga sehari udah kangen, entah kenapa umi begitu bahagia saat bersama Shaqira.

Ustadzah Aisyah merasakan sesak didadanya, seperti oksigen di dunia ini telah lenyap seketika. Ia harus menormalkan dirinya ini belum semuanya jelas.

"Kapan mereka menikah umi?" tanya ustadzah Aisyah ia harus tahu semuanya.

"Tepatnya satu bulan yang lalu, emang ustadz Zaki gak pernah cerita?"

Ia memegang dadanya yang sangat terasa sesak memukulnya dengan dalih bisa mengurangi rasa sesaknya, tapi salah itu sama sekali tak bisa mengurangi rasa sesak di dadanya. Ia menarik nafas pelan.

"Kenapa sayang, sesak nya kambuh?" tanya umi khawatir melihat ustadzah Aisyah memukul dadanya.

"U_mi Ai__syah min_ta aai_r," ucapnya terbata-bata. Umi berlari mengambil air di dapur. Lalu memberikannya, mengelus tangan Aisyah dengan lembut. Dirasa baikan Aisyah bertanya lagi ini belum semuanya ia harus kuat.

"Umi boleh Aisyah minta ceritakan gimana awalnya ustadz Abi bertemu dengan Shaqira sampai bisa menikah?"

"Boleh, dulu saat ustadz Abi kuliah di Jakarta, disana ia disuruh ngajar ngaji sama mami nya Shaqira, katanya ia dengar bacaan Al-Qur'an Abi bagus, jadi ia cari tahu identitas Abi setelah ia tahu ia menyuruh Abi untuk mengajar adiknya Shaqira, tapi terkadang Shaqira juga disuruh maminya untuk ikut ngaji, dari sana Abi melihat Shaqira, ia ingin menikahi Shaqira dengan tujuan ingin membimbing Shaqira menjadi lebih baik, waktu itu Shaqira sempat menolak, tapi dengan izin Allah ia menerima pernikahan ini."

Ustadzah Aisyah meremas jilbab yang ia kenakan begitu sesak di dadanya.

Yaallah ini balasan mu ketika aku terlalu berharap pada manusia. Sakit. Mungkin ini pantas untukku, agar aku tidak terlalu mencintai seseorang yang belum halal bagiku.

"Kenapa dirahasiakan umi?"

"Sebenarnya tidak dirahasiakan sebagian dari keluarga pesantren tahu, hanya saja ustadzah Aisyah dengan ustadzah Ika tidak tahu karena waktu itu pulang, santri juga tidak ada yang tahu."

Assalamu'alaikum, Ust Galak! (END)Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz