DUAPULUHSATU

6.3K 502 6
                                    

Setelah sholat isya ustadz Abi langsung tidur tanpa makan malam, kejadian tadi dzuhur membuat ustadz Abi lebih pendiam, Shaqira bingung padahal ia tidak memberi tahu Al mengirim pesan padanya. Shaqira melihat ustadz Abi tidur di sofa biasanya mereka akan berebutan.

"Ustadz Abi gak makan?" tanya Shaqira menggoyangkan badan ustadz Abi dengan pelan.

"Gak!" jawabnya dengan dingin. Entah kenapa nyali Shaqira langsung menciut mendengar suara dingin ustadz Abi, ruangan terasa lebih dingin dari biasanya padahal tadi ia mematikan AC.

"Tidur!" titah ustadz Abi mendengar keterdiaman Shaqira yang cukup lama, Shaqira juga masih terdiam mendengar suara dingin ustadz Abi. Shaqira tetap dengan keterdiaman sampai kakinya terasa lemas.

Bugh...

Tubuh Shaqira ambruk, ia sudah tak tahan lagi, sebenarnya tadi Shaqira mau langsung tidur mendengar ustadz Abi tapi entah kenapa kakinya terasa berat hanya sekedar untuk melangkah.

Ustadz Abi terkejut langsung bangun dari sofa melihat Shaqira yang sudah tergeletak di lantai. Ustadz Abi juga belum tidur ia sedang kacau dengan pikirannya fisik maupun hatinya.

"Kenapa?" tanya ustadz Abi dengan suara yang masih sama terdengar dingin. Shaqira semakin menundukkan kepalanya, pertahanan Shaqira runtuh air matanya jatuh. Ustadz Abi yang sadar dengan suara tangisan mengangkat dagu Shaqira dengan pelan. Benar saja wajah Shaqira sudah dibasahi air mata. Ustadz Abi benar-benar marah dengan dirinya, ia telah membuat istrinya menangis. Mereka bertatapan terlihat jelas raut penyesalan pada wajah ustadz Abi. Shaqira menunduk ia tidak terlalu berani menatap ustadz Abi lagi, takut dengan aura wajah yang tidak seperti biasanya.

"Maaf," ucap ustadz Abi yang terdengar lirih. Ustadz Abi mengangkat dagu Shaqira, ia benar-benar menyesal telah melakukan kesalahan yang sangat fatal.

Shaqira menatap ustadz Abi aura wajah yang tadi ia takutkan sudah hilang tergantikan dengan wajah penyesalan.

"Maaf, ada yang sakit?"

Lidah Shaqira terasa kelu untuk menjawab, ia hanya menggeleng sebagai jawaban.

"Ayo bangun!" ucap ustadz Abi berdiri lalu mengulurkan tangannya. Tanpa berfikir panjang Shaqira meraih tangan ustadz Abi.

"Kok panas demam?" tanya Shaqira saat tangannya bersentuhan.

"Sedikit."
وَإِذَا مَرِضْتُ فَهُوَ يَشْفِينِ

Dan apabila aku sakit, Dialah (Allah) Yang menyembuhkan aku. (QS. Asy-Syu'ara : 80).

"Makan dulu abis itu minum obat!" titah Shaqira.

"Tidak ada penolakan!"

"Iya."

"Sekali lagi aku minta maaf."

"Hm."

"Nggak ikhlas jawabnya."

"Ikhlas jangan diulangi, Shaqira takut." Ustadz Abi langsung memeluk Shaqira, entah kenapa tubuh Shaqira terasa membeku, nyaman itulah yang ia rasakan. Perasaan apa ini....

"Udah gak bisa nafas ini," alibi Shaqira. Ustadz Abi melepaskan pelukannya. Mereka turun menuju dapur untuk makan.

"Pake telur goreng aja yaa?" tanya Shaqira pasalnya ia tidak bisa memasak kalau soal kue Shaqira jagonya.

"Emang bisa?" tanya ustadz Abi tersenyum.

"Bisalah!" jawab Shaqira menantang. Dirasa minyaknya sudah panas Shaqira memasukkan telur ke dalam teflon. Shaqira terkena cipratan minyak pasalnya ia menggoreng telur dengan api yang besar. Ustadz Abi langsung mengecilkan api kompor.

Assalamu'alaikum, Ust Galak! (END)Where stories live. Discover now